SDT.SASTRA.26
BUDI SAMPURNO.Nop.1
PILIHAN BAPAK : KELUARGA RUWET
Seperti biasa harian KOMPAS di hari Minggu
pasti memuat cerita pendek. Kali ini karya ATTA VERIN yang di pilih, berjudul
PILIHAN BAPAK. Di muat tgl 4 September 2022.
Penulis tinggal di Ponggok, Klaten, Jawa Tengah. Dan dibuatkan ilustrasi
oleh THOMAS ARI KRISTIANTO, pengajar desain di ITS.
Cerpen di buka dengan pendahuluan: “ Kamu
punya pilihan untuk membenciku seumur hidupmu atau tetap mencintaiku seperti
saat kamu kecil dulu. Pesan singkat itu menjadi alasan aku memutuskan untuk
mengunjunginya di penjara dua hari menjelang dia dieksekusi. Sebelumnya, aku
tak mau bertemu dengannya meskipun dia mengiba-iba ingin memandangi wajah
cucu-cucunya untuk terakhir kalinya “.
Cerpen ini menjabarkan suatu keadaan satu
keluarga yang ruwet. Ada bapak, ibu, dan empat orang anaknya. Paskal anak
pertama, Sidik anak kedua, Widi anak ke tiga dan Jenar anak ke empat. Ibu dan
ke empat anaknya digambarkan sangat membenci bapaknya dengan kadar kebencian
yang berbeda-beda. Bapaknya di anggap sebagai pembunuh ibunya. Tercermin dalam
kalimat yang disusun dengan apik oleh ATTA VERIN :
Aku
tak bisa memaafkan malam terkutuk ketika
Bapak membiarkan ibu merangkak ke dapur. Ibu sakit parah sehingga tak mampu
berjalan sendiri dan waktu itu di rumah hanya ada Bapak. Rekaman CCTV rumah
memperlihatkan Ibu memanggil-manggil Bapak di kamarnya—mungkin berteriak, tapi
tentu saja CCTV tidak memunculkan suara apapun—dan Bapak tak juga keluar. Ibu lalu
merangkak sendiri dari ranjangnya menuju dapur, mungkin untuk mengambil air
minum. Sebelum sampai ke dapur, salah satu kakinya menabrak kaki penyangga TV
di ruang tengah. Kotak pelantang yang besar dan berat itu jatuh tepat di kepala Ibu.
Di
ruang gawat darurat Bapak menghampiri Ibu untuk membacakan Surat Yasin, tetapi
Ibu hanya menatap wajah Bapak dengan sorot kebencian, lalu memalingkan wajah.
Sampai akhir hayatnya, Ibu tak pernah memaafkan Bapak.
Tiga
bulan setelah kami menguburkan Ibu, Bapak di tangkap polisi karena membunuh
seorang janda kaya. Berita di media massa menyebut Bapak sebagai pembunuh keji
berdarah dingin. Bapak kemudian dijatuhi hukuman mati.
ATTA VERIN mempertunjukkan kebencian dengan
kadar yang berbeda satu persatu anaknya kepada bapaknya sbb:
Abang sulungku itu yang paling memusuhi Bapak setelah Ibu wafat. Dia
berpikir Bapak sengaja tidak keluar kamar, sehingga ibu terpaksa merangkak dan
kejatuhan pelantang suara yang menyebabkan kematiannya. Diantara kami berempat,
hanya mas Pakal yang secara frontal menunjukkan kemarahannya.
“Bapak sudah lama tidak cinta lagi sama ibu.
Bapak pasti punya simpanan. Gelagatnya jelas begitu. Bapak pasti sengaja
membiarkan ibu merangkak”
Ketika mendengar Bapaknya mau di hukum tembak
mati, Paskal pun berkata: “ Semoga tak langsung mati. Kuharap dia merasakan
dulu kesakitan yang lebih sakit dari rasa sakit yang di derita ibu!”.
Anak kedua, Sidik, melihat situasi dan kondisi orang tuanya hanya
berkomentar : Kalau soal pisah kamar itu karena keduanya saling tidak nyaman.
Bapak tidak nyaman tidur di kamar dekat pintu gerbang masuk yang
menurutnya berisik. Sementara Ibu tak nyaman tidur di kamar yang gelap dan sunyi.
Jadi bukan karena keduanya saling berkhianat.
Anak terakhir, Jenar lain lagi. Dia pernah berkata:” Mbak tahu apa
artinya lahir dari dua orang yang tak saling mencintai?. Artinya kita lahir
hanya karena nafsu kebinatangan”. Lalu Jenar merobek foto Bapak dan Ibu yang di
simpan dalam dompetnya. Dia lalu memasukkan potongan foto Ibu kembali ke dalam
dompetnya. “ Aku tak akan pernah memaafkan Bapak!, katanya lagi.
Widi
anak perempuan yang ke tiga, ketika mendapat pesan singkat dari bapaknya kalau
akan segera di hukum tembak mati, melalui HP petugas lapas, menyempatkan
berkunjung ke lapas.
Widi, anak perempuan yang ditokohkan dalam cerpen ini, menunggu di ruang
tunggu lapas, dan keluarlah lelaki tua menghampirinya dengan kedua tangan
terentang akan memeluk. Widi tidak meladeni, menghindar pelukan lelaki tua yang
juga bapaknya.
Pembicaraan antara bapak dan anak, membuat
saya sebagai pembaca, cukup terkejut. ATTA VERIN membuat puncak drama ceritera
ini dengan menuliskan, sbb:
Lelaki
tua itu meneteskan air mata, tetapi tak terdengar isakan.
“
Ketika Paskal berusia tiga tahun, Bapak dan Ibu sempat berpisah. Kami tinggal
di dua kota yang berbeda. Ibumu meninggalkan Bapak karena Bapak tidak mau menjadi pegawai negeri seperti yang dia
inginkan. Bapak malah ikut pertunjukkan keliling, menikmati kehidupan sebagai
pemain kendang. Bapak menyukainya meskipun uangnya sedikit. Ibumu bertemu
mantan kekasihnya, lalu mengandung Sidik. Tetapi, tiga bulan setelah kelahiran
Sidik, mantan pacar ibumu itu meninggal karena kecelakaan…”.
Aku tercekat. Ternyata Mas Sidik dan mas
Paskal berbeda bapak. Tak ada yang mengetahuinya selama ini. Tiada satu
gunjingan pun.
Ibumu
kembali kepadaku, lalu aku bekerja di pabrik dan memawarisi kebun jeruk dari
kakekmu. Tetapi, aku sulit memaafkan pengkhianatannya. Aku jadi sering
bertengkar dengan ibumu. Kami berusaha memperbaiki keadaan. Kami berpikir
mengadopsimu sejak bayi dari panti asuhan adalah salah satu cara untuk
memperbaiki hubungan kami. Aku selalu
menginginkan anak perempuan.
Kini aku merasa dunia disekitarku runtuh.
Aku tak mampu mencerna semuanya dengan baik selain menelan kenyataaan bahwa aku
sesungguhnya anak pungut di keluarga ini.
“ Namun, Tuhan Maha Baik, Widi. Setelah
kamu berumur dua tahun, ibumu mengandung adikmu. Aku mulai memaafkan ibumu dan
merasa bahagia dengan ke empat anakku. Tetapi, ibumu berpikir lain. Dia mengira
aku tak setia dan mencurigai perubahan sikapku. Dia berpikir aku mesra lagi
karena aku telah membalas dendam dengan berselingkuh. Kami sering bertengkar
lagi. Ibumu di sandera perasaan bersalahnya sendiri. Itu tak saja menghukum
dirinya, tetapi juga menghukumku….”.
Setelah dilaksanakan hukuman mati dengan
di tembak, ke tiga anaknya tidak ada yang mau mengurusi pemakamannya. Jadi,
Widi yang mengurusui semuanya.
Dipenutup
cerpen ini, barulah ATTA VARIN membuka siapakah atau kena apa ibu mereka
meninggal setelah tertimpa pelantang tv yang jatuh persis dikepalanya. Inilah
penutup yang sekaligus menjawab kematian itu.
Petugas lapas menyerahkan barang-barang pribadi Bapak di dalam kantong
plastik hitam. Di dalamnya ada head-phone putih besar kado ulang tahun
dariku sembilan tahun lalu. Aku memberi Bapak benda itu agar dia bisa
mendengarkan musik kesukaannya tanpa membuat orang disekitarnya terganggu. Ibu
tak menyukai musik jazz.
Di bagian dalam lengkungan putih headphone
itu terbaca tulisan “Bapak sedang mendengarkan Chick Corea waktu ibumu
memanggilku pada hari naas itu. Maafkan Bapak karena tak mendengar teriakan
ibumu”.(BUDI SAMPURNO.Mak’skom.IPJT.5.11.2022)
Memang ruwet tapi mengharukan pada endingnya. Penulis pakai alur terbalik dg memunculkan serpihan-serpihan puzzle peristiwa yg mnjadi rahasia. Di situlah seninya. Akan beda kesan yg terbangun jika dinarasikan dengan paparan berurutan sesuai kronologi waktunya. Cukup sukses utk mengaduk perasaan pembaca.
BalasHapus