SDT
KOMEN.33
BUDI SAMPURNO. Juni 1.
PENEGAK HUKUM YANG PERLU DI HUKUM
Harian
cetak, media elektronik sejak Sabtu 10 Juni 2023 di hiasai berita tentang KAJARI
KABUPATEN MADIUN DICOPOT karena positif pemakai barang haram, narkotika. Membaca
berita ini, dada berdegub. Corengan tinta merah pantas dibaretkan di instansi
penegak hukum itu. Kajari Kabupaten Madiun, Andi Irfan Safruddin, terbukti
sebagai pengguna narkotika, hasil tes urine dan rambut di Polda Jatim. Langsung di
copot dari jabatannya.
Kita
acungi jempol kepada Mia Amiati, Kajati Jatim. Atas inisiatifnya, ketika berlangsung
acara Kunjungan Kerja Komisi III DPR-RI tgl 12 Mei 2023, kehadiran ke 39 Kajari
se-Jatim dimanfaatkan untuk melakukan tes urine. Selesai acara dengan Komisi
III DPR-RI, Kajati Jatim, Mia Amiati memerintahkan supaya semua Kajari
Kabupaten dan Kota tidak boleh meninggalkan tempat atau pulang. Dan pada saat
itulah tes urine dilaksanakan. Sebelumnya memang Kajati Jatim sudah melakukan
koordinasi dengan Polda Jatim tentang pemeriksaan urine tsb. Pelaksanaan tes
secara ketat sesuai dengan prosedur pemeriksaan yang baku. Pengambilan urine di
kamar kecil juga diikuti anggota polisi Polda Jatim. Pengambilan sample rambut
juga dilaksanakan secara ketat. Hasilnya ditemukan, Andi Irfan Safruddin
sebagai pengguna narkotika. Temuan itu segera dilaporkan ke Pimpinan Kejaksaan Agung.
Hasilnya, Andi Irfan Safruddin di copot dari jabatannya.
Mungkinkah
hanya Kejaksaan Tinggi Kabupaten Madiun saja?. Apakah masih ada pecandu-pecandu
narkotika di kalangan Kejaksaan?. Inilah yang perlu ditindaklanjuti atau meniru
dari Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Mia Amiati yang dengan berani
melakukan reformasi dikandangnya sendiri, demi tegaknya disiplin dan demi
kelancaran pelaksanaan tugas tanpa cacat.
Memang
pihak Kejaksaan Agung telah melakukan pengamanan ke dalam lingkup Kejaksaan di seluruh
Indonesia. Melalui Tim Pengamanan Sumber Daya Organisasi (SDO), selama th 2022
telah melakukan penindakan terhadap 25 Jaksa dan pegawai yang menyalahgunakan
wewenangnya.
Rumpun
penegak hukum beberapa waktu ini telah digoncangkan dengan peristiwa-peristiwa
yang menciderai dan mempermalukan korps masing-masing. Masih ingat jaksa cantik
Pinanti. Masih ingat juga Jend. Ferdy Sambo, Jend. Teddy Minahasa seorang
jendral yang justru bertindak sebagai pengedar
barang terlarang. Ada lagi beberapa hakim yang di ciduk KPK karena perbutannya
tidak menegakkan hukum tapi justru mempermainkan hukum untuk kepentingan
pribadi dengan memperjualbelikan keadilan. Padahal hakim itu sudah ditempatkan
sebagai wakil Tuhan. Diharapkan hakim selalu memberi keputusan yang benar-benar
adil sesuai dengan bukti data serta penggalian peristiwa dipersidangan.
Akankah
perbuatan mempermalukan masing-masing korps ini berlanjut terus?. Inilah yang
harus disadari para pimpinan dari rumpun penegak hukum. Para pimpinan harus
punya kemauan dan kemampuan untuk mereformasi diri serta menegakkan reformasi
dalam kandangnya masing-masing. Kemauan mungkin punya, tapi jangan sampai
kemampuannya tidak kuat, karena pimpinan itu sendiri sudah terjebak dalam
lingkaran yang mempermalukan korpsnya, misal sudah terbiasa mendapat upeti.
Sehingga tidak berani untuk melakukan tindakan tegas. Sebaiknya segera
fungsikan pengawasan dalam lingkup jajarannya. Memang hal ini tugas yang
berat, karena fungsi pengawasan intern tampaknya sudah banyak yang diberitakan tumpul.
Pada semestinya, para penegak hukum itu harus menjalankan statusnya, baik
ketika sedang bertugas ataupun tidak dalam tugas. Karena status sebagai penegak
hukum itu melekat dalam dirinya. Oleh karena itu seorang penegak hukum harus
menjalankan tugasnya dengan benar-benar sesuai tugas serta fungsinya. Jangan
sampai terjadi “penegak hukum yang perlu di hukum”. (Budi
Sampurno.Mak’skom.IPJT.11.6.2023)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar