SDT.SASTRA.37
BUDI SAMPURNO.NOP.2
Saya agak gemes membaca cerpen Harian
KOMPAS, Minggu tgl 17 Nopember 2024. Judulnya “KONSER BORU NARITIK“, karya
YESSY SINUBULAN.
Cerpen ini menceritakan gambaran hubungan
rumah sakit dengan pasien dan keluarga pasien. Ada pasien, yaitu Pak Gabe
seorang eksportir sayur dan buah di kota Medan. Wajahnya tampan, bertahun-tahun
menjadi langganan cuci darah di-rumah sakit tsb. Mak Gabe, isterinya selalu
setia menunggui kalau suaminya sedang cuci darah, dan selalu berusaha, agar
suaminya dilayani dengan baik oleh para perawat.
“Mak Gabe sedang menyogok perawat
dengan lima bungkus besar kopi ketika di
halaman rumah sakit sedang sibuk persiapan konser musik”.
“Nina, perawat yang sudah berbulan-bulan
mengenal Mak Gabe dan suaminya karena bolak balik cuci darah, cepat-cepat
menarik bubuk kopi itu dan menyimpannya ke-dalam ruangan. Dia dan teman temannya
sudah sering menerima makan siang, burger, bika ambon, sampai bahan kebaya”.
Ketika Mak Gabe datang di rumah sakit,
di-halaman depan terlihat orang-orang sibuk bekerja. Kata perawat, malam nanti
akan ada konser musik. Mengherankan memang, di rumah sakit akan ada malam
konser musik, apakah tidak mengganggu ketenangan para pasien. Dan ternyata
sudah ada ibu-ibu mendatangi meja perawat melakukan protes.
“ Ini rumah sakit mahal, lo. Rumah sakit
berkelas di Kota Medan ini. Bisa-bisanya pula ada konser biduan?, seru salah
satu ibu-ibu sambil melempar brosur kearah meja Nina. Suami saya itu punya
penyakit jantung, nah itu sound-nya mengarah ke poli jatung, udah gila kalian,
sambung yang lain”.
Perawat Magaret menyarankan agar ibu-ibu
itu menemui pihak manajemen Rumah Sakit. Karena para perawat tidak mengetahui
prosesnya, yang diketahui hanya katanya ada pejabat yang jadi donator.
“ Mana sini manajernya?. Nggak terima aku.
Udah bayar mahal-mahal, masa ada ginian. Ini rumah sakit, bukan lapo tuak,”kata
ibu-ibu yang lain”
Pihak manajemen memahami protes ibu-ibu
tsb. dan mengalihkan lokasi konser, meskipun masih berada di-halaman Rumah
Sakit. Dan segera memberikan penjelasan.
“ Tenang-tenang, kita sudah dapat solusi
dari permasalahan ini. Karena tidak mungkin dibatalkan, maka konser musik akan
kita pindahkan ke belakang. Di depan poli THT. Teman-teman tuli sudah setuju
dan sama sekali tidak merasa terganggu.
Sementara pasien normal yang benar-benar tidak ingin terganggu boleh meminta
obat tidur lebih awal dari pada masing-masing perawat yang bertugas. Demikian
disampaikan dan harap maklum”.
Begitu tahu akan ada konser musik malam
nanti dan penyanyinya yang di-undang adalah Boru Naritik, Mak Gabe lalu
langsung lari-lari ke ruangan suaminya. Pak Gabe kaget dan sedikit marah,
tetapi setelah isterinya memberi tahu, bahwa nanti malam ada konser musik dan
biduan yang di-undang mengisi acara adalah Boru Naritik, marahnya langsung
pudar, bibirnya tersungging senyum bahagia.
Ternyata Pak Gabe dan Mak Gabe itu sudah
sangat kenal betul dengan penyanyi Boru Naritik.
“Mak Gabe ingat, dulu ia sering
mengantarkan suaminya karaokean bersama Boru Naritik. Sepanjang karaoke
berlangsung, Mak Gabe akan duduk di ruang tunggu. Kadang ia supper sibuk kalau
Pak Gabe tiba-tiba memintanya membelikan sesuatu yang tidak disediakan di
tempat karaoke”.
“Para pegawai disana sudah sering melihat
Mak Gabe menunggu dan Mak Gabe lalu terbiasa menyogok mereka untuk menyediakan
ini dan itu”.
Namun, Boru Naritik tiba-tiba menghilang
dari tempat karaoke. Pak Gabe jadi patah hati sampai berbulan-bulan. Biduan
lain tak bisa menggantikan kedudukan Boru Naritik di hati Pak Gabe. Konser
musik di Rumah Sakit, sesuai rencana malam itu tetap diselenggarakan. Sesuai
janji pihak manajemen, lokasinya dipindahkan di-depan klinik THT.
“Konser malam itu berlangsung meriah
didepan klinik THT. Benar kata manajemen
rumah sakit, para pasien tuli tidak keberatan sama sekali dengan konser itu.
Lagi pula poli THT agak jauh dari poli lainnya”.
Malam itu, banyak ibu-ibu mencemberuti
penampilan Boru Naritik yang berkostum baju merah ketat, sambil meliuk-liuk di-
atas panggung seperti selang cuci darah. Pak Gabe justru sangat menikmatinya.
YESSY SINUBULAN menutup cerpennya dengan menggambarkan Pak Gabe benar-benar
menikmati penampilan Boru Naritik selingkuhannya dulu, yang sudah
berbulan-bulan menghilang.
“ Asoyy”, kata Pak Gabe dari kursi
rodanya, bahagia tak terbendung. Kalau Boru Naritik bisa dijadikan kapsul
penstabil gula darah, pasti beliau yang pertama kali mengeluarkan kocek untuk
membelinya”.
Saya lancar membaca cerpen ini, tapi tidak
menemukan titik moral baik apa yang mau disampaikan YESSY SINUBULAN. Pak Gabe
berselingkuh dengan biduan, isteriya diam saja dan malah menunggui dengan sabar
di tempat karaoke. Dia tukang sogok demi kepentingannya. Di rumah sakit nyogok
perawat dan perawat mau. Di tempat karaoke nyogok petugas karaoke. Rumah sakit
yang seharusnya memberikan ketenangan kepada para pasiennya, malah membuat
konser musik. Memindahkan lokasi konser musik justru didekat Poli THT dan mempermainkan ketulian para pasien. Gemes saya.(BUDI SAMPURNO. Mak’skom.IPJT.25.11.2024)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar