SDT.SASTRA.24
BUDI SAMPURNO.OKTB.1
BINAR YANG MEMUDAR DARI MATANYA.
Biasa
saya baca dulu judul-judul berita di Harian KOMPAS terbitan hari Minggu,
tanggal 2 Oktober 2022. Setelah saya anggap cukup, segera saya cari cerpen yang
di muat. Saya temukan di hal.11. Saya baca ccpat dan tuntas. Ini cerpen yang
bagus. Pesan moralnya kuat, tapi memang harus berpikir dahulu untuk bisa
mencerna makna dari cerpen tsb.
Di
tulis oleh sdr. RIZQI TURAMA, seorang dosen di Universitas Sriwijaya, kelahiran
Palembang 4 April 1990 ( huuu..masih muda sekali…). Th 2016 ikut workshop
cerpen di KOMPAS, serta memenangi lomba penulisan cerpen. Di lengkapi ilustrasi
oleh Sdr. MADE SOMADITA.
Secara
halus, sdr. RIZQI TURAMA membuka dengan rentetan kalimat-kalimat:
Dari
tiga anak Ibu, akulah satu-satunya anak yang gagal. Kakak pertama sudah jadi
manajer di sebuah perusahaan multinasional. Rumahnya besar dengan tiga mobil
mewah berjajar di garasi. Kakakku yang kedua bekerja di tambang minyak. Ia
pulang ke rumah sebulan sekali. Di saat itu ia hampir selalu membeli jam tangan
baru, ponsel baru, atau barang-barang baru lainnya.
Aku
sendiri bekerja di sebuah kantor pemerintah daerah yang di angkat sebagai
pegawai negeri bukan karena lulus tes, melainkan karena masa pengabdian yang
sudah terlalu lama. Meskipun begitu, Ibu selalu bilang, “ Jangan risau. Hal-hal
yang begitu bukan masalah bagi Ibu?”.
Ibu
yang kelihatannya bijak ini selalu membuat jadwal pertemuan dengan
anak-anaknya. Pertemuan rutin keluarga itu selalu diadakan. Dan disinilah sang
tokoh “aku” selalu merasakan rendah hati, minder bila dibandingkan dengan
kesuksesan kakak-kakaknya. Di tiap pertemuan keluarga, “aku” merasakan
perbedaan binar mata dan senyuman Ibu ketika menerima oleh-oleh dari
anak-anaknya. Digambarkan dalam cerpen itu pada alinea berikutnya :
Mungkin
cuma perasaanku saja, tapi aku melihat ekspresi Ibu tak sama ketika menerima
bawaan-bawaanku. Senyumnya tak penuh, raut cerianya meremang, dan binar pada
matanya memudar. Hal itu kecil memang, namun terasa benar membuat bisikan hantu
kegagalan semakin memberat ditengkukku. Sepertinya hal tersebut disadari oleh
Ibu yang sering menguatkan, “ Pemberian dari anak selalu membuat Ibu tua macam
aku merasa terharu. Apapun pemberian itu”.
Sampai di sini saya menduga cerita ini
pastilah ceritera kesedihan seorang anak diantara saudara, karena mungkin
pendidikannya kurang, nasibnya jelek, atau apalah…sehingga si “aku” menjadi
anak yang terpinggirkan dari dua saudaranya. Bukan terpinggirkan oleh ke dua
saudara kandungnya, tetapi juga oleh ibu kandungnya sendiri. Terpinggirkan
karena ke dua saudaranya dalam jabatan kerjanya serta kemapanan materialnya
sangat jauh unggul dari si “aku”. Namun perjalanan hidup seseorang tidaklah
tergantung pada tingginya pendidikan, tetapi pasti ada “sesuatu” yang
mengaturnya.
Waktu
berjalan terus dan “aku” mendapat kepercayaan dari Kepala Kantor, di angkat
menjadi Sekretaris Kantor. Digambarkan oleh RIZQI TURAMA yang dikaitkan dengan
situasi dan kondisi keluarga Ibu:
Entah karena bagusnya pekerjaan yang
dilakukan atau atau karena memang tidak ada orang lain, aku di angkat menjadi
sekretaris kantor. Sesuatu yang membanggakan. Aku langsung menceritakannya
kepada Ibu pada saat pertemuan rutin. Senyum wanita itu mengembang
mendengarnya. Hatiku bungah. Dibelainya kepalaku. ”Berarti sudah makin pandai
kau cari uang?”, Aku tertegun mendengar
ucapan Ibu.
