Rabu, 02 Februari 2022

 

Budi Sampurno.Feb.1

SDT.NGOBROL.5

NGOBROL TENTANG SEKOLAHAN.

Pagi itu udara sangat cerah. Matahari memperlihatkan kejantanannya dengan menyebarkan rasa panas yang cukup menyengat. Namun pagi itu ada sepasang suami-isteri yang tampak gelisah, setelah membaca berita tentang kekerasan guru kepada anak didiknya.

WAGIARTI    :” Aneh ya pak, guru itu kalau orang Jawa kan di bilang –di gugu lan ditiru. Artinya omongannya bisa di percaya dan semua kelakuannya, sifat-sifatnya bisa di tiru. Lha kok sekarang guru banyak yang petakilan menghukum anak didiknya dengan kekerasan. Belum lagi ada guru yang melakukan hal-hal yang tidak senonoh….yang cium-ciumlah…yang pegang-pegang susulah….. Hih…..”

WAGIMAN    :” Ya….tapi kan tidak semua guru bu. Guru yang benar-benar mendidik dengan mengorbankan kepentingan pribadinya juga banyaklah….”

WAGIARTI     : “ Sekolah itu seharusnya kan menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak didiknya, karena kondisi phisik sekolahan dan para gurunya mengajar dengan jiwa kasih sayang”.

WAGIMAN     : “ Ya, memang seharusnya begitu bu. Kalau ada muridnya yang melakukan kesalahan sebaiknya di cari penyebabnya. Lalu di hukum …ya…. di hukum, tapi hukumnya itu hukuman yang menggugah si anak didik supaya memperbaiki dan tidak melakukan hal yang sama lagi “.

WAGIARTI    : “ He he he…pinter bapak kalau pidato..”

WAGIMAN    : “ I ya dong, bu. Itu juga karena bapak suka baca-baca media dan juga kamus. Pendidikan itu merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Itu catatan Kamus lho bu….. Kamus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi ke 4, Departemen Pandidikan Nasional, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta th. 2008, di halaman 326”.

WAGIARTI    : “ Tapi sekarang kena apa kok ada guru yang berbuat jahat terhadap anak didiknya. Seakan dia itu tidak memahami, tidak mengerti dan tidak menghayati profesinya sebagai guru”.

WAGIMAN    :”Ya…mungkin sekarang ini sepertinya semua lulusan itu bisa menjadi guru.

Kalau dahulu untuk menjadi seorang guru itu kan harus melalui pendidikan khusus, misalnya lulus SGB,SGA, untuk jenjang yang lebih tingggi ada IKIP. Sehingga ketika lulus mengajarnya ya …profesional, karena jiwanya sudah terbenam dalam ilmu Pendidikan”.

WAGIARTI   :” Bener juga yang pak…. Eeeee…itu mesin cuci sudah berdenting…Saya ke belakang dulu ngurusi cucian…”.

Wagiarti langsung berdiri dan berjalan ke-belakang, sedangkan Wagiman berdiri mengembalikan kamus kesayangannya.

Matahari semakin memperlihatkan kejantanannya, panas terik, udara menyengat seiring dengan pemikiran para ahli didik yang belum mendapat solusi jitu agar tidak ada lagi guru yang berbuat kasar terhadap anak didiknya. (Budi Sampurno.Mak’skom.IPJT.2.2.2022)

13 komentar:

  1. Dialog antara Wagiman dan Wagiarti renyah penuh gizi.
    Seperti baca novel walaupun sedang membincangkan hal yang sangat serius. Tentang masa depan bangsa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih komentarnya.Sungguh menambah semangat sy utk menulis trs.

      Hapus
  2. Enak enak nguping "seminar" suami istri, selalu ada yg ganggu. Tolong lain kali mesin cuci itu disingkirkan dulu, biar seminarnya bisa bebas nyerempet kesana kemari, siapa tahu dibaca juga oleh para penggambil keputusan...hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas komennya. Seorang ibu memang mempunyai kewajiban bersih-bersih, termasuk mencuci pakaian keluarga. Mohon dimaafkan kalau mesin cuci tsb mengganggu

      Hapus
  3. Guru,relatif represen tgs ortu,direkruit hrs penuhi syarat tkt kepribadian (moral) mulia, tak hanya ilmu pengeth. Ortu jng lepas tangan, hukuman dr guru proporsional tak melecehkan/menyakiti si anak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih komennya. Yang menjadi pemikiran memang kemajuan teknologi komunikasi juga mengakibatkan hal-hal yang negatif.Dan kadang murid juga menjadi berani dengan guru. Guru terkadang juga emosi

      Hapus
  4. Benar menurut orang jawa, Guru : Digugu lan ditiru. Tapi perubahan jaman adab sopan santun antara murid dengan guru berubah drastis.Semuanya tergantung juga bagaimana peran orang tua membangun budi pekerti terhadap anaknya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagus pak Suwarto. Dijanan teknologi yang maju dan berkembang pesat, peran orang tua dilingkungan keluarga tetap dibutuhkan guna membimbing anak-anak.

      Hapus
  5. Seseorang bisa saja memaksa dan membawa kuda ke tepi sungai untuk minum. Namun bila kudanya tidak mau minum, maka tidak akan minum meskipun kepalanya sudah dimasukkan ke air. Sama halnya dengan guru. Jika murid tidak mau menerima pembelajaran maka meskipun gurunya ahli dan memarahi dengan keras, murid tidak akan pernah jadi pintar. Menurut saya perlu ditingkatkan lagi hubungan yg harmonis serasi antara guru, murid, aturan sekolah, dan kebijakan pemerintah dalam sebuah sistem yang saling mendukung.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memamg benar pak Lasmono. Hubungan harmonis itu perlu diciptakan. Tetapi masing-masing kesibukan menjadi hambatan. Kesibukan orang tua murid, kesibukan para guru karena terlalu banyak beban yang harus dipertanggungjawabkan. Sedang para murid juga banyak yang lepas kontrol dari orang tuanya.

      Hapus
  6. Emang matahari ada "jantan" dan " betina"? Hihihi ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. HE HE..ADA. iTU HANYA MENUNJUKKAN KEKUATAN SINAR MATAHARI SAJA MBAK

      Hapus