SELAMAT TAHUN BARU
2023
SEMOGA DI TAHUN
DEPAN NEGARA DAN BANGSA INDONESIA SELALU DALAM LINDUNGAN TUHAN YANG MAHA KUASA
kacamatakom.blogspot.com; Mak’kom.IPJT
Berpartisipasi aktif dalam menyebarluaskan informasi yang bermanfaat bagi kesejahteraan bangsa.
SDT.
KOMEN.26
BUDI SAMPURNO.Des.3.22
Kita
baru saja di terjang virus Covid-19 berserta variannya. Setiap saat semua
lapisan disibukkan, masyarakat yang kaya yang miskin yang berpendidikan, yang
kurang berpendidikan, yang tenaga medis, yang pejabat atapun yang penjahat, ya
tukang penggali kubur dan lain-lain. Korbannya menimpa yang dekat dengan
keluarga kita ataupun yang tidak ada hubungan dengan keluarga kita. Itu
semuanya sangat menyanyat hati.
Belum
reda terjangan virus Covid-19, datang lagi serangan PMK, Penyakit Mulut dan
Kuku. Para peternak di bikin kelimpungan, apalagi waktu itu menjelang Hari Raya
Idhul Adha.
Penyakit
gagal ginjal menyerang anak-anak juga mengejutkan berbagai pihak, terutama para
orang tua yang memiliki anak kecil. Karena sebaran gangguan ginjal akut ini
yang di serang justru anak-anak. Serta secara statistik, grafiknya tiap hari selalu
meningkat. Menggelisahkan memang.
Dari
terjangan itu semua, rupanya Pemerintah berserta masyakat cukup tanggap dan
sigap menanganinya. Tetapi sebenarnya ada suatu penyakit yang sangat
menggelisahkan. Namun effeknya tidak terasa langsung di masyarakat. Bahkan
masyarakat masih bisa tertawa-tawa menghadapinya. Penyakit yang sebenarnya juga
melanda seluruh dunia. Dan menurut catatan penyakit ini sudah ada sejak jaman
dahulu kala, dengan berbagai bentuk dan variannya. Sesuai dengan perkembangan
jaman. Sesuai dengan tingkat intelektual mereka. Yaitu, penyakit KORUPSI dan
SUAP MENYUAP.
Kita
mengenal adanya Hari Anti Korupsi Internasional. Hampir di semua negara, termasuk
Indonesia melakukan peringatan Hari Anti Korupsi tsb. Disertai dengan acara
seminar, dialog-dialog dari berbagai kalangan masyarakat. Di muat di media
cetak, di siarkan di media elektronik, bergema di media sosial. Yang intinya
adalah untuk memahamkan ke semua pihak, semua lapisan masyarakat, lebih-lebih
lapisan para pejabat, bahwa korupsi itu adalah suatu perbuatan yang sangat
tercela, merugikan masyarakat, merugikan negara dan pemerintah.
Namun
sampai saat ini praktek korupsi tetap bergairah, meskipun kita sudah punya KPK,
punya Undang-Undang Anti Korupsi. Dan apabila kita perhatikan justru aparat
penegak hukum dan keadilan, seperti Kepolisian, Kejaksaan serta Kehakiman, dan
tak ketinggalan masyarakat sendiri justru menjadi bagian perkorupsian. Sehingga
persoalan masalah tindak korupsi di tanah air menjadi semakin mbulet, rumit. Bahkan
terkadang kita jadi pesimis menghadapi persoalan rumitnya praktek korupsi serta
pemberantasan korupsi. Ada adekdot yang sangat tidak enak di dengar, yaitu:
korupsi sudah menjadi budaya di Indonesia.
Coba
kita ingat-ingat para pejabat yang di borgol KPK. Misalnya,
Ismunarso Bupati Situbondo th 2008; Bambang Irianto Walikota Madiun th 2016;
Taufiqurrahman Bupati Nganjuk th 2017; Eddy Rumpoko Walikota Batu th 2017; Masud
Yunus Walikota Mojokerto th 2017; Nyono Wiharli Suhandoko Bupati Jombang th
2018; Moch.Anton Walikota Malang, th 2018 dan banyak lagi.
Belakangan
ini KPK juga melakukan OTT terhadap Bupati Penajam Paser Utara, Kalimantan
Timur dengan bukti senilai Rp.950 juta. Uang ini hasil pengelolaan pungutan
uang panas dari berbagai proyek. Penajam Paser Utara termasuk daerah
diperuntukan sebagai pembaangunan IKN.
Yang
lagi diperbincangkan masyarakat dalam waktu belakangan ini adalah di tangkap
tangannya seorang Bupati Bangkalan R.Abdul Latief Amin Imron dengan dugaan
terima suap dan gratifikasi senilai Rp.5,3 M. Bupati ini ternyata terduga
berkasus jual beli jabatan dan pungutan proyek.
Tingkatan
gubernur ya Lukas Enembe, Gubernur Papua dijadikan sebagai tersangka oleh KPK
yang di duga telah melakukan gratifikasi senilai, 1 milyard Rupiah. Dan ketika
mau di periksa, berbuat bandel juga. Dengan berbagai alasan, tidak mau datang
ke Jakarta untuk diperiksa di Gedung KPK.
Di
hari-hari sebelumnya kita juga di buat geleng-geleng kepala dari dunia
pendidikan dengan penangkapan seorang Rektor Universitas Lampung, Prof. Dr.
Karomani, M.Si di tangkap tangan oleh KPK. Tokoh sentral sebuah perguruan
tinggi yang seharusnya menyadarkan, mengingatkan kepada siapapun khususnya kepada
para mahasiswanya, bahwa korupsi, suap menyuap merupakan sesuatu tindakan yang
melanggar hukum. Tetapi itu justru di langgar sendiri bersama dengan beberapa
petinggi perguruan tinggi yang dipimpinnya. Pendaftaran mahasiswa baru dijadikan
obyek suap-menyuap. Memangnya pendaftar sebagai mahasiswa baru itu dianggapnya
sebagai konsumen untuk diperdagangkan.
Dari
pihak penegak hukum ternyata juga subur praktek-praktek nakal dengan tujuan
untuk mempertebal pundi-pundi pribadimya. Kita masih ingat perempuan cantik
bernama Pinangki, karyawan dari Kejaksaan yang karena perbuatannya dijatuhi
hukuman penjara.
Belakangan
ini, di lembaran berbagai surat kabar serta media sosial, kita menerima berita
dengan tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berhasil melakukan OTT
di Jakarta dan Semarang. Anehnya dan yang sangat mengejutkan justru yang
terkena OTT bernama Sudrajat Dimyati seorang Hakim Agung di Mahkamah Agung (MA).
dilengkapi dengan Yosep Parera dan Eko
Suparno yang bertindak sebagai pengacara. Hakim Agung ini di duga menerima uang
sebesar Rp.800 juta.
Bayangkan,
seorang Hakim Agung yang seharusnya menyebarkan kebaikan dan menegakkan
keadilan malah berbuat melalaikan tugasnya, justru melanggar sumpahnya,
melakukan perbuatan sangat tercela, melanggar hukum.
Lagi
tertangkap tangannya Wakil Ketua DPRD Jawa Timur oleh KPK, terduga terlibat
masalah Ijon Dana Hibah. Dalam pengakuannya praktek itu sudah dilakukan sejak
th 2021. Coba bayangkan, jabatan sebagai Wakil Ketua DPRD, tentunya jabatan
yang disandangnya, sudah memberikan jaminan yang sangat cukup untuk menghidupi
keluarga. Tetapi karena moralnya yang miring, masih mau juga mencari tambahan
dengan cara yang melanggar etika dan hukum.
Masyarakat
terkadang juga terbius dengan tingkah manisnya para koruptor, secara tidak
sadar di sanjung-sanjung, kerena mereka berbuat baik di mata masyarakat.
Seperti pergi haji, membangun sekolahan, membangun masjid, menyantuni anak
yatim-piatu dsb.
Semua
pasti tahu, bahwa negara Indonesia dengan seluruh isinya dalam segala kehidupannya
haruslah berdasarkan pada falsafah Pancasila. Itu sudah komitmen bersama.
Bahkan sudah dipikirkan, di rancang sebelum kemerdekaan Indonesia. Setelah
Indonesia merdeka ternyata ada beberapa warga negara yang terpenyakit korupsi.
Mereka pasti paham, tapi pura-pura tidak paham, bahwa korupsi itu sama saja
dengan melanggar ajaran agama, yang terwujud tidak menghayati dan tidak
melaksanakan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Korupsi
itu artinya menggunakan uang negara atau perusahaan yang seharusnya
dipergunakan untuk kepentingan masyarakat, tetapi di lahap untuk kepentingan
pribadi atau golongannya. Tentunya ini membuat usaha mensejahterakan masyarakat
terhambat. Bila di tarik lebih mendalam, berarti korupsi juga melanggar hak
azasi manusia. Kan sila ke 2, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab . Hasilnya
korupsi bisa dan sering menimbulkan kecurigaan-kecurigaan, menimbulkan konflik.
Ini artinya si koruptor tidak ikut melaksanakan sila ke tiga, yaitu Persatuan
Indonesia. Ingat Pilkada, Pemilu ada yang dibiayai dengan uang haram hasil
korupsi, dan ini mengakibatkan menurunnya kwalitas Pemilu dan Pilkada yang
berenteng kepada turunnya kwalitas demokrasi. Demokrasi di Indonesia didasari
dengan sila ke 4, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. Dan yang pada akhirnya secara keseluruhan tidak
mencerminkan dan mengganggu sila ke 5, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.
Pada
intinya, korupsi merupakan kejahatan yang berlipat dan perlu dihadang oleh
seluruh lapisan masyarakat. Meskipun, masyarakat pada umumnya tidak merasa
dirugikan secara langsung. Makanya mereka banyak yang acuh serta hanya
mengomel, ketika ada pejabat atau tokoh yang kena OTT.
Ada
pemikiran pencegahan dan pemberantasan korupsi itu harus benar-benar dilakukan penegakan disiplin oleh interen, melalui
Inspektorat atau Badan Pengawas Perusahaan/Organisasi. Termasuk disini
pendisiplinan, penegakkan profesi para hakim. Sehingga tidak ada cerita lagi,
hakim itu bisa dibeli
Kedua,
penindakan hukuman seberat-beratnya disertai dengan tindakan pemiskinan bagi
mereka yang sudah di vonis bersalah. Bagi para penegak hukum yang terlibat
dalam masalah perkorupsian, harus benar-benar dilaksanakan penindakkan secara
maksimal.Istilah kerennya, tanpa pandang bulu, Jangan sampai terjadi seperti pada kasus jaksa
Pinanti.
Teori
gampang, tetapi dalam pelaksanaannya bukan hal yang gampang. Pengaruh sosial
dan pengaruh politik lebih kental mendampinginya. Korupsi memang penyakit yang
menggelisahkan. Pinjam ilustrasi Sdr.Wahyu Kokkang.Jawa Pos.17.10.2017.
(BUDI
SAMPURNO.Mak’skom.IPJT.24.12.22)
SDT.SASTRA.29
BUDI SAMPURNO.Des.2
Harian
KOMPAS terbitan Minggu, tgl 27 Nopember, memuat cerpen dijuduli “PEREMPUAN YANG
MENUNGGU HUJAN”. Di reka-reka oleh RIDA K LIAMSI, kelahiran 17 Juli 1943, juga
seorang penyair, tinggal di Tanjung Pinang Riau, dapat dihubungi lewat email: rliamsi-pku@gmail.com. Cerpen dihiasi ilustrasi
oleh YUSUF SUSILO HARTONO, seorang pelukis, penyair dan wartawan.
Cerpen ini berkisah tentang seorang perempuan dan seorang laki-laki. Perempuan berprofesi sebagai pramuniaga dan yang laki-laki adalah seorang guru di sekolah swasta Laki-laki itu lebih tua dari pada yang perempuan. Laki-laki itu tampak berwibawa, selalu senyum serta tatapan matanya selalu teduh bila saling berpapasan. Selalu pula melambaikan tangannya. Perempuan itu merasa laki-laki ini, satu-satunya lelaki yang berhasil menggetarkan hatinya. Mereka tidak saling kenal dan saling tidak tahu namanya. Pertemuan yang berulang-ulang setiap pulang kerja serta tidak saling tahu namanya, tidak berlanjut dengan kebahagiaan. Tetapi peristiwa tragislah yang melanjutkan pertemuan manusia berlainan jenis itu. Dibukanya cerpen ini dengan kalimat .
Setiap langit mendung dan tebal, perempuan itu pergi ke ujung pelantar rumahnya. Dia duduk menatap langit, menunggu hujan turun sambil mendengar suara gemuruh ombak. Dia berharap hujan segera turun dan ingin merasakan tajamnya jarum air menerpa kepalanya, tubuhnya. Jarum hujan yang membangkitkan endapan memori dikepalanya.. Begitu jarum jam itu menyentak akar rambutnya, pikirannya seperti mesin akan membangkitkan sensasi kenangannya
Tubuhnya
terasa berdenyar dan seperti ada geliat halus merayapi energi hidupnya. Dia
akan segera memejam matanya, dan merasakan sensasi jarum hujan itu menjelajah
pembuluh darahnya.
Kena apa perempuan itu selalu berbuat begitu. Diceritakan oleh RIDA K LIAMSI, disuatu saat kedua insan itu bertemu ketika hari sedang hujan. Mereka saling menyapa, saling jalan bersama dari jalan beraspal sampai jalan yang tidak beraspal. Disebelahnya terhampar lapangan sepak bola yang dipenuhi dengan rumput serta ilalang. Hujan tetap turun. Mereka duduk di lapangan dekat dengan gawang. Dengan asumsi kalau ada kilat yang di sambar adalah tiang gawang, karena lebih tinggi dari mereka berdua. Mereka tersenyum, mereka tertawa, mereka saling menggenggam tangan, mereka saling memeluk. Imajinasi pembaca di putus oleh RIDA K LIAMSI dengan menuliskan :
Tiba-tiba mendung pergi. Renyai beranjak teduh
Dan sayup-sayup terdengar suara azan maghrib. Mereka terbangun. Merapikan
pakaian. Berdiri. Meninggalkan lapangan sepak bola. Tanpa bicara. Saling
menjeling. Saling tersenyum. Di ujung lapangan, di jalan tanah, di sebuah
simpang, mereka berpisah. Saling melambai
dan berjalan menyongsong malam.
Setelah
itu mereka tak pernah lagi bertemu. Perempuan itu, setibanya di rumah,
menggigil hebat dan jatuh sakit. Demam panjang dan mengingau. Meracau. Beberapa
hari dia terkapar di tempat tidur. Setelah dua suntikan anti demam dari dokter,
baru dia pulih. Dan begitu terbangun di pagi hari, dia ingat lelaki itu. Dia
bergegasa mandi, dan bersiap akan ke tempat kerjanya lagi. Ingin bertemu dan
berpapasan lagi dengan lelaki itu.
Di
meja makan dia mendengar cerita, lelaki itu, guru SMP sekolah swasta temannya
tidur di rerumputan di lapangan bola, di bawah hujan itu, tewas. Rupanya,
setelah berpisah, setelah hujan teduh, ketika berjalan ke rumah kostnya, sebuah
sepeda motor yang dikendarai seorang lelaki yang sedang fly, menabrak lelaki
itu, yang rupanya juga sedang melamun
dan berjalan terlalu ke tengah.
Lelaki
yang sedang fly itu mati karena terpelanting dari sepeda motornya yang di pacu
kencang, tapi lelaki itupun juga terpelanting dan tercampak ke dalam parit.
Tewas karena pendarahan di kepalanya.
Perempuan
itu benar-benar merasa dunianya runtuh. Dia merasa kehilangan yang sangat. Tak
sempat bicara dan kembali pingsan. Kembali demam dan meracau. Mengigau
Semenjak itu, perempuan itu selalu menyendiri, tak mau bicara dengan siapapun. Dia berhenti bekerja. Duduk di rumah sepanjang hari. Merasakan kehilangan dan kepedihan. Keseimbangan hidupnya terganggu. Takut tidur dan di ganggu mimpi buruk.
Tentu saja keluarga menjadi bingung. Terutama ibunya. Keluarga berusaha menyadarkan serta mendesak supaya mau menikah. Akhirnya perempuan itu mau menikah dengan lelaki teman sekerja yang sudah lama menaksirnya. Pernikahan mereka tidak bisa berlangsung lama. Suaminya tidak mau diajak tidur di lapangan sepak bola dan bercinta disana. Perbedaan pandangan serta selera keduanya dijelaskan dengan gamblang oleh sang penulis.
“
Gila kamu. Inikan tempat terbuka dan orang bisa melihat kita melakukan apa-apa.
Kan kita punya rumah. Punya ranjang. Mengapa mesti bermesraan di sini?. Di
tempat terbuka dan dalam hujan pula. Aneh kamu ini!”, kata suaminya itu.
Kemudian perempuan itu ditinggalkan sendiri di pada ilalang itu. Dan perempuan itu kecewa.Di rumah mereka bertengkar hebat. Suaminya menuduhnya tidak perawan. Dan mempraktekkan sex bebas.“Memang kenapa kalau tidak perawan”.
“Kamu sendiri memangnya bujang ting-ting. Dari cara kamu meniduri aku, aku tahu kamu sudah biasa. Entah perempuan ke berapa aku ini yang kau tiduri. Jangan mau enaknya sendiri”, pekik perempuan itu.
Sejak malam itu, perempuan itu tidak mau lagi tidur dengan suaminya. Dia merasa tidak ada kenikmatan hidup sebagai suami isteri. Hubungan yang hambar. Dia merasa dilecehkan.
Tak
lama kemudian mereka bercerai karena perbedaan prinsip dalam bercinta sebagai
suami isteri. Kembali keluarganya bersedih dan gelisah. Ibunya mendesak supaya
segera nikah lagi. Ibunya tidak ingin melihat anaknya lama-lama menjanda.
Menurut ibunya, janda akan menjadi buah bibir negatif oleh orang orang.
Ibunyapun beralasan sudah tua serta ingin segera menimang cucu. Ibunya
menangis.
Akhirnya perempuan itu mau menikah lagi dengan lelaki pilihan ibunya. Perbedaan tajam kembali menggelayut suami isteri ini. Perempuan itu tetap mengajak suaminya bercinta di lapangan bola beralaskan rumput ilalang. Kehidupan rumah tangga perempuan itu bergolak kembali. Dia di tuduh perempuan berkelainan sex. Tumbanglah rumah tangganya. Perempuan itu kembali menolak keinginan ibunya agar mau menikah lagi. Tetap pada pendiriannya. Menolak kawin lagi. Ibunya meninggal.
Pulang
bekerja, dia kembali berjalan menyusuri jalan yang dulu dia lalui dengan
lelaki, guru sekolah swasta itu. Jika mendung dan hujan turun saat dia sedang
berjalan pulang, sekali dia akan bergegas dan setengah berlari menuju ke
lapangan bola. Berbaring di atas rumpun ilalang dan tertidur di sana.
Hal yang paling sering, dia akan bergegas pulang ke rumahnya, dan berbaring di pelatar rumahnya. Tidur di bawah deraian hujan. Menikmati tikaman jarum hujan dan kemudian malamnya dia demam dan mengigau. Bermimpi seakan dia bercinta di lapangan terbuka, di bawah tikaman jarum hujan. Dan dia merasa seakan semua ilalang di padang rumput atau lantai papan dipelatarannya mengerang.
Membaca
cerpen ini memang asyik, terus menurus ingin membaca sampai segera habis.
Setelah itu saya baru berpikir tentang logika. Laki-laki itu seorang guru,
perempuan seorang pramuniaga, lokasi masih dalam kota, terbukti dengan adanya
mall. Artinya daerah letak lapangan bola tidak jauh dari keramaian orang. Lalu
bercinta di lapangan terbuka yang amat sangat mudah di lihat orang
disekitarnya. Apakah mereka tidak bereaksi?
Mungkinkah
pengalaman pertama bercinta akan membekas amat sangat dalam, sehingga menguasai
alam sadar dan pikiran waras perempuan itu.
Lalu pesan moral apa yang bisa kita peroleh, resapi dari cerpen ini ?. Saya kok agak susah mencerna, mencari pesan moral positifnya. Selain mendapatkan contoh ego yang tinggi, yang tidak bisa bertoleransi dengan orang lain, terutama kepada suami-suaminya. Tapi ini adalah sebuah cerpen, buah imajinasi yang dipadukan dengan pengalaman pribadi dan pengalaman orang-orang lain. Cerpen memang kadang menyimpang dari kehidupan nyata. (BUDI SAMPURNO.Mak’skom.IPJT. 14.12.2022)
SDT.SASTRA.28
BUDI SAMPURNO.Des.1
Cerpen
ini di muat di HARIAN JAWA POS terbitan hari Sabtu tgl 9 Juli 2022. Di kemas
oleh GUNTUR ALAM. Tinggal di Penukal Abab Lematang Ilir. Sebagai Aparatur Sipil
Negara telah membukukan kumpulan cerpennya MAGI PEREMPUAN dan MALAM
KUNANG-KUNANG serta beberapa novel horornya yang di cetak GRAMEDIA PUSTAKA
UTAMA.
Cerpennya yang di muat di harian JAWA POS ini di beri judul GENTAYANGAN, serta ilustrasi dikerjakan oleh BUDIONO.Cerpen ini sebenarnya cerita seorang “Aku” yang sedang pulang kekampungnya dan mendapatkan ceritera tentang arwah yang gentayangan. Yang di maksud arwah gentayangan adalah arwah Wahyu yang baru saja meninggal.
.Membaca kalimat pembuka serta melihat ilustrasi yang dikerjakan BUDIONO, berupa gambar pocong, sekilas pembaca sudah pasti bisa memahami cerpen ini adalah cerpen yang berceritera bernuansa horror.
Lalu
kena apa arwah Suci (Wahyu) kok bisa gentayangan ?. Itu yang diceriterakan oleh
GUNTUR ALAM. Suci, ternyata nama aslinya adalah “Wahyu”. Dia dilahirkan sebagai
laki-laki. Tetapi tingkah lakunya sejak kanak-kanak menyerupai tingkah sebagai
anak perempuan. Ketika sudah menginjak remaja bersekolah SMP, juga masih
bertingkah laku seperti remaja perempuan. Bapaknya serta kakaknya sangat tidak
senang dengan tingkah lakunya dan sangat membencinya. Sering ditangani sangat
kasar . Wahyu sebenarnya anak yang pintar, saleh dan penurut. Suaranya merdu
jika mengaji. Berkali-kali diikutkan lomba tingkat Kabupaten sampai Propinsi
dan menjadi juara. Bahkan ketika SMP diikutkan lomba Olimpiade Matematika di
Jakarta. Setamat SMP, tidak melanjutkan ke SMA. Dia bahkan kabur, karena tak
tahan digebuki bapaknya serta kakak-kakaknya yang tidak menyukai tingkah laku
Wahyu seperti perempuan.
Di
kota tempat pelariannya,”Wahyu “ bekerja di salon dan berganti nama dengan
“Suci”.
Ketika
Suci (Wahyu) meninggal dunia, di kubur dikampungnya, sesuai permintaan
sebelumnya, waktu pulang kampung . Setelah di kubur dan menginjak hari
ke-tujuh, mulailah banyak ceritera miring, bahwa arwah Wahyu bergentayangan serta menakut-nakuti penduduk
kampung.
GUNTUR
ALAM menggambarkan gelisah dan takutnya orang kampung dengan berbagai contoh
kejadian. Misalnya, ketika Bik Anmah habis wudhu di belakang rumahnya, untuk
sembahyang mahgrib, melihat seorang perempuan berambut panjang berbalut handuk,
berjalan melenggang-lenggok sembari menenteng ember kecil, melewati sumurnya.
Bik Anmah menduga, anak gadis itu adalah seseorang yang baru saja selesai
mandi. Dan ketika di sapa oleh Bik Anmah:
“
Ketika mendekati rumahnya, aku melihat ada kain putih yang terjuntai dari dahan
jambu”, dia menelan ludah. “Tentu saja aku dengan buyannya mendongak keatas.
Mati maaaakk, aku kencing di celana. Motorku mendadak mati pula. Almarhum itu
duduk berayun-ayun di dahan jambu”.
Yang lain menduga-duga bahwa waktu dimasukkan ke liang lahat, mereka lupa melepaskan tali pocongnya.Yang hadir di warung itu saling berpikir, bagaimana cara mengatasinya supaya tidak ada lagi roh yang gentayangan menteror warga kampung. Seorang mengusulkan :
“
Ada dua cara”, orang yang terus menerus mencibir itu terdengar lagi berbicara.
Langkah pertama yang pasti sulit dan berat, ya minta kelurganya gali kuburan si Wahyu itu. Urus ulang jenazahnya sesuai syariat. Tapi siapa yang mau?. Baru awal mati saja, banyak yang tidak mau. Apalagi kalau sudah seminggu di dalam tanah”.Beberapa orang pasi dan menelan ludah." Langkah ke dua, yang termudah”, suaranya terdengar riang. “Katanya, kalau ada yang mati dan arwahnya gentayangan, kita siram kuburannya dengan air perasan jeruk atau arak putih. Di jamin arwahnya tidak bisa kabur lagi”.
Namun aku ingat, dulu guru ngaji kami pernah mengatakan, “Tak ada hantu. Roh orang yang meninggal tidak akan bisa gentayangan. Yang kalian lihat itu jin. Jin yang menyerupai dan menakut-nakuti”Selamat buat sdr.GUNTUR.(BUDI SAMPURNO.Maks’kom.IPJT.10.12.2022)
SDT.NGOBROL.19
BUDI SAMPURNO.NOP.2
NGOBROL
PUTUSAN HAKIM
Wagiarti wajahnya tegang,
ketika Wagiman kembali ke teras sambil membawa gunting dan botol lem. Wagiman
heran melihat wajah isterinya tegang. Setelah duduk disampingnya Wagiman mulai
melempar pertanyaan.
WAGIMAN : “Ada apa bu?. Kok sambil mbanting koran.
Salah apa koran kok di banting gitu?”
WAGIARTI : “ Itu……!. Hakim nggak beres. Coba kalau
anaknya sendiri yang digituin, apa nggak marah, apa nggak prihatin. Apa nggak
sedih. Apa nggak malu?”.
WAGIMAN : “ Lho…lho kok bawa-bawa hakim”.
WAGIARTI : “ Itu lho pak…hakim yang mengadili
pemerkosa di Jombang. Sudah bikin malu warga Jombang, yang katanya Jombang itu
kota santri. Tapi kok punya warga yang bejad gitu!”.
WAGIMAN : “ Ooooo Siapa itu…si Bechi”.
WAGIARTI : “ Ya!. Anaknya yang punya pondok
pesantren. Masa cuma di putus tujuh tahun penjara”.
WAGIMAN : “ Lho, hakim itu kan pasti punya alasan,
dan berbagai pertimbangan yang valid dan syah, bu”.
WAGIARTI : “
Alasan sih alasan…… Pertimbangan sih pertimbangan, pak. Padahal sangat tidak
kooperatif, waktu mau di tangkap, di jemput polisi dipondoknya kan sangat
sulit. Bapaknya kan ya melindungi. Sampai Kapolsek
atau Kapolres itu dulu
yang viral di medsos. polisi kok munduk-munduk pada bapaknya. Viral, rame
dicemooh masyarakat di medsos.
WAGIMAN : “ Sabar, bu…sabar… nggak usah emosi”.
WAGIARTI : “ Ya emosi pak. Saya ini perempuan. Sama
dengan santriwatinya yang jadi korban”.
WAGIMAN : “ I…ya…isteriku. Tekanan darah tingginya
naik lagi lho “.
WAGIARTI : “ Gombal…!. Coba bapak baca alasan dan
pertimbangan hakim memutuskan tujuh tahun”.
WAGIMAN : “ Nggih, bu isteriku sayang…. Mana
korannya”.
WAGIARTI : “ Nih, pak korannya.
Beritanya di halaman pertama, ada fotonya si bejad lagi tuh….”.
WAGIMAN : “ Bapak baca
yang beritanya tentang alasan hakim….Vonis tujuh tahun yang di terima
Bechi itu lebih ringan dari pada
tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebelumnya jaksa meminta hakim menjatuhkan
hukuman pidana 16 tahun penjara. Majelis berpendapat bahwa Bechi
memiliki tanggungan keluarga. Pria 42 tahun itu juga di anggap masih
muda sehingga masih bisa memperbaiki diri”.
WAGIARTI : “ Nah…tuh…alasan hakim, coba kalau anaknya
sendiri yang di perkosa, apa nggak penceng dia”.
WAGIMAN : “ Sabar, bu…ini kan belum putusan akhir .Dan
hakim beralasan, terdakwa itu masih muda jadi masih bisa memperbaiki diri.
Harapannya menjadi orang baik-baik”.
WAGIARTI : “ Lho kok
bapak itu mbelain dia si Bechi bekicot itu. Pak…Saya ini perempuan, pak! “.
WAGIMAN : “ Lah…ya tahu
bu. Kalau ibu itu perempuan. Kan sudah jadi isteri bapak bertahun-tahun dan
sudah menghasilkan anak-anak yang hebat-hebat. Masak bapak itu nggak tahu kalau
ibu seorang perempuan “.
WAGIARTI : “ Gombal….saya perempuan makanya saya
ngomong. Alasannya Bechi bekicot itu masih muda dan masih bisa memperbaiki diri
dan menjadi orang baik”.
WAGIMAN : “ Ya itu harapan majelis hakim….”
WAGIARTI : “
Lalu…para santriwati yang di perkosa itu apa ya bisa balik jadi perawan
lagi….Nggak bisa pak !”.
WAGIMAN : “ Wah…wah…. Kalau itu bapak
nyerahlah….Kalau bisa enak ya….Ibu bisa jadi perawan lagi, meskipun bapak tidak
pernah memperkosa ibu…”.
WAGIARTI : “ Gombal lagi bapak ini “.
WAGIMAN : “ Ha ha ha…..Lho bu ada tamu itu. Bu siapa
itu…?!”.
WAGIARTI : “ O…bu
Sonny…..Ibu ini juga marah dengan putusan hakim penceng itu, pak!”.
WAGIMAN : “ Wah…nanti ini bisa seru pembicaraan.
Sudah, saya tak masuk saja…. Tidur…enak…”.
WAGIARTI : ” Gombal lagi
bapak ini….! Mari bu Sonny, masuk….duduk di teras …”.
Wagiman berdiri dan
buru-buru masuk rumah sambil menyaut tumpukan klipingnya. Wagiarti menyambut
tamunya dengan senyum ramah.(Budi Sampurno.Mak’skom.IPJT.27.11.2022)
SDT.NGOBROL.18
BUDI SAMPURNO.NOP.1
Begitu acara sosialisasi
selesai, Wagiarti mendekat Ibu Direktur Akademi Pharmasi, untuk pamit. Ibu
Direktur menyambut ramah dengan senyum penuh keibuan. Sosialisasi diselenggarakan
di Balai RW dan materi di isi oleh Akademi Pharmasi Ketintang Surabaya dengan
tema “ SOSIALISASI PEMILIHAN PERALATAN MAKAN DAN MINUM BERBAHAN MELAMIN “.
Sesampai di rumah sudah
terlihat Wagiman duduk di teras sambil membaca koran, disampingnya terlihat
tumpukan kliping kesayangannya. Setelah cuci tangan, cuci kaki dan menyemprot
pakaiannya dengan alkohol, langsung masuk ke dalam rumah. Tak lama, Wagiarti
beranjak ke teras lagi sambil membawa baki berisi segelas kopi panas. Lalu ikut
duduk di dekat Wagiman. Tangannya meraih brosur sosialisasi di atas meja.
WAGIARTI : “ Maaf ya pak. Tadi nggak sempat
membuatkan kopi. Habis tadi acaranya pagi sekali. Sebelum ceramah, senam dulu”.
WAGIMAN : “ Nggak apa-apa bu. Toh sekarang ibu
sudah membuatkan kopinya. Bapak ini kan suami yang baik, penuh pengertian”.
WAGIARTI : “ O…. Gombal”.
WAGIMAN : “ Tadi sosialisasi apa bu , kok
kelihatannya serius dan penting, gitu…Kok pulang bawa brosur?”.
WAGIARTI : “
Penting pak, itu…pemakaian alat masak-memasak yang bahannya terbuat dari
melamin. Ternyata bisa berbahaya kalau salah pilih alat yang bermelamin. Ya
boleh sih pakai, tetapi harus di pilih betul”.
WAGIMAN : “ Maksudnya ? Kan kita juga punya piring
yang bahannya dari melamin. Ada piring, ada gelas.”
WAGIARTI : “ Ya, untungnya piring dan gelas melamin
yang kita beli itu sudah betul pak. Sesuai dengan syarat untuk kesehatan.
Karena ternyata yang di produksi dan di jual di toko-toko itu ada yang sudah
memenuhi syarat, tetapi ada pula yang
belum dan tidak memenuhi syarat kesehatan”.
WAGIMAN : “ Lah kok…?. Bapak yakin masyarakat pasti
banyak yang tidak tahu!. Untung ibu tadi datang memenuhi undangan acara di
Balai RW”.
WAGIARTI : “ Ya
itulah pak “.
WAGIMAN : “ Lalu bagaimana caranya kita tahu,
peralatan itu memenuhi sysrat apa tidak, bu ?”.
WAGIARTI : “ Nih pak. Di brosur disebutkan, melamin
asli itu. Lebih mengkilat; harga lebih mahal; tidak mengeluarkan bau menyengat
bila di rebus; permukaan piring licin dan lebih berkilau serta lebih berat, lebih tebal”.
WAGIMAN : “ Itu ciri-ciri yang asli. Lha yang palsu
?. Pasti harga lebih murah…he he he…”.
WAGIARTI : “ Pak ini serius pak!. Kalau salah pilih
bisa terkena penyakit kanker lho…!. Nah ini ciri-ciri melamin yang palsu
pak. Warnanya lebih kusam: harga lebih
murah; mengeluarkan bau menyengat bila di rebus yang merupakan bau formalin;
permukaan piring melamin palsu mudah ternoda oleh makanan atau bahan yang
berwarna seperti kopi, teh. Dan warnanya akan berubah lebih gelap dalam waktu
yang singkat. Melamin palsu itu lebih terkesan seperti piring plastik”.
WAGIMAN : “ Kalau begitu acara tadi amat bermanfaat
ya bu..”.
WAGIARTI : “ I ya pak. Ibu-ibu tadi juga manggut-manggut, ketika
Bu Direktur….siapa tadi namanya….Bu Nunik…atau Ninik gitu lho. Nah…katanya,
melamin yang aman itu, ketika membeli harus di pilih yang ciri-cirinya ada logo
SNI; ada stiker Food Grade Melamine; terdapat merek dan nama
produsen yang jelas; pilih yang berlogo PP—Polyprophylene.
WAGIMAN : “ Apa itu bu, polyprophylene…?”
WAGIARTI : “ Lha ini pak….yang tadi saya nggak
nangkap artinya. Ah… besuk kalau ketemu bu Direktur…bu Ninik mau saya tanyakan
lagi ah. Biar saya lebih mudeng dan nantinya nggak salah pilih”.
WAGIMAN : “ Bu Direktur tadi memberi penjelasan apa
lagi?. Misalnya, peralatan itu melamin itu jangan digunakan lagi…apa bila……”.
WAGIARTI : “ O…I ya pak. Seperti, kalau sudah
tergores jangan di pakai lagi; jangan mengukus atau meng-oven peralatan melamin,
jangan digunakan untuk masakan yang asem, apa lagi dalam keadaan panas; jangan
menggunakan detergen yang keras untuk membersihkan karena permukaannya cepat
rusak”.
WAGIMAN : “ Nah itu bu. Ikuti petunjuknya tadi”.
WAGIARTI : “ Pasti pak !. Kalau nggak…bisa terserang
kanker dan radang ginjal. Ngeri pak!.
Wagiarti mendongak arah
langit. Langsung berdiri lari ke belakang sambil berteriak : “ Gerimis pak. Ibu
angkat jemuran dulu. Itu…kopinya dihabisin…kalau nggak habis, nggak mau bikini
lagi lho…!”.
Wagiman berdiri,
tersenyum sambil mereguk habis wedang kopinya. (BUDI SAMPURNO.
Mak’skom.IPJT.15.11.2022)
SDT.SASTRA.27
BUDI SAMPURNO.NOP.2
Hari
Minggu ini tgl. 6 Nopember 2022, Harian KOMPAS membuat saya tergelitik, karena
memuat sebuah cerpen yang berbau kejawen. Di tulis oleh AHIMSA MARGA. Dia
adalah wartawan senior yang sebenarnya bernama MARIA HARTININGSIH. Di masanya
di kenal sebagai sosok yang gigih memperjuangkan hak-hak azasi manusia,
terutama bagi anak, perempuan, dan
kelompok yang dimarjinalkan. Pernah mendapat penghargaan YAP THIAM HIEN di
bidang edukasi HAM di tahun 2003. Judul cerpennya terdengar sangat puitis “MBAH
DIMAN TERBANG BERSAYAP MALAM”
Cerpen
ini juga dilengkapi illustrasi oleh LAKSMI SHITARESMI . Sudah sering dia mengadakan
pameran tunggal di dalam negeri dan di luar negeri. Antara lain di Jepang dan
di Chile.
Dalam
cerpen ini, tokoh “Aku” mendapat tugas dari keluarga untuk ngopeni rumah
warisan dari Ibu. Tapi “Aku” tinggal di luar kota, maka yang dipasrahi atau
dititipi menjaga serta merawat rumah almarhumah Ibu adalah Pardi dan keluarganya.
Suatu ketika “Aku” menengok rumah Ibu, Pardi melapor dan meminta ijin dan ini
yang menjadi pembuka cerpen AHIMSA MARGA :
“Bude,
ini mbah Diman”, ujar Pardi, anak tetangga yang di anggap mendiang ibuku
sebagai cucunya. Aku menitipkan rumah ibu kepada Pardi dan keluarganya, untuk
dijaga dan dirawat.” Saya minta maaf, lancang, tidak bilang sama bude dulu.
Tapi boleh, ya Mbah Diman tinggal disini sekalian jaga rumah”.
Tubuh
tua itu sedikit membungkuk, lalu kedua telapak tangannya ditangkupkan,
memandangku dengan tatapan teduh.
Menurut
Pardi, diizinkan tinggal di tumah itu adalah berkah bagi Mbah Diman setelah
beberapa tahun harus pindah dari tempat ke satu ke tampat lain di rumah-rumah
mereka yang katanya kerabat. Ketika tak ada lagi yang mau menampungnya, Mbah
Diman tidur di pos-pos ronda. Tapi bagiku, kehadirannnya adalah berkah.
Kuyakini tidak ada kebetulan di dunia ini.
Kehadiran
Mbah Diman di rumah almarhumah Ibu membawa kesan tersendiri terhadap “Aku” dan
pada suatu saat, Mbah Diman berbicara :
“
Nduk, Mbah sering membersihkan kamar ibumu. Boleh kan…”
“
Mbah berani masuk kamar itu karena ibumu yang minta kamarnya dibersihkan”,
sambungnya sebelum sempat kujawab.
Aku
tertegun. Kupandang wajahnya dengan mata berkaca-kaca, bukan karena urusan
kamar ibu, tetapi dari wajah itu aku melihat kilasan gambar tentang hidupnya.
Dia
seperti membaca pikiranku
“
Mbah tidak apa-apa, Ndhuk. Terima kasih sekali sudah boleh numpang di sini”.
Dia melanjutkan, “Hidup ini cuma harus dijalani, tidak usah banyak tanya karena
banyak hal tidak butuh jawaban”.
Aaah….aku
seperti mendengar suara ibuku.
Tapi,
aku bergeming, malah terus berusaha memenuhi rasa ingin tahuku.
Mbah
tidak marah pada nasib?. Tidak benci pada mereka yang jahat pada Mbah?.
“ Lha buat apa, Nduk…” jawabnya, terkesan
ringan dengan nada suara rendah. “ Wong nandur, ngundhuh, utang , mbayar”. Yang
nenanam, menuai, yang utang harus bayar, katanya. “ Mungkin, entah kapan, Mbah
juga pernah nandur barang jelek, pernah utang tapi ngemplang, nggak pernah
bayar…. Semua harus di bayar, Ndhuk, kapanpun waktunya”.
“Aku”
mendengarkan terus apa yang dibicarakan Mbah Diman, ini benar-benar memberi
makna yang dalam tentang kehidupan manusia. Pemahaman kehidupan disampaikan :
“
Senang susah itu hanya istilah Ndhuk. Seperti pagi dan sore, fajar dan senja,
panas dingin…semua itu kelengkapan hidup, terus berputar, tidak ada yang tetap.
Semua hanya ada pada satu kedipan mata. Jadi, mau direndahkan, di hina, di cerca,
ibaratnya di lempar kotoran, ya wis, tak tampa wae, saya terima saja. Mbah
hanya menjalani yang harus dijalani.
Tidak kurang, tidak lebih”.
Tokoh
si “Aku” merasa menjadi lebih dekat dengan sosok Mbah Diman : Entah mulai
kapan terbersit keinginan untuk selalu menjumpainya. Secara perlahan, aku
merasa menemukan ibuku dalam sosok renta ini.
Meski
dadaku selalu berpasir setiap kali menyimaknya, mata batinku semakin terang
benderang.
Penulis
AHIMSA MARGA memberi kesan, bahwa ternyata Mbah Diman itu punya selera yang cukup
tinggi dalam hal menikmati musik, karena “Aku” pernah memergoki :
Pernah
suatu saat, tanpa memberi tahu, aku datang begitu saja. Ketika wajah sejuk itu
muncul dari balik pintu, kudengar denting piano dari sepotong “Spring Waltz” nya
Chopin, sebelum dia buru-buru minta izin untuk kekamarnya, dan musik lembut
segera di sapu denyut sepi di ruang tamu.
“
Kok dimatikan, Mbah?. Saya suka…”
Mbah
Diman hanya tersenyum
Dalam
memenuhi kebutuhan hidup phisiknya Mbah Diman juga amat sederhana :
Mbah
Diman hanya makan umbi-umbian dan dedaunan tanpa garam. Dia tidak merokok,
tidak minum kopi, teh, gula, hanya air panas. Dia jengah ketika kusebut pilihan
itu sebagai “puasa” atau “tirakat”.
“
Cuma kebiasaan, Ndhuk. Ngleremaken ingkang wonten ngriki, ujarnya sambil
menaruh ke dua telapak tangannya ke dada. Menenangkan yang di dalam ini,
katanya.
Saya
sebagai pembaca memberanikan diri untuk mengatakan, bahwa sosok Mbah Diman
adalah sosok yang menjabarkan dengan jelas gamblang arti kehidupan manusia.
Kedekatan batin tokoh “Aku” menjadi lebih gamblang lagi diceriterakan oleh AHIMSA
MARGA dalam penutup cerpennya:
Semalam
aku bermimpi, menjumpainya di suatu padang yang sangat lapang. Dia tampak
segar. Wajahnya bersih, berseri. Aku lupa dia bicara apa, kecuali “Nduk, gaman
hidup ini hanyalah tekad untuk terus berjalan ke depan, menempatkan yang sudah
lewat, dibelakang. Ilmunya pasrah, berserah. Mantranya keadilan dari Sang Pemberi
Hidup. Pangeran Ingkang Paring Gesang.
Sebuah
kereta sudah menunggunya.
“
Terima kasih sekali sudah bersedia menampung Simbah. Simbah berangkat ya. Andum
slamet, Nduk….”.
Kereta
melesat. Aku tergagap bangun, subuh. Mataku basah.
Selama
beberapa pekan ini tak kudengar kabar Mbah Diman. Semoga dia baik-baik saja. “ Bulan
depan aku datang Mbah…., “ bisikku.
Pagi
itu seperti biasa, ku buka Whasapp.
Dari
Pardi, “ Bude, Mbah Diman sampun kondur, semalam, pukul 23.55”.
Bagi
saya cerpen AHIMSA MARGA ini memberikan
pesan moral yang kuat. Sering kita dengar dalam piwulang manusia Jawa. Manusia
hidup di dunia ini memang tidak selamanya. Hanya sebentar, ” Mampir ngombe”.
Oleh karenanya, untuk sangu hidup di alam “sana”, harus punya bekal. Makanya
hidup ini harus dijalani dengan sabar, ikhlas dan mensyukuri apa adanya yang
diberikan oleh Sang Maha Pencipta. Kita harus pasrah, tetapi juga harus selalu
berusaha untuk kesempurnaan hidup.
Dalam
usaha mencapai kesempurnaan hidup, pasti pernah punya salah, oleh karenanya pasti
pada suatu saat akan memperoleh seperti yang dikatakan oleh Mbah Diman. Wong
nandur, ngunduh, utang mbayar. Yang menanam, menuai, yang utang harus bayar.
Mungkin entah kapan Mbah juga pernah nandur barang jelek, pernah utang tapi
ngemplang, nggak pernah bayar. Namun itu semua harus di bayar, kapanpun waktunya.
Hidup ini cuma harus dijalani, tidak usah banyak tanya karena banyak hal tidak
butuh jawaban.
Dan
memang manusia itu hanyalah “wayang”. Jadi kesemuanya tergantung pada Sang
Pencipta. Kita tidak bisa membantah. (BUDI SAMPURNO.Mak’skom.IPJT.10.11.2022)
SDT.SASTRA.26
BUDI SAMPURNO.Nop.1
Seperti biasa harian KOMPAS di hari Minggu
pasti memuat cerita pendek. Kali ini karya ATTA VERIN yang di pilih, berjudul
PILIHAN BAPAK. Di muat tgl 4 September 2022.
Penulis tinggal di Ponggok, Klaten, Jawa Tengah. Dan dibuatkan ilustrasi
oleh THOMAS ARI KRISTIANTO, pengajar desain di ITS.
Cerpen di buka dengan pendahuluan: “ Kamu
punya pilihan untuk membenciku seumur hidupmu atau tetap mencintaiku seperti
saat kamu kecil dulu. Pesan singkat itu menjadi alasan aku memutuskan untuk
mengunjunginya di penjara dua hari menjelang dia dieksekusi. Sebelumnya, aku
tak mau bertemu dengannya meskipun dia mengiba-iba ingin memandangi wajah
cucu-cucunya untuk terakhir kalinya “.
Cerpen ini menjabarkan suatu keadaan satu
keluarga yang ruwet. Ada bapak, ibu, dan empat orang anaknya. Paskal anak
pertama, Sidik anak kedua, Widi anak ke tiga dan Jenar anak ke empat. Ibu dan
ke empat anaknya digambarkan sangat membenci bapaknya dengan kadar kebencian
yang berbeda-beda. Bapaknya di anggap sebagai pembunuh ibunya. Tercermin dalam
kalimat yang disusun dengan apik oleh ATTA VERIN :
Aku
tak bisa memaafkan malam terkutuk ketika
Bapak membiarkan ibu merangkak ke dapur. Ibu sakit parah sehingga tak mampu
berjalan sendiri dan waktu itu di rumah hanya ada Bapak. Rekaman CCTV rumah
memperlihatkan Ibu memanggil-manggil Bapak di kamarnya—mungkin berteriak, tapi
tentu saja CCTV tidak memunculkan suara apapun—dan Bapak tak juga keluar. Ibu lalu
merangkak sendiri dari ranjangnya menuju dapur, mungkin untuk mengambil air
minum. Sebelum sampai ke dapur, salah satu kakinya menabrak kaki penyangga TV
di ruang tengah. Kotak pelantang yang besar dan berat itu jatuh tepat di kepala Ibu.
Di
ruang gawat darurat Bapak menghampiri Ibu untuk membacakan Surat Yasin, tetapi
Ibu hanya menatap wajah Bapak dengan sorot kebencian, lalu memalingkan wajah.
Sampai akhir hayatnya, Ibu tak pernah memaafkan Bapak.
Tiga
bulan setelah kami menguburkan Ibu, Bapak di tangkap polisi karena membunuh
seorang janda kaya. Berita di media massa menyebut Bapak sebagai pembunuh keji
berdarah dingin. Bapak kemudian dijatuhi hukuman mati.
ATTA VERIN mempertunjukkan kebencian dengan
kadar yang berbeda satu persatu anaknya kepada bapaknya sbb:
Abang sulungku itu yang paling memusuhi Bapak setelah Ibu wafat. Dia
berpikir Bapak sengaja tidak keluar kamar, sehingga ibu terpaksa merangkak dan
kejatuhan pelantang suara yang menyebabkan kematiannya. Diantara kami berempat,
hanya mas Pakal yang secara frontal menunjukkan kemarahannya.
“Bapak sudah lama tidak cinta lagi sama ibu.
Bapak pasti punya simpanan. Gelagatnya jelas begitu. Bapak pasti sengaja
membiarkan ibu merangkak”
Ketika mendengar Bapaknya mau di hukum tembak
mati, Paskal pun berkata: “ Semoga tak langsung mati. Kuharap dia merasakan
dulu kesakitan yang lebih sakit dari rasa sakit yang di derita ibu!”.
Anak kedua, Sidik, melihat situasi dan kondisi orang tuanya hanya
berkomentar : Kalau soal pisah kamar itu karena keduanya saling tidak nyaman.
Bapak tidak nyaman tidur di kamar dekat pintu gerbang masuk yang
menurutnya berisik. Sementara Ibu tak nyaman tidur di kamar yang gelap dan sunyi.
Jadi bukan karena keduanya saling berkhianat.
Anak terakhir, Jenar lain lagi. Dia pernah berkata:” Mbak tahu apa
artinya lahir dari dua orang yang tak saling mencintai?. Artinya kita lahir
hanya karena nafsu kebinatangan”. Lalu Jenar merobek foto Bapak dan Ibu yang di
simpan dalam dompetnya. Dia lalu memasukkan potongan foto Ibu kembali ke dalam
dompetnya. “ Aku tak akan pernah memaafkan Bapak!, katanya lagi.
Widi
anak perempuan yang ke tiga, ketika mendapat pesan singkat dari bapaknya kalau
akan segera di hukum tembak mati, melalui HP petugas lapas, menyempatkan
berkunjung ke lapas.
Widi, anak perempuan yang ditokohkan dalam cerpen ini, menunggu di ruang
tunggu lapas, dan keluarlah lelaki tua menghampirinya dengan kedua tangan
terentang akan memeluk. Widi tidak meladeni, menghindar pelukan lelaki tua yang
juga bapaknya.
Pembicaraan antara bapak dan anak, membuat
saya sebagai pembaca, cukup terkejut. ATTA VERIN membuat puncak drama ceritera
ini dengan menuliskan, sbb:
Lelaki
tua itu meneteskan air mata, tetapi tak terdengar isakan.
“
Ketika Paskal berusia tiga tahun, Bapak dan Ibu sempat berpisah. Kami tinggal
di dua kota yang berbeda. Ibumu meninggalkan Bapak karena Bapak tidak mau menjadi pegawai negeri seperti yang dia
inginkan. Bapak malah ikut pertunjukkan keliling, menikmati kehidupan sebagai
pemain kendang. Bapak menyukainya meskipun uangnya sedikit. Ibumu bertemu
mantan kekasihnya, lalu mengandung Sidik. Tetapi, tiga bulan setelah kelahiran
Sidik, mantan pacar ibumu itu meninggal karena kecelakaan…”.
Aku tercekat. Ternyata Mas Sidik dan mas
Paskal berbeda bapak. Tak ada yang mengetahuinya selama ini. Tiada satu
gunjingan pun.
Ibumu
kembali kepadaku, lalu aku bekerja di pabrik dan memawarisi kebun jeruk dari
kakekmu. Tetapi, aku sulit memaafkan pengkhianatannya. Aku jadi sering
bertengkar dengan ibumu. Kami berusaha memperbaiki keadaan. Kami berpikir
mengadopsimu sejak bayi dari panti asuhan adalah salah satu cara untuk
memperbaiki hubungan kami. Aku selalu
menginginkan anak perempuan.
Kini aku merasa dunia disekitarku runtuh.
Aku tak mampu mencerna semuanya dengan baik selain menelan kenyataaan bahwa aku
sesungguhnya anak pungut di keluarga ini.
“ Namun, Tuhan Maha Baik, Widi. Setelah
kamu berumur dua tahun, ibumu mengandung adikmu. Aku mulai memaafkan ibumu dan
merasa bahagia dengan ke empat anakku. Tetapi, ibumu berpikir lain. Dia mengira
aku tak setia dan mencurigai perubahan sikapku. Dia berpikir aku mesra lagi
karena aku telah membalas dendam dengan berselingkuh. Kami sering bertengkar
lagi. Ibumu di sandera perasaan bersalahnya sendiri. Itu tak saja menghukum
dirinya, tetapi juga menghukumku….”.
Setelah dilaksanakan hukuman mati dengan
di tembak, ke tiga anaknya tidak ada yang mau mengurusi pemakamannya. Jadi,
Widi yang mengurusui semuanya.
Dipenutup
cerpen ini, barulah ATTA VARIN membuka siapakah atau kena apa ibu mereka
meninggal setelah tertimpa pelantang tv yang jatuh persis dikepalanya. Inilah
penutup yang sekaligus menjawab kematian itu.
Petugas lapas menyerahkan barang-barang pribadi Bapak di dalam kantong
plastik hitam. Di dalamnya ada head-phone putih besar kado ulang tahun
dariku sembilan tahun lalu. Aku memberi Bapak benda itu agar dia bisa
mendengarkan musik kesukaannya tanpa membuat orang disekitarnya terganggu. Ibu
tak menyukai musik jazz.
Di bagian dalam lengkungan putih headphone
itu terbaca tulisan “Bapak sedang mendengarkan Chick Corea waktu ibumu
memanggilku pada hari naas itu. Maafkan Bapak karena tak mendengar teriakan
ibumu”.(BUDI SAMPURNO.Mak’skom.IPJT.5.11.2022)