Kamis, 29 Mei 2014

PERFILMAN II
Mari kita simak pengertian film yang tercantum dalam Undang Undang RI Nomor 33 Tahun 2009, tentang Perfilman, yaitu pada Bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1, ayat 1. Dipermaklumkan, film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.
Secara ilmiah memang film dapat dikategorikan sebagai media komunikasi, karena dalam film terdapat elemen yang saling melengkapi dan itu merupakan suatu komunikasi. Dalam film ada komunikatornya, ada pesannya dan ada pula yang melihat atau audiencenya. ketika film sebagai barang mati, artinya dalam bentuk phisik tidak diproyeksikan atau tidak diputar, maka film tidak ada artinya sebagai bentuk komunikasi. tetapi ketika film diputur atau diproyeksikan, maka makna makna yang ada dalam film dapat dicerna oleh penonton. Oleh karena itu terjadilah proses komunikasi antara produser sebagai komunikator, ada pesan yang disampaikan dalam bentuk gambar bergerak dan bersuara, serta komunikan yaitu mereka yang menonton film tersebut. Maka terjadilah interaksi yang pesan peesan dalam bentuk gambar dan suara itu dapat dimengerti oleh penonton selaku komunikan.
Dan dalam Undang Undang RI, tentang perfilman seperti tertera diatas, juga melansir bahwa, film itu sebagai komunikasi massa merupakan sarana pencerdasan kehidupan, pengembangan potensi diri, pembianaan akhlak mulia, pemajuan kesejahteraan masyarakat, serta wahana promosi Indonesia di dunia internasional, sehingga film dan perfilman Indonesia perlu dikembangkan dan dilindungi.
Memang komunikasi, apalagi dalam komunikasi massa, film yang ditonton oleh orang banyak secara bersama sama, dapat memberikan pengaruh yang luar biasa. Karena pesan yang disampaikan adalah dalam bentuk gambar bergerak serta bersuara. dimana gambar gambar yang disajikan adalah merupakan bukan sembarang gambar, tetapi merupakan gambar gambar yang telah dipilih sesuai dengan tujuan pembuatan film bersangkutan. Demikian pula dengan suara yang sampai kepada penonton, juga bukan suara sembarang suara, tetapi suara suara yang telah dipilih secara cermat yang disesuaikan dengan tujuan pembuatan film. Maka film dapat berpengaruh kepada siapapun yang menontonnya. baik itu pengaruh yang sifatnya positif maupun pengaruh yang sifatnya negatif. itulah sebabnya pemerintah menyadari, film perlu diatur dan diberikan koridor, dengan harapan pengaruh yang timbul ke masyarakat dapat diminimalisir negatifnya dan diperbanyak pengaruh positifnya. Pengaruh komunikasi apalagi komunikasi massa memang luar biasa. (Budi Sampurno,IPJT,Makskom)

PERFILMAN I
Pernahkan sdr menonton film?. Tentunya pernah, karena film itu selain bisa dilihat di gedung bioskop, bisa juga disaksikan lewat pesawat televisi, komputer, handphone. Maka banyak orang yang bilang bahwa film sudah menjadi kebutuhan hidup manusia. Karena film dapat memberikan hiburan, sehingga jiwa kita bisa menjadi tenang. Film dapat memberikan pengetahuan yang menjadikan tingkat intelektual kita meningkat. Film merupakan sesuatu yang penting, maka sejak jaman Hindia Belanda atau Indonesia masih dijajah oleh Belanda, telah dibuat Ordonantie Film. Terakhir tahun 1940, yang masih dipakai meskipun Indonesia sudah merdeka. Indonesia baru berhasil menggantinya di tahun 1992, dengan mengeluarkan dan mengesyahkan Undang Undang RI Nomor 8 Tahun 1992, Tentang Perfilman. Dan film masih dianggap penting, maka guna menyesuaikan dengan perkembangan jaman, Undang Undang yang sedang berlaku diganti dengan Undang Undang RI No.33 Tahun 2009 tertanggal 8 Oktober 2009 dan ditandatangani oleh Presiden Susila Bambang Yudhoyono.
Menarik untuk disimak, dalam pertimbangannya, Undang Undang tsb dipastikan, bahwa film sebagai karya seni budaya memiliki peran strategis dalam peningkatan ketahanan budaya bangsa dan kesejahteraan masyarakat lahir batin untuk memperkuat ketahanan nasional dan karena itu negara bertanggungjawab memajukan perfilman. Lalu siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab terhadap perkembangan film di Indonesia. Telah disebutkan, bahwa negara bertanggngjawab, tetapi sebenarnya tentunya bukan negara saja, tetapi justru masyarakat. Karena para pelaku perfilman sebenarnya justru masyarakat. pemerintah hanya mengarahkan dan memberikan regulasinya. (Budi Sampurno, IPJT,Maskom)