SDT. NGOBROL.20.
BUDI SAMPURNO.Jan.1
NGOBROL
ETIKA KEKUASAAN
Hujan belum juga
berhenti. Wagiarti masih di kamar. Sesekali matanya melirik jendela kaca yang
menerawangkan hujan. Langit masih gelap. Wagiman belum juga datang. Sudah
hampir jam 9.00 malam. Wagiarti berkali-kali memegang TG, mau menghubungi
suaminya, tetapi selalu diurungkan. Tepat jam 9.35 malam, terdengar bunyi orang
membuka gembog pintu pagar. Di susul bunyi berderitnya pintu pagar di dorong. Wagiarti
bergegas mengambil kunci dan membukakan pintu ruang tamu. Terlihatlah sosok
Wagiman sambil menenteng payung. Gerimis masih menetes.
WAGIMAN : “ Maturnuwun
dibukakan pintunya”.
WAGIARTI : “ Maturnuwun-maturnuwun….pak..pak.
Kan sudah kewajiban isteri….”.
WAGIMAN : “ Maaf bu,
sampai malam rapatnya. Pak RT banyak bicara, banyak informasi yang
disampaikan”.
WAGIARTI : “ Ya, memang
RT kan gitu…tugasnya memberi informasi kepada warganya…..Supaya warganya tidak
ketinggalan informasi dengan program-program kampungnya, serta program-program
Pemda. Ayo…cuci tangan, cuci kaki, ganti baju. Saya buatkan wedang uwuh, biar
nggak kedinginan. Biar anget. Saya tunggu di ruang TV”.
Wagiman menyusul di ruang
TV. Duduk persis di sebelah kanan isterinya yang sedang menonton berita.
WAGIARTI : “
Ya…bagus…tangkap saja. Sudah jadi pejabat penting, pejabat publik nggak tahu
etika. Di panggil berkali-kali nggak datang. Ngakunya sakit…..eeee malah jajan
di restoran. Anggapannya KPK nggak punya gigi…!!. Ya tangkap, bawa ke Jakarta,
segera diadili. Biar kapok…!!”.
WAGIMAN : “ Nggak usah
emosi, bu… KPK sudah bekerja sesuai SOP-nya…”
WAGIARTI : “ Nggak emosi
gimana,pak. Wong jabatannya sudah tinggi…fasilitas pribadi sudah ada. Fasilitas
untuk keluarga, biasanya ndompleng juga. Kok masih berniat dan tega korupsi”.
WAGIMAN : “ Kalau nggak
gitu, kan dunia ngak rame, bu. Dunia itu memang sudah begitu…ada yang baik…ada
yang nggak baik. Ada positif, ada negativ”.
WAGIARTI : “ Saya
pingin…langsung di sidang…di adili….!”.
WAGIMAN : “ Ya nggak
begitu, bu. Dia itu sedang sakit. Makanya di rawat dulu di Rumah Sakit Gatot
Soebroto”. Setelah dinyatakan sembuh, oleh para dokter, baru bisa dihadapkan ke
Pengadilan”.
WAGIARTI : “ I ya . Harus
di berkas dulu di Kejaksaan Agung…Baru bisa di seret ke Pangadilan”.
WAGIMAN : : Nah itu paham….Kita tunggu….Bukan hanya
kita yang menunggu, tapi seluruh masyarakat kita”.
Ini termasuk kasus besar,
bu. Di samping keberaniannya menolak panggilan KPK. Sampai-sampai Ketua KPK datang
menemui, menjenguk mengechek apa benar-benar dia sakit”.
WAGIARTI: “ Yaaaa, sudah
kita tunggu saja, pak!. Asalkan rentetan prosesnya tidak ketemu mereka- mereka
yang miring-miring”.
WAGIMAN : “ Yang
miring-miring gimana sih, bu?”.
WAGIARTI : “
Yaaa….seperti bapak nggak tahu saja. Itu contohnya…Jaksa Pinanti. Hakim
Sudrajat Dimyati seorang Hakim Agung di Mahkamah Agung, dan banyak lagi. Itu
kan pejabat penegak hukum yang miring-miring”.
WAGIMAN : “ Mereka sedang
lupa, bu. Memang seharusnya para pejabat publik itu menjaga etika kekuasaan.
WAGIARTI : “ Pejabat
Publik itu apa saja pak?. Saya kok nggak paham”.
WAGIMAN : “ Pejabat
Publik itu..ya Gubernur, Bupati, Anggota DPR…terutama yang bisa menjabat karena
atas pilihan rakyat. Mereka tidak bisa jadi pejabat kalau tidak di pilih oleh
rakyat”.
WAGIARTI : “ Jadi mereka di
pilih oleh rakyat…makanya harus dekat dengan rakyat”.
WAGIARTI : “ Bukan hanya
dekat dengan rakyat, tetapi harus melakukan etika kekuasaan. Kekuasaannya itu
bukan untuk kepentingan pribadinya. Tetapi kekuasaannya itu diselenggarakan
untuk kemaslahatan umum, untuk kepentingan rakyat didaerahnya”.
WAGIARTI : “ Pinter
bapak!!. Jadi Pejabat Publik itu harus memperjuangkan rakyatnya. Dana-dana
yang digelontorkan oleh Pemerintah Pusat ataupun dana dari hasil daerahnya
sendiri harus dijabarkan, dipergunakan guna mensejahterakan rakyatnya. Jadi
nggak elok lah kalau di korupsi….!!!”. Gitu !!!”.
WAGIMAN : “ Lah…itu ibu juga pinter…”.
WAGIARTI : “ Kan saya isterinya bapak. Kalau
malam-malan sering diajari…Eee sudah malam pak. Itu wedang uwuhnya dihabisi.
Saya tunggu di kamar pak !!”.
WAGIMAN : “ Ya…ayo. Semoga kita nanti nggak mimpi
ketemu penegak hukum yang miring-miring, bu”.
Wagiarti melengos
tersenyum sambil berjalan berjinjit-jinjit masuk kamar. Wagiman meneguk habis
sisa wedang uwuh. Mengusap bibirnya dengan lengan kaosnya. Mematikan pesawat TV
, mematikan lampu ruang TV, membetulkan letak sarungnya dan bergegas menyusul
isterinya.(Budi Sampurno.Mak’skom.IPJT.14.2.23)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar