Budi Sampurno.Oktober(1)
SDT.SASTRA.10.
SUMPAH ISTERI DI DUA RUMAH KAYU
HARIAN JAWA POS,
SABTU, TGL.4 SEPTEMBER 2021
Sebelum membaca
cerpen karya DALIH SEMBIRING, saya memperhatikan ilustrasi karya BUDIONO,
terang, tetapi membawa hawa kegelapan yang temaran. Lalu saya mulai membacanya.
DALIH bercerita, bahwa Ucup sebagai seorang anak merasa wajib untuk datang
melihat jasad bapaknya di rumah sakit, yang dikabarkan mengalami kecelakaan.
Ibunya menjawab dengan ketus : “ Kalau begitu kamu saja yang pergi”. “Aku sudah
nggak ingat dia lagi”.
Di situ saya
langsung meraba adanya konflik yang berat antara ibunya si Ucup dan bapaknya si
Ucup.
Dikisahkan, ada
dua rumah yang terbuat dari kayu berhadap-hadapan. Yang satu tempat tinggal
orang tua Ucup dan satunya tinggal keluarga yang suaminya meninggal ketika
sedang berak di sungai, terseret air karena juga sedang mabuk. Sekarang
tinggallah si Anes, si janda kembang yang belum tiga bulan menikah dan suaminya
mati terseret air sungai. Mulailah ibu-ibu di desa itu kawatir kalau-kalau
suaminya terpikat sama si Anes janda kembang.
Ibu Ucup
meradang ketika seorang tetangga bilang ia melihat bapak memboncengkan Anes
dengan sepedanya di suatu sore. Disitulah konflik keluarga di mulai.
“ Dia baru saja
selesai nyuci. Aku kasih tumpangan. Itu saja”, jawab bapak dalam interogasi di
kamar sebelah.
“ Dia yang minta
diboncengkan apa kamu yang nawarin?”.
“Enggak gitu.
Dia baru naik dari sungai, aku hampir nabrak dia. Aku minta maaf, terus
kutawarkan….”
“ Berarti dia
masih pakai kain basah?. Kamu senang lihat teteknya yang kimplah-kimplah?”
Sepertinya bapak
tergagap. Jeda sebelum ia menjawab, “Aku nggak selingkuh”
“ Awas kamu,
demi bayi ini, aku sumpahi kepalamu pecah kalau kamu berani serong”.
Di alinea
sebelumnya, Dalih menulis, bahwa sejak janda kembang itu sudah tidak
menunjukkan dukanya, ibunya sering marah-marah tentang hal-hal sepele, termasuk
masalah biji jagung yang beberapa kali ditemukan berserakan di teras rumah. Dan
setelah dibersihkan, ada lagi ada lagi.
Di alinea ini
berikutnya saya membaca tanda-tanda komflik bapak dan ibunya Ucup lebih menajam.
Dalih menggambarkan suasana yang lebih memperjelas semakin tinggi derajat konflik
kedua orangtuanya.
Antukan-antukan
berhenti. Terdengar derit halus.Empat kali. Yang terakhitr ketika pintu
depan di tutup dan aku bangkit untuk
mengintip dari celah cendela. Satu sosok berjalan di pekarangan, menuju rumah
depan. Cahaya lemah mengilapkan kulitnya yang basah. Itu punggung bapak, lebar
dan liat. Pintu di seberang terbuka. Bapak menghilang ke dalam ruang tanpa
penerangan. Pintu di tutup kembali.
Nah disinilah
cahaya konflik lebih tersibak. Perselingkuhan telah terjadi antara bapaknya
Ucup dengan janda muda yang tinggal di depan rumahnya.
Hal yang jelek,
meskipun ditutup-tutupi akhirnya terbongkar juga. Dan ibunya Ucup marah sampai
di luar batas. Di malam hari, di dapur menumbuk cabai dengan geram, penuh
emosi. Menangis. Ibunya mirip nenek sihir yang mengudak ramuan. Ibunya
memasukkan hasil ulekannya kedalam ember yang berair. Ibunya mengudak air bercampur
ulegan cabai, sampai bau cabai meruap di ruangan dapur. Kemudian ibunya Ucup
sambil menyangga dengan tangan kirinya keperut yang sedang hamil, kanannya
menjinjing ember sambil memanjat pohon mangga. Merayap pada satu dahan yang menjulur
di atas atap genting rumah janda kembang. Dia geser satu genting dan menyiramkan
air berisi adukan cabai ke arah bapak dan janda kembang yang sedang indehoi.
Karuan saja kedua mahluk pezina itu kepanasan sekujur tubuhnya dan tanpa peduli telanjang lari
keluar rumah. Ibunya Ucup turun dari pohon. Memungut sebuah sapu, ia ayunkan
gagangnya sekuat tenaga, memukuli bapak dan janda kembang berkali-kali. Yang
menimbulkan darah mengucur dan dibarengi dengan darah deras mengalir dari ke dua
kaki ibunya Ucup. Dan semua kejadian itu ketika Ucup masih kecil.
Dalam cerpen
diceritakan sekarang Ucup sudah besar, dan sudah nikah, sudah bermobil yang
sedang mengunjungi rumah kayu yang sudah lama tidak dikunjungi. Namun tidak
masuk rumah, meskipun sempat mengobrol dengan bapak-bapak tetangga lama yang
sekarang sudah tua.
Memang tujuan
Ucup kembali ke kota masa kecilnya, karena mendapat berita bahwa bapaknya jatuh
dari sepeda motor dan kepalanya pecah terlindas mobil truk yang sedang lewat.
“ Awas, kamu!.
Demi bayi ini, aku sumpahi kepalamu pecah kalau kamu berani serong”, kata ibu
Ucup sekian tahun yang lalu dalam sumpahnya.
Setelah selesai
membaca cerpen ini, saya jadi lebih percaya, bahwa selingkuh itu bisa
mengakibatkan hal yang fatal di kemudian hari. Dalih Sembiring mengalir dalam
bertutur dan enak untuk di baca serta kiriman moral yang sungguh mengena. (Budi
Sampurno.5.10.2021)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar