SDT.SASTRA.31
BUDI
SAMPURNO, JUNI.1
MIRA
INGIN JADI BATU
Judul
kupasan ini sama dengan judul cerpen yang di muat di HARIAN KOMPAS, hari Minggu
tgl, 11 Juni 2023. Hasil karya tulis MASDHAR ZAINAL, kelahiran 5 Juni 1984 di
Madiun yang sekarang tinggal di Malang. Cerpen ini berceritera tentang seorang
gadis bernama Mira yang sangat ketakutan ketika mau menerima rapor kenaikkan
kelas. MASDHAR membuka cerpennya dengan, “ Malam sehari sebelum pembagian
rapor kenaikan kelas, Mira menatap cermin dalam kamarnya, dia mendengar
suara-suara dari dalam dirinya”.
Mira
sendiri mengakui kalau dirinya bodoh, tolol. “ Mira memelototi sosok dalam
cermin. Tidak tersenyum. Rasanya dia tidak mengenal baik sosok dalam cermin
itu. Dia hanya tahu, gadis dalam cermin itu adalah gadis paling tolol di
kelas.Tak pernah dapat nilai bagus. Tidak banyak disukai teman-teman. Dan selalu
menjadi bulan-bulanan omelan para guru. Bocah goblok! Bocah tolol! Bocah
malas!”.
Ketika
Mira sedang asyik berdialog dengan dirinya di hadapan cermin di kamar terdengar
teriakan ibunya.
“
Miraa!.Matikan lampunya dan cepat tidur!. Besok pagi kita ambil rapormu. Kita
lihat apa kamu bakal naik kelas atau mendekam di kelas empat!.
Mira
diceriterakan hidup bersama mamanya. Mamanya bisa di bilang galak, keras.
Selalu dan sering memarahi Mira. Digambarkan oleh MASDHAR ZAINAL, selepas
pembagian rapor semester awal. “ Sampai di rumah, Mama langsung
mendudukannya di kursi tamu. Sangat kasar. Rapor di banting di atas meja dalam
keadaan terbuka.”Lihat nilaimu. Lihat!. Merah semua! Kamu selalu bikin malu
Mama. Tak pernah bisa bikin Mama bangga!. Mama mendorong dorong jidat Mira
dengan jari telunjuknya. Seperti hendak mencocok matanya”.
Setelah
mematikan lampu, Mira tidur dan paginya, kembali suara Mama juga menggema dalam
kamar, menyuruh Mira segera bangun, mandi dan cepat berangkat ke sekolah.
Sesampai
di sekolah Mira duduk pada bangku di luar kelas. Dia melihat mamanya duduk di
deretan nomor tiga dari belakang. Mira melihat teman-teman sekelas sedang
bermain di halaman. Mira mengabaikan polah teman-temannya. Tetapi ingat
perlakuan mamanya selama ini, Mira hampir saja membenci mamanya. “Dia
menyesal. Hampir saja dia membenci mama. Untungnya dia teringat pelajaran agama
tentang berbakti kepada orang tua. Dia ingat pesan Pak Huda, betapa beruntungnya
anak-anak yang masih memiliki orang tua. Dia juga teringat cerita Malin Kundang
yang pernah dia baca di perpustakaan sekolah, kisah si anak durhaka. Mira membayangkan,
jika dia membantah kata-kata mama, bisa-bisa dia di kutuk menjadi batu, seperti
Malin Kundang. Duh, bagaimana rasanya dikutuk jadi batu?”
Para
orang tua telah berbondong-bondong keluar dari kelas. Mamanya tidak tampak ikut
keluar kelas. Dilihatnya, mama masih berbicara berhadap-hadapan dengan
Bu Guru Karti di dalam kelas. Mira gelisah dan cemas serta digeluti rasa takut
yang luar biasa. Mira memejamkan mata,mengepalkan telapak tangan erat-erat,
mencengkeramkan jari-jari kaki dalam sepatu, mengadukan giginya. Dalam kondisi
demikian, pikiran dan jiwa Mira melayang, teringat cerita Malin Kundang.
MASHDAR ZAINAL menggambarkan ketakutan Mira dengan kalimat, “ Mungkin aku
mau jadi batu.Tapi, kalau dipikir-pikir jadi batu sepertinya tidak terlalu
buruk. Aku tak perlu lagi menangis bila dipukul mama. Tak perlu gemetar
bila diteriaki mama. Dan yang paling
penting, tak perlu lagi berhadapan dengan rapor beserta angka-angka merah yang
ada di dalamnya. Aku mau jadi batu saja”.
Begitu
mama keluar dari ruang kelas serta memekikkan namanya, Mira tetap tidak
bergeming dari duduknya. Mama menyeret Mira mengajak pulang.
Cerita
yang tidak enak ini di tutup oleh MASHDAR ZAINAL, “ Mama terus memekik-mekik, sambil
berusaha menyerat Mira. Mira tak bersuara.
Matanya terus terpejam. Guru-guru
berdatangan. Teman-teman Mira berkerumun. Mira tak perlu tahu kalau dia dan
mamanya sudah jadi tontonan orang satu sekolahan”.
Aku
mau jadi batu!. Aku mau jadi batu!.
Cerpen
ini berakhir dengan begitu, tanpa informasi bagaimana sesampainya di rumah.
Pelampiasan model apa yang ditumpahkan mamanya kepada Mira.
Dari
awal saya baca, MASHDAR ZAINAL memang tidak memberikan informasi secuilpun,
siapakah si Mama itu. Apakah seorang janda, apakah seorang ibu tiri Mira. Ini
berkaitan dengan tingkah laku, sikap Mama kepada Mira, yang begitu kejam.
Biasanya kalau anak kandung, mungkin Mama tidak akan sesadis itu, kecuali
mungkin ada kekecewaan yang mendalam dengan mantan suami. Sebaiknya penulis
perlu sedikit memberikan informasi hubungan antara Mama dan Mira, sehingga
pembaca bisa menerimanya secara logika. Mengapa Mira sampai berpikiran kuat,
serta berkehendak lebih baik menjadi batu saja, dari pada sehari-hari
berhadapan dengan kejamnya sang Mama. (BUDI SAMPURNO.Mak’skom.IPJT.25.6.2023)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar