SDT.SASTRA.33
BUDI
SANPURNO.NOP.1
KAWA BUNUH DIRI ( CUMBU ULAR )
Kali ini Harian KOMPAS, Minggu, 12 Nopember 2023, memuat cerpen karya RISDA NUR WIDIA, yang saat sekarang sedang menempuh pendidikan doktor di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di UNY.
Cerpen
di buka dengan “ Kawa berlari seperti babi betina yang panik di kejar
harimau. Rimbun semak berduri hutan Soe
ia terjang dengan badan bergetar. Gadis berambut ikal itu tidak memedulikan
luka-luka kecil yang menerpa kulit sawo matangnya hingga darah merekah
menghiasi kedua tangan kakinya.
Dan
di bawah cahaya bulan yang perak, tubuhnya sudah menjelma menjadi angin yang
tidak dapat dihentikan oleh apapun. Malam itu Kawa berusaha lari sejauh
mungkin dari kejaran anak buah ahelet
untuk menjadikannya sifon’
Membaca
pembukaan, saya menduga, ini cerita tragis seorang gadis. Dan memang benar
setelah saya ikuti alur yang mengalir ciptaan RISDA NUR WIDIA. Kawa gadis cantik itu di taksir secara kasar untuk dijadikan isteri
kedua, oleh Balene seorang ana’tobe (orang yang memiliki kedudukan
setingkat lurah ).
Di
desa Kawa sedang terjadi paceklik akibat tanaman jagung dihabisi tikus dan
hujan juga tidak turun-turun, meskipun sudah diadakan upacara toit ulan ( upacara
memohon turun hujan). Sampai tiga bulan hujan tidak turun. Maka,
Maveva (Kepala Adat) berkata : Desa nie butuh tumbal sifon”. Tandas Maveva
saat rapat besar desa. “ Tapi tu sulit dilakukan karena trada orang mau”. Semua warga Tunbaba tampak diam. Mereka tahu,
bahwa mencari sifon sangatlah sulit di desa. Apalagi syarat seorang sifon haruslah
seorang wanita perawan yang belum pernah tidur dengan seorang pria. Karena hal itu tidak ada wanita muda yang
bersedia dijadikan sifon. Mereka tak ingin merelakan keperawanan dan kehidupan
masa mudanya pada laki-laki yang tidak dicintai.
Mendengar
berita itu, Balene merasa memperoleh kesempatan. Datanglah Balene ke papanya
Kawa.
“
So mo beli ko pu anak” tandas Balene. “Sa kasi ko harga mahal”
Papa
Kawa sempat marah karena tawaran Balene. Namun Balene tidak kehabisan akal.
Selain menawarkan uang yang jumlahnya banyak, Balene menjelaskan, bahwa papa
Kawa akan menyelamatkan penduduk desa
bila mau menjual anaknya sebagai sifon”
Akhirnya
papa Kawa menyetujui. Kawa marah besar kepada papanya yang mau dan sudi menjual
Kawa untuk dijadikan sifon. Apalagi Balene pernah menembak sampai mati pemuda
pacarnya Kawa.
Kawa
di seret ke sungai untuk ikut menyaksikan ritual nain fatu untuk menguji kejujuran
Balene beserta keluarganya. Kawa yang ikut menyaksikan ritual itu memberontak
mengerahkan seluruh tenaganya untuk melarikan diri. Malamnya, kesempatan
memihak Kawa dan berhasil melarikan diri ke hutan Soe. Balene serta anak
buahnya mengejar masuk hutan yang gelab malam.
Cerpen
ini di tutup oleh RISDA NUR WIDIA dengan manisnya. Dan di tengah rasa
frustasinya, Kawa melihat seekor ular kobra menjorokan kepalanya.
“
Ko hancur sa pu hidup!”, teriak Kawa histeris.
Suara
Kawa terdengar oleh orang suruhan ahelet. Merekapun segera tahu persembunyian
Kawa.. Sayangnya, sebelum mereka
menangkapnya, Kawa sudah lebih
dahulu mencium ular itu berulng-kali hingga racun menyebar keseluruh tubuh
Kalimat
penutup itulah yang saya simpulkan, bahwa Kawa bunuh diri demi harga dirinya.
Saya lancar membaca, dan sungguh menikmati cerpen karya RISDA NUR WIDIA (BUDI
SAMPURNO.Mak’skom.IPJT.13.Nop.2023)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar