Kamis, 19 Juni 2014

PERFILMAN III
Kita semua tahu, bahwa pada tgl 17 Agustus 1945 adalah hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sama sama kita cintai dan kita banggakan. Namun mungkin ada yang belum tahu bahwa urusan perfilman sudah menjadi bahagian urusan pemerintah dan sudah menjadi alat hiburan masyarakat. Terbukti industri film tetap berjalan dan bertambah subur. Jumlah gedung bioskop meningkat, jumlah penonton meningkat dan yang terpenting produksi film masih berjalan dan film imporpun tetap masuk ke Indonesia. Tema film yang diproduksi dan film impor yang dihadirkan, ternyata harus mengikuti ritme politik di dalam negeri, yang memang waktu itu pada kesempatan waktu tertentu menjadikan politik sebagai panglima.
Namun demikian, segala aturan tentang perfilman masih saja mengikuti Ordonantie Film 1940, warisan penjajah Belanda. Di jaman Hindia Belanda, sudah ada Ordonantie yang dikeluarkan oleh Gebernur Jendral atas nama Ratu Belanda. Yaitu tahun 1916, 1917, 1920, 1922, 1925, 1926, 1930, Intinya semua Ordonantie tsb, bahwa film dalam peredarannya harus diatur dan sebelum diedarkan ke masyarakat harus di sensor terlebih dahulu oleh lembaga penyensor yang dibentuk oleh pemerintah.
Sungguh menggembirakan, bahwa pemerintah dan masyarakat perfilman , menyadari  bahwa di alam kemerdekaan yang sudah kita capai dengan susah payah, ternyata urusan perfilman belum ada yang mengatur sesuai dengan alam kepentingan bangsa Indonesia. Kesadaran ini membawa kesibukan pada Departemen Penerangan Republik Indonesia serta DPR RI. Mereka berpasangan untuk membicarakan aturan aturan di dunia perfilman. Akhirnya menelorkan Undang Undang RI Nomor 8 Tahun 1992, Tentang Perfilman. Disinilah pengertian film atau definisi tentang film yang sesuai kesepakatan Pemerintah dan DPR RI, Yaitu pada pasal 1 ayat 1 dipermaklumkan, bahwa film adalah karya cipta seni budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video dan /atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya.
Setelah reformasi Undang undang No.8 Tahun 1992 dianggap tidak relevan lagi,maka dalam kesepakatan pemerintah dan DPR RI kembali menelorkan Undag Undang RI No.33 Tahun 2009. Dalam undang undang itu, pengertian film, sesuai pasal 1 ayat 1 diubah menjadi, film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan. (Budi Sampurno,IPJT,Makskom)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar