Sabtu, 05 November 2022

 

SDT.SASTRA.26

BUDI SAMPURNO.Nop.1


PILIHAN BAPAK : KELUARGA RUWET

Seperti biasa harian KOMPAS di hari Minggu pasti memuat cerita pendek. Kali ini karya ATTA VERIN yang di pilih, berjudul PILIHAN BAPAK. Di muat tgl 4 September 2022.  Penulis tinggal di Ponggok, Klaten, Jawa Tengah. Dan dibuatkan ilustrasi oleh THOMAS ARI KRISTIANTO, pengajar desain di ITS.

Cerpen di buka dengan pendahuluan: “ Kamu punya pilihan untuk membenciku seumur hidupmu atau tetap mencintaiku seperti saat kamu kecil dulu. Pesan singkat itu menjadi alasan aku memutuskan untuk mengunjunginya di penjara dua hari menjelang dia dieksekusi. Sebelumnya, aku tak mau bertemu dengannya meskipun dia mengiba-iba ingin memandangi wajah cucu-cucunya untuk terakhir kalinya “.

     Cerpen ini menjabarkan suatu keadaan satu keluarga yang ruwet. Ada bapak, ibu, dan empat orang anaknya. Paskal anak pertama, Sidik anak kedua, Widi anak ke tiga dan Jenar anak ke empat. Ibu dan ke empat anaknya digambarkan sangat membenci bapaknya dengan kadar kebencian yang berbeda-beda. Bapaknya di anggap sebagai pembunuh ibunya. Tercermin dalam kalimat yang disusun dengan apik oleh ATTA VERIN :

     Aku tak bisa memaafkan malam terkutuk  ketika Bapak membiarkan ibu merangkak ke dapur. Ibu sakit parah sehingga tak mampu berjalan sendiri dan waktu itu di rumah hanya ada Bapak. Rekaman CCTV rumah memperlihatkan Ibu memanggil-manggil Bapak di kamarnya—mungkin berteriak, tapi tentu saja CCTV tidak memunculkan suara apapun—dan Bapak tak juga keluar. Ibu lalu merangkak sendiri dari ranjangnya menuju dapur, mungkin untuk mengambil air minum. Sebelum sampai ke dapur, salah satu kakinya menabrak kaki penyangga TV di ruang tengah. Kotak pelantang yang besar dan berat itu jatuh tepat di kepala  Ibu.

     Di ruang gawat darurat Bapak menghampiri Ibu untuk membacakan Surat Yasin, tetapi Ibu hanya menatap wajah Bapak dengan sorot kebencian, lalu memalingkan wajah. Sampai akhir hayatnya, Ibu tak pernah memaafkan Bapak.

    Tiga bulan setelah kami menguburkan Ibu, Bapak di tangkap polisi karena membunuh seorang janda kaya. Berita di media massa menyebut Bapak sebagai pembunuh keji berdarah dingin. Bapak kemudian dijatuhi hukuman mati.

ATTA VERIN mempertunjukkan kebencian dengan kadar yang berbeda satu persatu anaknya kepada bapaknya sbb:

       Abang sulungku itu yang paling memusuhi Bapak setelah Ibu wafat. Dia berpikir Bapak sengaja tidak keluar kamar, sehingga ibu terpaksa merangkak dan kejatuhan pelantang suara yang menyebabkan kematiannya. Diantara kami berempat, hanya mas Pakal yang secara frontal menunjukkan kemarahannya.

“Bapak sudah lama tidak cinta lagi sama ibu. Bapak pasti punya simpanan. Gelagatnya jelas begitu. Bapak pasti sengaja membiarkan ibu merangkak”

Ketika mendengar Bapaknya mau di hukum tembak mati, Paskal pun berkata: “ Semoga tak langsung mati. Kuharap dia merasakan dulu kesakitan yang lebih sakit dari rasa sakit yang di derita ibu!”.

     Anak kedua, Sidik, melihat situasi dan kondisi orang tuanya hanya berkomentar : Kalau soal pisah kamar itu karena keduanya saling  tidak nyaman.  Bapak tidak nyaman tidur di kamar dekat pintu gerbang masuk yang menurutnya berisik. Sementara Ibu tak nyaman tidur di kamar yang gelap dan sunyi. Jadi bukan karena keduanya saling berkhianat.

     Anak terakhir, Jenar lain lagi. Dia pernah berkata:” Mbak tahu apa artinya lahir dari dua orang yang tak saling mencintai?. Artinya kita lahir hanya karena nafsu kebinatangan”. Lalu Jenar merobek foto Bapak dan Ibu yang di simpan dalam dompetnya. Dia lalu memasukkan potongan foto Ibu kembali ke dalam dompetnya. “ Aku tak akan pernah memaafkan Bapak!, katanya lagi.

    Widi anak perempuan yang ke tiga, ketika mendapat pesan singkat dari bapaknya kalau akan segera di hukum tembak mati, melalui HP petugas lapas, menyempatkan berkunjung ke lapas.

     Widi, anak perempuan yang ditokohkan dalam cerpen ini, menunggu di ruang tunggu lapas, dan keluarlah lelaki tua menghampirinya dengan kedua tangan terentang akan memeluk. Widi tidak meladeni, menghindar pelukan lelaki tua yang juga bapaknya.

Pembicaraan antara bapak dan anak, membuat saya sebagai pembaca, cukup terkejut. ATTA VERIN membuat puncak drama ceritera ini dengan menuliskan, sbb:

        “Bapak akan mati dua hari lagi. Ini kesempatan terakhir Bapak untuk berbicara kepadamu. Sampaikan apa yang bapak katakan ini kepada saudara-saudaramu, Nak…”.

Lelaki tua itu meneteskan air mata, tetapi tak terdengar isakan.

“ Ketika Paskal berusia tiga tahun, Bapak dan Ibu sempat berpisah. Kami tinggal di dua kota yang berbeda. Ibumu meninggalkan Bapak karena Bapak tidak  mau menjadi pegawai negeri seperti yang dia inginkan. Bapak malah ikut pertunjukkan keliling, menikmati kehidupan sebagai pemain kendang. Bapak menyukainya meskipun uangnya sedikit. Ibumu bertemu mantan kekasihnya, lalu mengandung Sidik. Tetapi, tiga bulan setelah kelahiran Sidik, mantan pacar ibumu itu meninggal karena kecelakaan…”.

     Aku tercekat. Ternyata Mas Sidik dan mas Paskal berbeda bapak. Tak ada yang mengetahuinya selama ini. Tiada satu gunjingan pun.

Ibumu kembali kepadaku, lalu aku bekerja di pabrik dan memawarisi kebun jeruk dari kakekmu. Tetapi, aku sulit memaafkan pengkhianatannya. Aku jadi sering bertengkar dengan ibumu. Kami berusaha memperbaiki keadaan. Kami berpikir mengadopsimu sejak bayi dari panti asuhan adalah salah satu cara untuk memperbaiki  hubungan kami. Aku selalu menginginkan anak perempuan.

     Kini aku merasa dunia disekitarku runtuh. Aku tak mampu mencerna semuanya dengan baik selain menelan kenyataaan bahwa aku sesungguhnya anak pungut di keluarga ini.

    “ Namun, Tuhan Maha Baik, Widi. Setelah kamu berumur dua tahun, ibumu mengandung adikmu. Aku mulai memaafkan ibumu dan merasa bahagia dengan ke empat anakku. Tetapi, ibumu berpikir lain. Dia mengira aku tak setia dan mencurigai perubahan sikapku. Dia berpikir aku mesra lagi karena aku telah membalas dendam dengan berselingkuh. Kami sering bertengkar lagi. Ibumu di sandera perasaan bersalahnya sendiri. Itu tak saja menghukum dirinya, tetapi juga menghukumku….”.

     Setelah dilaksanakan hukuman mati dengan di tembak, ke tiga anaknya tidak ada yang mau mengurusi pemakamannya. Jadi, Widi yang mengurusui semuanya.

Dipenutup cerpen ini, barulah ATTA VARIN membuka siapakah atau kena apa ibu mereka meninggal setelah tertimpa pelantang tv yang jatuh persis dikepalanya. Inilah penutup yang sekaligus menjawab kematian itu.

       Petugas lapas menyerahkan barang-barang pribadi Bapak di dalam kantong plastik hitam. Di dalamnya ada head-phone putih besar kado ulang tahun dariku sembilan tahun lalu. Aku memberi Bapak benda itu agar dia bisa mendengarkan musik kesukaannya tanpa membuat orang disekitarnya terganggu. Ibu tak menyukai musik jazz.

Di bagian dalam lengkungan putih headphone itu terbaca tulisan “Bapak sedang mendengarkan Chick Corea waktu ibumu memanggilku pada hari naas itu. Maafkan Bapak karena tak mendengar teriakan ibumu”.(BUDI SAMPURNO.Mak’skom.IPJT.5.11.2022)

 

 

 

 

 

1 komentar:

  1. Memang ruwet tapi mengharukan pada endingnya. Penulis pakai alur terbalik dg memunculkan serpihan-serpihan puzzle peristiwa yg mnjadi rahasia. Di situlah seninya. Akan beda kesan yg terbangun jika dinarasikan dengan paparan berurutan sesuai kronologi waktunya. Cukup sukses utk mengaduk perasaan pembaca.

    BalasHapus