Dalam pertemuan rutin keluarga,
tiba-tiba, anak pertama bertanya.
Rupanya dia tahu siatuasi kota dan kantor tempat “aku” bekerja :
“Walikota
masih yang lama?”, kakakku yang pertama tiba-tiba buka suara.
Aku
jawab dengan anggukan kepala.
“Susah
kalau masih dia. Semua orang juga tahu dia tertarik cuma pada olahraga. Dinas
Tata Kota nggak akan di lirik. Kau baru bisa berharap kalau Walikota sudah ganti”.
Sepertinya
yang dipertanyakan dan dinyatakan kakaknya itu benar:
Selang
beberapa waktu, Kepala Kantor kami tiba-tiba di ganti dengan orang baru. Dalam
waktu satu tahun ia sudah bisa membali mobil baru. Di tahun berikutnya ia
mengajak keluarganya liburan keluar negeri. Sementara sebagai sekretarisnya aku
tetap begini-begini saja.
Lalu
di tahun ke tiga si Kepala Kantor pergi berangkat umroh sekeluarga dan “aku”
ditunjuk sebagai PLT atau Pelaksana Tugas Harian. Sebelum berangkat si Kepala
Kantor berujar pelan “ Kerjamu selama ini bagus, tapi jangan berpikir
macam-macam selama aku pergi “.
Sdr.
RIZQI TUMARA melanjutkan, bahwa seminggu setelah kepergian umroh, turun
instruksi dadakan dari Walikota untuk melakukan pengadaan barang terkait
perbaikan total terhadap taman kota yang ada di daerah Selatan. Instruksi itu
bersifat segera dan urgen. Maka “aku” harus berperan sepenuhnya karena sebagai
Pelaksana Tugas.
Sebagai
Pelaksana Tugas, ujian langsung datang, Ketika pengumuman pengadaan barang
resmi diumumkan dan hanya dalam hitungan jam, seorang datang lalu duduk di
kursi di hadapan “aku”. Wajahnya ramah meskipun senyumnya terlihat dipaksakan
dan berkata “Kuharap kau bisa bekerja sama dengan kami seperti Pak Kepala
Kantor. Lalu menyorongkan segebok uang merah dan sebuah kunci mobil. Lalu dia
mengajak melihat jendela dan dari jendela itu terlihat sebuah Fortuner berwarna
putih bersih. Pelatnya juga putih. Kursi-kursi di dalam mobil itu masih
terbungkus plastik bening. Dikatakan lagi “ Ini semua untukmu. Bukan untuk pak
Kepala Kantor seperti biasa”, sambil mengeluarkan sebuah kartu nama, “ tetapi
ingat nama ini untuk lelang nanti”. “ Kami memang memberi sedikit lebih banyak
di banding yang biasa kami berikan pada Pak Kepala Kantor karena ini salam
perkenalan untukmu. Ambillah!”.
Cerpen
ini di tutup oleh sdr.RIZQI TURAMA dengan manisnya:
Untuk pertama kali setelah sekian tahun,
aku merasa tak ada beban ketika jadwal rutin berkumpul di rumah Ibu tiba. Tak
ada mobil baru. Tak ada uang yang banyak. Tak ada perhiasan mewah. Senyum Ibu
tetap tak penuh. Keceriaannya tetap meremang. Binar matanya tetap pudar melihat
bawaanku yang tak lebih dari martabak manis. Tak ada apapun yang berubah kecuali perasaan di dalam dadaku. Aku tidak
lagi merasa sebagai orang gagal kali ini. Hantu yang memberati tengkukku telah
menguap. Ia menghilang, seperti senyuman lelaki itu ketika meninggalkan
ruanganku.
Bagi
saya, manis sekali kalimat penutup cerpen ini. Yang bisa disimpulkan, bahwa
tokoh “aku’ telah menang dalam godaan setan suap. Meskipun disodori segebog
uang merah dan sebuah mobil baru Fortuner. “ aku” telah berhasil mengatasi
dengan sempurna godaan suap yang sangat menggiurkan. Namun yang disayangkan,
adalah sikap sang Ibu yang tetap binarnya pudar dari matanya. Karakter orang
memang berbeda-beda. Karakter si “aku” sangat kuat. Karakter sang Ibu, lemah.
(BUDI SAMPURNO.Mak’skom.IPJT.3.10.2022)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar