Senin, 13 November 2023

 

SDT.SASTRA.33

BUDI SANPURNO.NOP.1



KAWA BUNUH DIRI ( CUMBU ULAR )

Kali ini Harian KOMPAS, Minggu, 12 Nopember 2023, memuat cerpen karya RISDA NUR WIDIA, yang saat sekarang sedang menempuh pendidikan doktor di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di UNY.

Cerpen di buka dengan “ Kawa berlari seperti babi betina yang panik di kejar harimau. Rimbun semak berduri  hutan Soe ia terjang dengan badan bergetar. Gadis berambut ikal itu tidak memedulikan luka-luka kecil yang menerpa kulit sawo matangnya hingga darah merekah menghiasi kedua tangan kakinya.

Dan di bawah cahaya bulan yang perak, tubuhnya sudah menjelma menjadi angin yang tidak dapat dihentikan oleh apapun. Malam itu Kawa berusaha lari sejauh mungkin  dari kejaran anak buah ahelet untuk menjadikannya sifon’

Membaca pembukaan, saya menduga, ini cerita tragis seorang gadis. Dan memang benar setelah saya ikuti alur yang mengalir ciptaan RISDA NUR WIDIA.  Kawa gadis cantik itu  di taksir secara kasar untuk dijadikan isteri kedua, oleh Balene seorang ana’tobe (orang yang memiliki kedudukan setingkat lurah ).

Di desa Kawa sedang terjadi paceklik akibat tanaman jagung dihabisi tikus dan hujan juga tidak turun-turun, meskipun sudah diadakan upacara toit ulan ( upacara memohon turun hujan). Sampai tiga bulan hujan tidak turun. Maka, Maveva (Kepala Adat) berkata : Desa nie butuh tumbal sifon”. Tandas Maveva saat rapat besar desa. “ Tapi tu sulit dilakukan karena  trada orang mau”.  Semua warga Tunbaba tampak diam. Mereka tahu, bahwa mencari sifon sangatlah sulit di desa. Apalagi syarat seorang sifon haruslah seorang wanita perawan yang belum pernah tidur dengan seorang pria.  Karena hal itu tidak ada wanita muda yang bersedia dijadikan sifon. Mereka tak ingin merelakan keperawanan dan kehidupan masa mudanya pada laki-laki yang tidak dicintai.

Mendengar berita itu, Balene merasa memperoleh kesempatan. Datanglah Balene ke papanya Kawa.

“ So mo beli ko pu anak” tandas Balene. “Sa kasi ko harga mahal”

Papa Kawa sempat marah karena tawaran Balene. Namun Balene tidak kehabisan akal. Selain menawarkan uang yang jumlahnya banyak, Balene menjelaskan, bahwa papa Kawa akan menyelamatkan penduduk desa  bila mau menjual anaknya sebagai sifon”

Akhirnya papa Kawa menyetujui. Kawa marah besar kepada papanya yang mau dan sudi menjual Kawa untuk dijadikan sifon. Apalagi Balene pernah menembak sampai mati pemuda pacarnya Kawa.

Kawa di seret ke sungai untuk ikut menyaksikan ritual nain fatu untuk menguji kejujuran Balene beserta keluarganya. Kawa yang ikut menyaksikan ritual itu memberontak mengerahkan seluruh tenaganya untuk melarikan diri. Malamnya, kesempatan memihak Kawa dan berhasil melarikan diri ke hutan Soe. Balene serta anak buahnya mengejar masuk hutan yang gelab malam.

Cerpen ini di tutup oleh RISDA NUR WIDIA dengan manisnya. Dan di tengah rasa frustasinya, Kawa melihat seekor ular kobra menjorokan kepalanya.

“ Ko hancur sa pu hidup!”, teriak Kawa histeris.

Suara Kawa terdengar oleh orang suruhan ahelet. Merekapun segera tahu persembunyian Kawa.. Sayangnya, sebelum mereka  menangkapnya,  Kawa sudah lebih dahulu mencium ular itu berulng-kali hingga racun menyebar keseluruh tubuh

Kalimat penutup itulah yang saya simpulkan, bahwa Kawa bunuh diri demi harga dirinya.

Saya lancar membaca, dan sungguh menikmati cerpen  karya RISDA NUR WIDIA (BUDI SAMPURNO.Mak’skom.IPJT.13.Nop.2023)

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar