Minggu, 11 Juni 2023

 

SDT KOMEN.33

BUDI SAMPURNO. Juni 1.

                                      PENEGAK HUKUM YANG PERLU DI HUKUM

Harian cetak, media elektronik sejak  Sabtu  10 Juni 2023 di hiasai berita tentang KAJARI KABUPATEN MADIUN DICOPOT karena positif pemakai barang haram, narkotika. Membaca berita ini, dada berdegub. Corengan tinta merah pantas dibaretkan di instansi penegak hukum itu. Kajari Kabupaten Madiun, Andi Irfan Safruddin, terbukti sebagai pengguna narkotika, hasil tes urine dan rambut di Polda Jatim. Langsung di copot dari jabatannya.

Kita acungi jempol kepada Mia Amiati, Kajati Jatim. Atas inisiatifnya, ketika berlangsung acara Kunjungan Kerja Komisi III DPR-RI tgl 12 Mei 2023, kehadiran ke 39 Kajari se-Jatim dimanfaatkan untuk melakukan tes urine. Selesai acara dengan Komisi III DPR-RI, Kajati Jatim, Mia Amiati memerintahkan supaya semua Kajari Kabupaten dan Kota tidak boleh meninggalkan tempat atau pulang. Dan pada saat itulah tes urine dilaksanakan. Sebelumnya memang Kajati Jatim sudah melakukan koordinasi dengan Polda Jatim tentang pemeriksaan urine tsb. Pelaksanaan tes secara ketat sesuai dengan prosedur pemeriksaan yang baku. Pengambilan urine di kamar kecil juga diikuti anggota polisi Polda Jatim. Pengambilan sample rambut juga dilaksanakan secara ketat. Hasilnya ditemukan, Andi Irfan Safruddin sebagai pengguna narkotika. Temuan itu segera dilaporkan ke Pimpinan Kejaksaan Agung. Hasilnya, Andi Irfan Safruddin di copot dari jabatannya.

Mungkinkah hanya Kejaksaan Tinggi Kabupaten Madiun saja?. Apakah masih ada pecandu-pecandu narkotika di kalangan Kejaksaan?. Inilah yang perlu ditindaklanjuti atau meniru dari Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Mia Amiati yang dengan berani melakukan reformasi dikandangnya sendiri, demi tegaknya disiplin dan demi kelancaran pelaksanaan tugas tanpa cacat.

Memang pihak Kejaksaan Agung telah melakukan pengamanan ke dalam lingkup Kejaksaan di seluruh Indonesia. Melalui Tim Pengamanan Sumber Daya Organisasi (SDO), selama th 2022 telah melakukan penindakan terhadap 25 Jaksa dan pegawai yang menyalahgunakan wewenangnya.

Rumpun penegak hukum beberapa waktu ini telah digoncangkan dengan peristiwa-peristiwa yang menciderai dan mempermalukan korps masing-masing. Masih ingat jaksa cantik Pinanti. Masih ingat juga Jend. Ferdy Sambo, Jend. Teddy Minahasa seorang jendral  yang justru bertindak sebagai pengedar barang terlarang. Ada lagi beberapa hakim yang di ciduk KPK karena perbutannya tidak menegakkan hukum tapi justru mempermainkan hukum untuk kepentingan pribadi dengan memperjualbelikan keadilan. Padahal hakim itu sudah ditempatkan sebagai wakil Tuhan. Diharapkan hakim selalu memberi keputusan yang benar-benar adil sesuai dengan bukti data serta penggalian peristiwa dipersidangan.

Akankah perbuatan mempermalukan masing-masing korps ini berlanjut terus?. Inilah yang harus disadari para pimpinan dari rumpun penegak hukum. Para pimpinan harus punya kemauan dan kemampuan untuk mereformasi diri serta menegakkan reformasi dalam kandangnya masing-masing. Kemauan mungkin punya, tapi jangan sampai kemampuannya tidak kuat, karena pimpinan itu sendiri sudah terjebak dalam lingkaran yang mempermalukan korpsnya, misal sudah terbiasa mendapat upeti. Sehingga tidak berani untuk melakukan tindakan tegas. Sebaiknya segera fungsikan pengawasan  dalam  lingkup jajarannya. Memang hal ini tugas yang berat, karena fungsi pengawasan intern tampaknya sudah banyak yang diberitakan tumpul. Pada semestinya, para penegak hukum itu harus menjalankan statusnya, baik ketika sedang bertugas ataupun tidak dalam tugas. Karena status sebagai penegak hukum itu melekat dalam dirinya. Oleh karena itu seorang penegak hukum harus menjalankan tugasnya dengan benar-benar sesuai tugas serta fungsinya. Jangan sampai terjadi “penegak hukum yang perlu di hukum”. (Budi Sampurno.Mak’skom.IPJT.11.6.2023)

 

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar