Selasa, 26 November 2024

 


 

SDT.SASTRA.37

BUDI SAMPURNO.NOP.2

 MAK GABE SI TUKANG SOGOK.

Saya agak gemes membaca cerpen Harian KOMPAS, Minggu tgl 17 Nopember 2024. Judulnya “KONSER BORU NARITIK“, karya YESSY SINUBULAN.

Cerpen ini menceritakan gambaran hubungan rumah sakit dengan pasien dan keluarga pasien. Ada pasien, yaitu Pak Gabe seorang eksportir sayur dan buah di kota Medan. Wajahnya tampan, bertahun-tahun menjadi langganan cuci darah di-rumah sakit tsb. Mak Gabe, isterinya selalu setia menunggui kalau suaminya sedang cuci darah, dan selalu berusaha, agar suaminya dilayani dengan baik oleh para perawat.

“Mak Gabe sedang menyogok perawat dengan  lima bungkus besar kopi ketika di halaman rumah sakit sedang sibuk persiapan konser musik”.

“Nina, perawat yang sudah berbulan-bulan mengenal Mak Gabe dan suaminya karena bolak balik cuci darah, cepat-cepat menarik bubuk kopi itu dan menyimpannya ke-dalam ruangan. Dia dan teman temannya sudah sering menerima makan siang, burger, bika ambon, sampai bahan kebaya”.

Ketika Mak Gabe datang di rumah sakit, di-halaman depan terlihat orang-orang sibuk bekerja. Kata perawat, malam nanti akan ada konser musik. Mengherankan memang, di rumah sakit akan ada malam konser musik, apakah tidak mengganggu ketenangan para pasien. Dan ternyata sudah ada ibu-ibu mendatangi meja perawat melakukan protes.

“ Ini rumah sakit mahal, lo. Rumah sakit berkelas di Kota Medan ini. Bisa-bisanya pula ada konser biduan?, seru salah satu ibu-ibu sambil melempar brosur kearah meja Nina. Suami saya itu punya penyakit jantung, nah itu sound-nya mengarah ke poli jatung, udah gila kalian, sambung yang lain”.

Perawat Magaret menyarankan agar ibu-ibu itu menemui pihak manajemen Rumah Sakit. Karena para perawat tidak mengetahui prosesnya, yang diketahui hanya katanya ada pejabat yang jadi donator.

“ Mana sini manajernya?. Nggak terima aku. Udah bayar mahal-mahal, masa ada ginian. Ini rumah sakit, bukan lapo tuak,”kata ibu-ibu yang lain”

Pihak manajemen memahami protes ibu-ibu tsb. dan mengalihkan lokasi konser, meskipun masih berada di-halaman Rumah Sakit. Dan segera memberikan penjelasan.

“ Tenang-tenang, kita sudah dapat solusi dari permasalahan ini. Karena tidak mungkin dibatalkan, maka konser musik akan kita pindahkan ke belakang. Di depan poli THT. Teman-teman tuli sudah setuju dan sama sekali tidak  merasa terganggu. Sementara pasien normal yang benar-benar tidak ingin terganggu boleh meminta obat tidur lebih awal dari pada masing-masing perawat yang bertugas. Demikian disampaikan dan harap maklum”.

Begitu tahu akan ada konser musik malam nanti dan penyanyinya yang di-undang adalah Boru Naritik, Mak Gabe lalu langsung lari-lari ke ruangan suaminya. Pak Gabe kaget dan sedikit marah, tetapi setelah isterinya memberi tahu, bahwa nanti malam ada konser musik dan biduan yang di-undang mengisi acara adalah Boru Naritik, marahnya langsung pudar, bibirnya tersungging senyum bahagia.

Ternyata Pak Gabe dan Mak Gabe itu sudah sangat kenal betul dengan penyanyi Boru Naritik.

“Mak Gabe ingat, dulu ia sering mengantarkan suaminya karaokean bersama Boru Naritik. Sepanjang karaoke berlangsung, Mak Gabe akan duduk di ruang tunggu. Kadang ia supper sibuk kalau Pak Gabe tiba-tiba memintanya membelikan sesuatu yang tidak disediakan di tempat karaoke”.

“Para pegawai disana sudah sering melihat Mak Gabe menunggu dan Mak Gabe lalu terbiasa menyogok mereka untuk menyediakan ini dan itu”.

Namun, Boru Naritik tiba-tiba menghilang dari tempat karaoke. Pak Gabe jadi patah hati sampai berbulan-bulan. Biduan lain tak bisa menggantikan kedudukan Boru Naritik di hati Pak Gabe. Konser musik di Rumah Sakit, sesuai rencana malam itu tetap diselenggarakan. Sesuai janji pihak manajemen, lokasinya dipindahkan di-depan klinik THT.

“Konser malam itu berlangsung meriah didepan klinik THT. Benar kata  manajemen rumah sakit, para pasien tuli tidak keberatan sama sekali dengan konser itu. Lagi pula poli THT agak jauh dari poli lainnya”.

Malam itu, banyak ibu-ibu mencemberuti penampilan Boru Naritik yang berkostum baju merah ketat, sambil meliuk-liuk di- atas panggung seperti selang cuci darah. Pak Gabe justru sangat menikmatinya. YESSY SINUBULAN menutup cerpennya dengan menggambarkan Pak Gabe benar-benar menikmati penampilan Boru Naritik selingkuhannya dulu, yang sudah berbulan-bulan menghilang.

“ Asoyy”, kata Pak Gabe dari kursi rodanya, bahagia tak terbendung. Kalau Boru Naritik bisa dijadikan kapsul penstabil gula darah, pasti beliau yang pertama kali mengeluarkan kocek untuk membelinya”.

Saya lancar membaca cerpen ini, tapi tidak menemukan titik moral baik apa yang mau disampaikan YESSY SINUBULAN. Pak Gabe berselingkuh dengan biduan, isteriya diam saja dan malah menunggui dengan sabar di tempat karaoke. Dia tukang sogok demi kepentingannya. Di rumah sakit nyogok perawat dan perawat mau. Di tempat karaoke nyogok petugas karaoke. Rumah sakit yang seharusnya memberikan ketenangan kepada para pasiennya, malah membuat konser musik. Memindahkan lokasi konser musik justru didekat Poli THT dan mempermainkan  ketulian para pasien. Gemes saya.(BUDI SAMPURNO. Mak’skom.IPJT.25.11.2024)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar