Kamis, 11 Agustus 2016

PEMBAHASAN PERAMPINGAN SKPD.

DPRD Jawa Timur, Komisi A  meminta perpanjangan pembahasan Perda perampingan tentang Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai UU 23/2014 dan juga PP 18/2016 sampai akhir September 2016. Wakil Ketua Komisi A DPRD Jatim, Miftahul Ulum, mengatakan, bahwa  semestinya target akhir Agustus sudah selesai, tapi karena ada persepsi yang perlu ditindaklanjuti dan dibahas internal komisi A, maka kami minta perpanjangan waktu sampai pertengahan September 2016. Dan apabila pertengahan September selesai maka pembahasan APBD 2017 dapat berjalan dengan baik. Dikatakan pula, bahwa  saat ini pembahasan perampingan SKPD sudah berjalan 80 persen. Namun saat  membahas nomenklatur  masih tarik ulur antara pihak eksekutif dan legeslatif, Diantaranya Urusan Pekerjaan Umum dan Pertanian. Dimana untuk Pekerjaan Umum  di Pusat seperti Bina Marga, Pengairan, dan Cipta Karya disatukan, yaitu PU dan Tata Ruang.  Sementara draf yang diajukan Pemprov masih muncul tiga dinas berdiri sendiri PU Binamarga, Cipta Karya dan Pengairan, Sedangkan untuk Dinas Pertanian, Pemprov minta berdiri sendiri. Untuk Dinas Peternakan dan Ketahanan Pangan dijadikan satu. "Nah ini yang membuat pihak komisi A terus melakukan konsultasi ke Pemerintah Pusat dan Kementerian terkait dan selanjutnya dilakukan pembahasan internal," ujarnya.
Sementara itu Gubernur Jatim, H. Soekarwo mengatakan, bahwa perampingan SKPD ini dimaksudkan untuk efisiensi kerja dan penganggaran. Namun, sejak awal pihak Pemprov Jatim  kurang setuju dengan tujuan tersebut. "Lembaga itu pemerintah yang penting efesien, kan gak nyari untung, yang penting manfaatnya memberikan pelayanan kepada masyarakat," tegas Gubernur.

 Namun demikian, pihaknya akan tetap mengikuti ketentuan Pemerintah Pusat, namun harus ada yang disesuaikan dengan kepentingan daerah. (KominfoJatim,Makskom,IPJT)


Rabu, 10 Agustus 2016

FILM DAN SETAN
Setan adalah roh jahat yang selalu menggoda manusia supaya berbuat jahat. Itu menurut Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar, diterbitkan oleh Badan Pngembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, th 2011, hal 494.  Film  yang terdiri dari gambar gambar dan dilengkapi dengan suara sebagai hasil rekaman kamera, serta kalau diproyeksikan menimbulkan gambar bergerak seperti benar benar hidup, pastilah membawa pengaruh positif ataupun negativ Gambarnya yang menarik, ceriteranya yang menarik, bintangnya yang menarik dapat membuat orang lupa segalanya. Pelajar jadi malas belajar, ibu ibu berhenti memasak, hanya karena acara televisi menayangkan film yang menarik baginya. Fenomena film percintaan remaja, baik film produksi luar negeri atau produksi dalam negeri banyak menginspirasi anak anak muda untuk meniru dalam bercinta. Dan bahkan kebablasan sampai sampai diluar batas kesusilaan. Seorang anak terjun dari lantai tingkat tinggi karena hanya ingin meniru adegan dari film Superman. Anak Kampung Selatan berantem dengan anak Kampng Utara gara gara gadis idola di Kampung Selatan  diajak nonton bareng sama pemuda Kampung Utara.
Moral anak anak muda maupun moral orang orang tua menjadi lentur karena mereka dicekoki terus menerus adegan adegan yang dulunya merupakan hal tabu, namun sekarang menjadi hal yang dianggap biasa. Etika masyarakat menjadi luntur dikatakan karena mereka menjadi terbiasa dengan hal hal diluar etika, gara gara pengaruh negativ dari barang yang diberi nama film.
Itulah sebabnya sejak jaman Hidia Belanda sampai sekarang, pemerintah menetapkan aturan, bahwa film hanya diperbolehkan ditayangkan di depan publik kalau sudah dinyatakan lulus sensor oleh lembaga yang berwenang, Yaitu Lembaga Sensor Film. Terakhir melalui Undang Undang RI Nomor 33 Tahun 2009. Tentang Perfilman.
Itulah sebabnya ada orang orang yang mengatakan, bahwa film itu adalah sama dengan  setan, yang siap setiap saat menggoda siapapun yang “lengah”
Benarkah demikian?!. Memang ada benarnya tetapi ada juga tidak benarnya.(Budi Sampurno,Makskom,IPJT)


Kamis, 04 Agustus 2016

PENDIDIKAN DAN FILM
Pendidikan menurut Kamus Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Edisi ke IV, Departemen Pendidikan Nasional yang diterbitkan oleh PT.Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2008 di halaman 534 disebutkan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Hal ini berarti, bahwa pendidikan itu tidak hanya yang dilakukan di bangku bangku sekolah, tetapi pendidikan dapat terjadi dimana mana dan kapanpun. Sejalan dengan Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada halaman 97 disebutkan , bahwa pendidikan formal adalah bentuk pendidikan yang diberikan secara teratur (terorganisir) dan berjenjang, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Disamping itu disebutkan pula, bahwa pendidikan juga bisa dalam bentuk informal yaitu pendidikan dalam keluarga atau masyarakat yang tidak terorganisir. Artinya, bahwa pendidkan itu dapat langsung dari para pendidik atau dapat pula terlaksana melalui media massa. Media massa yang sangat memungkinkan adalah media film, karena sifatnya yang realistis, dapat langsung memberi contoh contoh melalui gambar bergerak dan didukung dengan islustrasi suara dan musik. Sehingga apa yang disajikan dapat berkesan lama pada siapapun yang melihat media film tersebut.
A.Margijo Mangunhardjana, SJ, dalam bukunya Mengenal Film yang diterbitkan Yayasan Kanisius Yogyakarta th 1976 pada halaman 21 menyebutkan, bahwa gambar gambar dalam film bukanlah sekedar reproduksi gambar dari obyek obyek yang diambil melalui kamera. Nilainya tidak diukur menurut tepat tidaknya gambar itu dengan obyeknya, melainkan diukur dari kemampuan untuk menyampaikan makna dari obyek itu
Dalam buku yang sama pada halaman 95, disebutkan bahwa warna mempertajam pengelihatan kita penonton pada obyek yang ada dilayar. Sebab dengan warna itu obyek menjadi jelas bagian bagainnya. Sewaktu kita menikmati obyek yang berwarna dilayar, kita tidak hanya sadar akan bagian bagaian dari obyek yang disajikan itu, melainkan juga menjadi sadar akan arti warna pada umumnya. Dalam kehidupan sehari hari tidak setiap obyek yang berwarna lekas menarik dan menahan perhatian kita. Tetapi obyek obyek yang berwarna itu menjadi sangat mengesan bila disajikan dilayar.
A.Margijo juga mengatakan pada halaman 74, bahwa    suara suara yang paling lembut, yang dalam kehidupan sehari hari kurang diperhatikan orang, bisa menjadi penting dalam film. Penonton dipaksa untuk mendengarkan suara suara yang dikehendaki oleh pembuat film.
Seperti disebutkan diatas, bahwa film merupakan realitas yang ada dimasyarakat, peristiwa peristiwa dimasyarakat tercermin didalam film. Dengan demikian maka seseorang atau sekelompok orang yang menonton film dapat memetik pengetahuan dari film tersebut. Pengetahuan yang bertambah luas menandakan dari sisi pendidikan juga meningkat.(Budi Sampurno,Makskom,IPJT)