Selasa, 05 Oktober 2021

 

Budi Sampurno.Oktober(1)

SDT.SASTRA.10.

SUMPAH  ISTERI DI DUA RUMAH KAYU

HARIAN JAWA POS, SABTU, TGL.4 SEPTEMBER 2021

Sebelum membaca cerpen karya DALIH SEMBIRING, saya memperhatikan ilustrasi karya BUDIONO, terang, tetapi membawa hawa kegelapan yang temaran. Lalu saya mulai membacanya. DALIH bercerita, bahwa Ucup sebagai seorang anak merasa wajib untuk datang melihat jasad bapaknya di rumah sakit, yang dikabarkan mengalami kecelakaan. Ibunya menjawab dengan ketus : “ Kalau begitu kamu saja yang pergi”. “Aku sudah nggak ingat dia lagi”.

Di situ saya langsung meraba adanya konflik yang berat antara ibunya si Ucup dan bapaknya si Ucup.

Dikisahkan, ada dua rumah yang terbuat dari kayu berhadap-hadapan. Yang satu tempat tinggal orang tua Ucup dan satunya tinggal keluarga yang suaminya meninggal ketika sedang berak di sungai, terseret air karena juga sedang mabuk. Sekarang tinggallah si Anes, si janda kembang yang belum tiga bulan menikah dan suaminya mati terseret air sungai. Mulailah ibu-ibu di desa itu kawatir kalau-kalau suaminya terpikat sama si Anes janda kembang.

Ibu Ucup meradang ketika seorang tetangga bilang ia melihat bapak memboncengkan Anes dengan sepedanya di suatu sore. Disitulah konflik keluarga di mulai.

“ Dia baru saja selesai nyuci. Aku kasih tumpangan. Itu saja”, jawab bapak dalam interogasi di kamar sebelah.

“ Dia yang minta diboncengkan apa kamu yang nawarin?”.

“Enggak gitu. Dia baru naik dari sungai, aku hampir nabrak dia. Aku minta maaf, terus kutawarkan….”

“ Berarti dia masih pakai kain basah?. Kamu senang lihat teteknya yang kimplah-kimplah?”

Sepertinya bapak tergagap. Jeda sebelum ia menjawab, “Aku nggak selingkuh”

“ Awas kamu, demi bayi ini, aku sumpahi kepalamu pecah kalau kamu berani serong”.

Di alinea sebelumnya, Dalih menulis, bahwa sejak janda kembang itu sudah tidak menunjukkan dukanya, ibunya sering marah-marah tentang hal-hal sepele, termasuk masalah biji jagung yang beberapa kali ditemukan berserakan di teras rumah. Dan setelah dibersihkan, ada lagi ada lagi.

Di alinea ini berikutnya saya membaca tanda-tanda komflik bapak dan ibunya Ucup lebih menajam. Dalih menggambarkan suasana yang lebih memperjelas semakin tinggi derajat konflik kedua orangtuanya.

Antukan-antukan berhenti. Terdengar derit halus.Empat kali. Yang terakhitr ketika pintu depan  di tutup dan aku bangkit untuk mengintip dari celah cendela. Satu sosok berjalan di pekarangan, menuju rumah depan. Cahaya lemah mengilapkan kulitnya yang basah. Itu punggung bapak, lebar dan liat. Pintu di seberang terbuka. Bapak menghilang ke dalam ruang tanpa penerangan. Pintu di tutup kembali.

Nah disinilah cahaya konflik lebih tersibak. Perselingkuhan telah terjadi antara bapaknya Ucup dengan janda muda yang tinggal di depan rumahnya.

Hal yang jelek, meskipun ditutup-tutupi akhirnya terbongkar juga. Dan ibunya Ucup marah sampai di luar batas. Di malam hari, di dapur menumbuk cabai dengan geram, penuh emosi. Menangis. Ibunya mirip nenek sihir yang mengudak ramuan. Ibunya memasukkan hasil ulekannya kedalam ember yang berair. Ibunya mengudak air bercampur ulegan cabai, sampai bau cabai meruap di ruangan dapur. Kemudian ibunya Ucup sambil menyangga dengan tangan kirinya keperut yang sedang hamil, kanannya menjinjing ember sambil memanjat pohon mangga. Merayap pada satu dahan yang menjulur di atas atap genting rumah janda kembang. Dia geser satu genting dan menyiramkan air berisi adukan cabai ke arah bapak dan janda kembang yang sedang indehoi. Karuan saja kedua mahluk pezina itu kepanasan sekujur  tubuhnya dan tanpa peduli telanjang lari keluar rumah. Ibunya Ucup turun dari pohon. Memungut sebuah sapu, ia ayunkan gagangnya sekuat tenaga, memukuli bapak dan janda kembang berkali-kali. Yang menimbulkan darah mengucur dan dibarengi dengan darah deras mengalir dari ke dua kaki ibunya Ucup. Dan semua kejadian itu ketika Ucup masih kecil.

Dalam cerpen diceritakan sekarang Ucup sudah besar, dan sudah nikah, sudah bermobil yang sedang mengunjungi rumah kayu yang sudah lama tidak dikunjungi. Namun tidak masuk rumah, meskipun sempat mengobrol dengan bapak-bapak tetangga lama yang sekarang sudah tua.

Memang tujuan Ucup kembali ke kota masa kecilnya, karena mendapat berita bahwa bapaknya jatuh dari sepeda motor dan kepalanya pecah terlindas mobil truk yang sedang lewat.

“ Awas, kamu!. Demi bayi ini, aku sumpahi kepalamu pecah kalau kamu berani serong”, kata ibu Ucup sekian tahun yang lalu dalam sumpahnya.

Setelah selesai membaca cerpen ini, saya jadi lebih percaya, bahwa selingkuh itu bisa mengakibatkan hal yang fatal di kemudian hari. Dalih Sembiring mengalir dalam bertutur dan enak untuk di baca serta kiriman moral yang sungguh mengena. (Budi Sampurno.5.10.2021)

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar