Sabtu, 31 Desember 2022

 

SELAMAT TAHUN BARU 2023

SEMOGA DI TAHUN DEPAN NEGARA DAN BANGSA INDONESIA SELALU DALAM LINDUNGAN TUHAN YANG MAHA KUASA

kacamatakom.blogspot.com; Mak’kom.IPJT 

Sabtu, 24 Desember 2022

 

 

SDT. KOMEN.26

BUDI SAMPURNO.Des.3.22




PENYAKIT YANG MENGGELISAHKAN

Kita baru saja di terjang virus Covid-19 berserta variannya. Setiap saat semua lapisan disibukkan, masyarakat yang kaya yang miskin yang berpendidikan, yang kurang berpendidikan, yang tenaga medis, yang pejabat atapun yang penjahat, ya tukang penggali kubur dan lain-lain. Korbannya menimpa yang dekat dengan keluarga kita ataupun yang tidak ada hubungan dengan keluarga kita. Itu semuanya sangat menyanyat hati.

Belum reda terjangan virus Covid-19, datang lagi serangan PMK, Penyakit Mulut dan Kuku. Para peternak di bikin kelimpungan, apalagi waktu itu menjelang Hari Raya Idhul Adha.

Penyakit gagal ginjal menyerang anak-anak juga mengejutkan berbagai pihak, terutama para orang tua yang memiliki anak kecil. Karena sebaran gangguan ginjal akut ini yang di serang justru anak-anak. Serta secara statistik, grafiknya tiap hari selalu meningkat. Menggelisahkan memang.

Dari terjangan itu semua, rupanya Pemerintah berserta masyakat cukup tanggap dan sigap menanganinya. Tetapi sebenarnya ada suatu penyakit yang sangat menggelisahkan. Namun effeknya tidak terasa langsung di masyarakat. Bahkan masyarakat masih bisa tertawa-tawa menghadapinya. Penyakit yang sebenarnya juga melanda seluruh dunia. Dan menurut catatan penyakit ini sudah ada sejak jaman dahulu kala, dengan berbagai bentuk dan variannya. Sesuai dengan perkembangan jaman. Sesuai dengan tingkat intelektual mereka. Yaitu, penyakit KORUPSI dan SUAP MENYUAP.

Kita mengenal adanya Hari Anti Korupsi Internasional. Hampir di semua negara, termasuk Indonesia melakukan peringatan Hari Anti Korupsi tsb. Disertai dengan acara seminar, dialog-dialog dari berbagai kalangan masyarakat. Di muat di media cetak, di siarkan di media elektronik, bergema di media sosial. Yang intinya adalah untuk memahamkan ke semua pihak, semua lapisan masyarakat, lebih-lebih lapisan para pejabat, bahwa korupsi itu adalah suatu perbuatan yang sangat tercela, merugikan masyarakat, merugikan negara dan pemerintah.

Namun sampai saat ini praktek korupsi tetap bergairah, meskipun kita sudah punya KPK, punya Undang-Undang Anti Korupsi. Dan apabila kita perhatikan justru aparat penegak hukum dan keadilan, seperti Kepolisian, Kejaksaan serta Kehakiman, dan tak ketinggalan masyarakat sendiri justru menjadi bagian perkorupsian. Sehingga persoalan masalah tindak korupsi di tanah air menjadi semakin mbulet, rumit. Bahkan terkadang kita jadi pesimis menghadapi persoalan rumitnya praktek korupsi serta pemberantasan korupsi. Ada adekdot yang sangat tidak enak di dengar, yaitu: korupsi sudah menjadi budaya di Indonesia.

Coba kita ingat-ingat para pejabat yang di borgol KPK. Misalnya, Ismunarso Bupati Situbondo th 2008; Bambang Irianto Walikota Madiun th 2016; Taufiqurrahman Bupati Nganjuk th 2017; Eddy Rumpoko Walikota Batu th 2017; Masud Yunus Walikota Mojokerto th 2017; Nyono Wiharli Suhandoko Bupati Jombang th 2018; Moch.Anton Walikota Malang, th 2018 dan banyak lagi.

Belakangan ini KPK juga melakukan OTT terhadap Bupati Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur dengan bukti senilai Rp.950 juta. Uang ini hasil pengelolaan pungutan uang panas dari berbagai proyek. Penajam Paser Utara termasuk daerah diperuntukan sebagai pembaangunan  IKN.

Yang lagi diperbincangkan masyarakat dalam waktu belakangan ini adalah di tangkap tangannya seorang Bupati Bangkalan R.Abdul Latief Amin Imron dengan dugaan terima suap dan gratifikasi senilai Rp.5,3 M. Bupati ini ternyata terduga berkasus jual beli jabatan dan pungutan proyek.

Tingkatan gubernur ya Lukas Enembe, Gubernur Papua dijadikan sebagai tersangka oleh KPK yang di duga telah melakukan gratifikasi senilai, 1 milyard Rupiah. Dan ketika mau di periksa, berbuat bandel juga. Dengan berbagai alasan, tidak mau datang ke Jakarta untuk diperiksa di Gedung KPK.

Di hari-hari sebelumnya kita juga di buat geleng-geleng kepala dari dunia pendidikan dengan penangkapan seorang Rektor Universitas Lampung, Prof. Dr. Karomani, M.Si di tangkap tangan oleh KPK. Tokoh sentral sebuah perguruan tinggi yang seharusnya menyadarkan, mengingatkan kepada siapapun khususnya kepada para mahasiswanya, bahwa korupsi, suap menyuap merupakan sesuatu tindakan yang melanggar hukum. Tetapi itu justru di langgar sendiri bersama dengan beberapa petinggi perguruan tinggi yang dipimpinnya. Pendaftaran mahasiswa baru dijadikan obyek suap-menyuap. Memangnya pendaftar sebagai mahasiswa baru itu dianggapnya sebagai konsumen untuk diperdagangkan.

Dari pihak penegak hukum ternyata juga subur praktek-praktek nakal dengan tujuan untuk mempertebal pundi-pundi pribadimya. Kita masih ingat perempuan cantik bernama Pinangki, karyawan dari Kejaksaan yang karena perbuatannya dijatuhi hukuman penjara.

Belakangan ini, di lembaran berbagai surat kabar serta media sosial, kita menerima berita dengan tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berhasil melakukan OTT di Jakarta dan Semarang. Anehnya dan yang sangat mengejutkan justru yang terkena OTT bernama Sudrajat Dimyati seorang Hakim Agung di Mahkamah Agung (MA). dilengkapi dengan  Yosep Parera dan Eko Suparno yang bertindak sebagai pengacara. Hakim Agung ini di duga menerima uang sebesar Rp.800 juta.

Bayangkan, seorang Hakim Agung yang seharusnya menyebarkan kebaikan dan menegakkan keadilan malah berbuat melalaikan tugasnya, justru melanggar sumpahnya, melakukan perbuatan sangat tercela, melanggar hukum.

Lagi tertangkap tangannya Wakil Ketua DPRD Jawa Timur oleh KPK, terduga terlibat masalah Ijon Dana Hibah. Dalam pengakuannya praktek itu sudah dilakukan sejak th 2021. Coba bayangkan, jabatan sebagai Wakil Ketua DPRD, tentunya jabatan yang disandangnya, sudah memberikan jaminan yang sangat cukup untuk menghidupi keluarga. Tetapi karena moralnya yang miring, masih mau juga mencari tambahan dengan cara yang melanggar etika dan hukum.

Masyarakat terkadang juga terbius dengan tingkah manisnya para koruptor, secara tidak sadar di sanjung-sanjung, kerena mereka berbuat baik di mata masyarakat. Seperti pergi haji, membangun sekolahan, membangun masjid, menyantuni anak yatim-piatu dsb.

Semua pasti tahu, bahwa negara Indonesia dengan seluruh isinya dalam segala kehidupannya haruslah berdasarkan pada falsafah Pancasila. Itu sudah komitmen bersama. Bahkan sudah dipikirkan, di rancang sebelum kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia merdeka ternyata ada beberapa warga negara yang terpenyakit korupsi. Mereka pasti paham, tapi pura-pura tidak paham, bahwa korupsi itu sama saja dengan melanggar ajaran agama, yang terwujud tidak menghayati dan tidak melaksanakan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.

Korupsi itu artinya menggunakan uang negara atau perusahaan yang seharusnya dipergunakan untuk kepentingan masyarakat, tetapi di lahap untuk kepentingan pribadi atau golongannya. Tentunya ini membuat usaha mensejahterakan masyarakat terhambat. Bila di tarik lebih mendalam, berarti korupsi juga melanggar hak azasi manusia. Kan sila ke 2, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab . Hasilnya korupsi bisa dan sering menimbulkan kecurigaan-kecurigaan, menimbulkan konflik. Ini artinya si koruptor tidak ikut melaksanakan sila ke tiga, yaitu Persatuan Indonesia. Ingat Pilkada, Pemilu ada yang dibiayai dengan uang haram hasil korupsi, dan ini mengakibatkan menurunnya kwalitas Pemilu dan Pilkada yang berenteng kepada turunnya kwalitas demokrasi. Demokrasi di Indonesia didasari dengan sila ke 4, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Dan yang pada akhirnya secara keseluruhan tidak mencerminkan dan mengganggu sila ke 5, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Pada intinya, korupsi merupakan kejahatan yang berlipat dan perlu dihadang oleh seluruh lapisan masyarakat. Meskipun, masyarakat pada umumnya tidak merasa dirugikan secara langsung. Makanya mereka banyak yang acuh serta hanya mengomel, ketika ada pejabat atau tokoh yang kena OTT.

Ada pemikiran pencegahan dan pemberantasan korupsi itu harus benar-benar  dilakukan penegakan disiplin oleh interen, melalui Inspektorat atau Badan Pengawas Perusahaan/Organisasi. Termasuk disini pendisiplinan, penegakkan profesi para hakim. Sehingga tidak ada cerita lagi, hakim itu bisa dibeli

Kedua, penindakan hukuman seberat-beratnya disertai dengan tindakan pemiskinan bagi mereka yang sudah di vonis bersalah. Bagi para penegak hukum yang terlibat dalam masalah perkorupsian, harus benar-benar dilaksanakan penindakkan secara maksimal.Istilah kerennya, tanpa pandang bulu,  Jangan sampai terjadi seperti pada kasus jaksa Pinanti.

Teori gampang, tetapi dalam pelaksanaannya bukan hal yang gampang. Pengaruh sosial dan pengaruh politik lebih kental mendampinginya. Korupsi memang penyakit yang menggelisahkan. Pinjam ilustrasi Sdr.Wahyu Kokkang.Jawa Pos.17.10.2017.

(BUDI SAMPURNO.Mak’skom.IPJT.24.12.22)

 

Rabu, 14 Desember 2022

 

 

SDT.SASTRA.29

BUDI SAMPURNO.Des.2



PEREMPUAN YANG MENUNGGU HUJAN

Harian KOMPAS terbitan Minggu, tgl 27 Nopember, memuat cerpen dijuduli “PEREMPUAN YANG MENUNGGU HUJAN”. Di reka-reka oleh RIDA K LIAMSI, kelahiran 17 Juli 1943, juga seorang penyair, tinggal di Tanjung Pinang Riau, dapat dihubungi lewat email: rliamsi-pku@gmail.com. Cerpen dihiasi ilustrasi oleh YUSUF SUSILO HARTONO, seorang pelukis, penyair dan wartawan.

Cerpen ini berkisah tentang seorang perempuan dan seorang laki-laki. Perempuan berprofesi sebagai pramuniaga dan yang laki-laki adalah seorang guru di sekolah swasta Laki-laki itu lebih tua dari pada yang perempuan. Laki-laki itu tampak berwibawa, selalu senyum serta tatapan matanya selalu teduh bila saling berpapasan. Selalu pula melambaikan tangannya. Perempuan itu merasa laki-laki ini, satu-satunya lelaki yang  berhasil menggetarkan hatinya. Mereka tidak saling kenal dan saling tidak tahu namanya. Pertemuan yang berulang-ulang setiap pulang kerja serta tidak saling tahu namanya, tidak berlanjut dengan kebahagiaan. Tetapi peristiwa tragislah yang melanjutkan pertemuan manusia berlainan jenis itu. Dibukanya cerpen ini dengan kalimat .

Setiap langit mendung dan tebal, perempuan itu pergi ke ujung pelantar rumahnya. Dia duduk menatap langit, menunggu hujan turun sambil mendengar suara gemuruh ombak. Dia berharap hujan segera turun dan ingin merasakan tajamnya jarum air menerpa kepalanya, tubuhnya. Jarum hujan yang membangkitkan endapan memori dikepalanya.. Begitu jarum jam itu menyentak akar rambutnya, pikirannya seperti mesin akan membangkitkan sensasi kenangannya

Tubuhnya terasa berdenyar dan seperti ada geliat halus merayapi energi hidupnya. Dia akan segera memejam matanya, dan merasakan sensasi jarum hujan itu menjelajah pembuluh darahnya.

Kena apa perempuan itu selalu berbuat begitu. Diceritakan oleh RIDA K LIAMSI, disuatu saat kedua insan itu bertemu ketika hari sedang hujan. Mereka saling menyapa, saling jalan bersama dari jalan beraspal sampai jalan yang tidak beraspal. Disebelahnya terhampar lapangan sepak bola yang dipenuhi dengan rumput serta ilalang. Hujan tetap turun. Mereka duduk di lapangan dekat dengan gawang. Dengan asumsi kalau ada kilat yang di sambar adalah tiang gawang, karena lebih tinggi dari mereka berdua. Mereka tersenyum, mereka tertawa, mereka saling menggenggam tangan, mereka saling memeluk. Imajinasi pembaca di putus oleh RIDA K LIAMSI dengan menuliskan :

 Tiba-tiba mendung pergi. Renyai beranjak teduh Dan sayup-sayup terdengar suara azan maghrib. Mereka terbangun. Merapikan pakaian. Berdiri. Meninggalkan lapangan sepak bola. Tanpa bicara. Saling menjeling. Saling tersenyum. Di ujung lapangan, di jalan tanah, di sebuah simpang, mereka berpisah.  Saling melambai dan berjalan menyongsong malam.

Setelah itu mereka tak pernah lagi bertemu. Perempuan itu, setibanya di rumah, menggigil hebat dan jatuh sakit. Demam panjang dan mengingau. Meracau. Beberapa hari dia terkapar di tempat tidur. Setelah dua suntikan anti demam dari dokter, baru dia pulih. Dan begitu terbangun di pagi hari, dia ingat lelaki itu. Dia bergegasa mandi, dan bersiap akan ke tempat kerjanya lagi. Ingin bertemu dan berpapasan lagi dengan lelaki itu.

Di meja makan dia mendengar cerita, lelaki itu, guru SMP sekolah swasta temannya tidur di rerumputan di lapangan bola, di bawah hujan itu, tewas. Rupanya, setelah berpisah, setelah hujan teduh, ketika berjalan ke rumah kostnya, sebuah sepeda motor yang dikendarai seorang lelaki yang sedang fly, menabrak lelaki itu, yang rupanya juga sedang  melamun dan berjalan terlalu ke tengah.

Lelaki yang sedang fly itu mati karena terpelanting dari sepeda motornya yang di pacu kencang, tapi lelaki itupun juga terpelanting dan tercampak ke dalam parit. Tewas karena pendarahan di kepalanya.

Perempuan itu benar-benar merasa dunianya runtuh. Dia merasa kehilangan yang sangat. Tak sempat bicara dan kembali pingsan. Kembali demam dan meracau. Mengigau

Semenjak itu, perempuan itu selalu menyendiri, tak mau bicara dengan siapapun. Dia berhenti bekerja. Duduk di rumah sepanjang hari. Merasakan kehilangan dan kepedihan. Keseimbangan hidupnya terganggu. Takut tidur dan di ganggu mimpi buruk.

Tentu saja keluarga menjadi bingung. Terutama ibunya. Keluarga berusaha menyadarkan serta mendesak supaya mau menikah. Akhirnya perempuan itu mau menikah dengan lelaki teman sekerja yang sudah lama menaksirnya. Pernikahan mereka tidak bisa berlangsung lama. Suaminya tidak mau diajak tidur di lapangan sepak bola dan bercinta disana. Perbedaan pandangan serta selera keduanya dijelaskan dengan gamblang oleh sang penulis.

“ Gila kamu. Inikan tempat terbuka dan orang bisa melihat kita melakukan apa-apa. Kan kita punya rumah. Punya ranjang. Mengapa mesti bermesraan di sini?. Di tempat terbuka dan dalam hujan pula. Aneh kamu ini!”, kata suaminya itu.

Kemudian perempuan itu ditinggalkan sendiri di pada ilalang itu. Dan perempuan itu kecewa.Di rumah mereka bertengkar hebat. Suaminya menuduhnya tidak perawan. Dan mempraktekkan sex bebas.“Memang kenapa kalau tidak perawan”.

“Kamu sendiri memangnya bujang ting-ting. Dari cara kamu meniduri aku, aku tahu kamu sudah biasa. Entah perempuan ke berapa aku ini yang kau tiduri. Jangan mau enaknya sendiri”, pekik perempuan itu.

Sejak malam itu, perempuan itu tidak mau lagi tidur dengan suaminya. Dia merasa tidak ada kenikmatan hidup sebagai suami isteri. Hubungan yang hambar. Dia merasa dilecehkan.

Tak lama kemudian mereka bercerai karena perbedaan prinsip dalam bercinta sebagai suami isteri. Kembali keluarganya bersedih dan gelisah. Ibunya mendesak supaya segera nikah lagi. Ibunya tidak ingin melihat anaknya lama-lama menjanda. Menurut ibunya, janda akan menjadi buah bibir negatif oleh orang orang. Ibunyapun beralasan sudah tua serta ingin segera menimang cucu. Ibunya menangis.

Akhirnya perempuan itu mau menikah lagi dengan lelaki pilihan ibunya. Perbedaan tajam kembali menggelayut suami isteri ini. Perempuan itu tetap mengajak suaminya bercinta di lapangan bola beralaskan rumput ilalang. Kehidupan rumah tangga perempuan itu bergolak kembali. Dia di tuduh perempuan berkelainan sex. Tumbanglah rumah tangganya. Perempuan itu kembali menolak keinginan ibunya agar mau menikah lagi. Tetap pada pendiriannya. Menolak kawin lagi. Ibunya meninggal.

Pulang bekerja, dia kembali berjalan menyusuri jalan yang dulu dia lalui dengan lelaki, guru sekolah swasta itu. Jika mendung dan hujan turun saat dia sedang berjalan pulang, sekali dia akan bergegas dan setengah berlari menuju ke lapangan bola. Berbaring di atas rumpun ilalang dan tertidur di sana.

Hal yang paling sering, dia akan bergegas pulang ke rumahnya, dan berbaring di pelatar rumahnya. Tidur di bawah deraian hujan. Menikmati tikaman jarum hujan dan kemudian malamnya dia demam dan mengigau. Bermimpi seakan dia bercinta di lapangan terbuka, di bawah tikaman jarum hujan. Dan dia merasa seakan semua ilalang di padang rumput atau lantai papan dipelatarannya mengerang. 

Membaca cerpen ini memang asyik, terus menurus ingin membaca sampai segera habis. Setelah itu saya baru berpikir tentang logika. Laki-laki itu seorang guru, perempuan seorang pramuniaga, lokasi masih dalam kota, terbukti dengan adanya mall. Artinya daerah letak lapangan bola tidak jauh dari keramaian orang. Lalu bercinta di lapangan terbuka yang amat sangat mudah di lihat orang disekitarnya. Apakah mereka tidak bereaksi?

Mungkinkah pengalaman pertama bercinta akan membekas amat sangat dalam, sehingga menguasai alam sadar dan pikiran waras perempuan itu.

Lalu pesan moral apa yang bisa kita peroleh, resapi dari cerpen ini ?. Saya kok agak susah mencerna, mencari pesan moral positifnya. Selain mendapatkan contoh ego yang tinggi, yang tidak bisa bertoleransi dengan orang lain, terutama kepada suami-suaminya. Tapi ini adalah sebuah cerpen, buah imajinasi yang dipadukan dengan pengalaman pribadi dan pengalaman orang-orang lain. Cerpen memang kadang menyimpang dari kehidupan nyata. (BUDI SAMPURNO.Mak’skom.IPJT. 14.12.2022)

 

 

Sabtu, 10 Desember 2022

 

 

SDT.SASTRA.28

BUDI SAMPURNO.Des.1




SUCI SANG “GENTAYANGAN”

Cerpen ini di muat di HARIAN JAWA POS terbitan hari Sabtu tgl 9 Juli 2022. Di kemas oleh GUNTUR ALAM. Tinggal di Penukal Abab Lematang Ilir. Sebagai Aparatur Sipil Negara telah membukukan kumpulan cerpennya MAGI PEREMPUAN dan MALAM KUNANG-KUNANG serta beberapa novel horornya yang di cetak GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA.

Cerpennya yang di muat di harian JAWA POS  ini di beri judul GENTAYANGAN, serta ilustrasi dikerjakan oleh BUDIONO.Cerpen ini sebenarnya cerita seorang “Aku” yang sedang pulang kekampungnya dan mendapatkan ceritera tentang arwah yang gentayangan. Yang di maksud arwah gentayangan adalah arwah Wahyu yang baru saja meninggal.

 Cerpen ini di buka dengan kalimat : Suci meninggal tujuh hari lalu. Sejak hari itu, setiap malam, orang-orang kampung kami ketakutan lantaran banyak yang melihat arwahnya gentayangan. Tak hanya meneror dengan wujud pocong berwajah pucat, arwah Suci kerap juga muncul dengan pakaian biasa dan rambut panjangnya tergerai sebatas pinggang. Saat di sapa, dia akan menoleh dan memperlihatkan wajahnya yang kadang pucat, kadang pula membusuk penuh ulat yang menggeliat

.Membaca kalimat pembuka serta melihat ilustrasi yang dikerjakan BUDIONO, berupa gambar pocong, sekilas pembaca sudah pasti bisa memahami cerpen ini adalah cerpen yang berceritera bernuansa horror.

Lalu kena apa arwah Suci (Wahyu) kok bisa gentayangan ?. Itu yang diceriterakan oleh GUNTUR ALAM. Suci, ternyata nama aslinya adalah “Wahyu”. Dia dilahirkan sebagai laki-laki. Tetapi tingkah lakunya sejak kanak-kanak menyerupai tingkah sebagai anak perempuan. Ketika sudah menginjak remaja bersekolah SMP, juga masih bertingkah laku seperti remaja perempuan. Bapaknya serta kakaknya sangat tidak senang dengan tingkah lakunya dan sangat membencinya. Sering ditangani sangat kasar . Wahyu sebenarnya anak yang pintar, saleh dan penurut. Suaranya merdu jika mengaji. Berkali-kali diikutkan lomba tingkat Kabupaten sampai Propinsi dan menjadi juara. Bahkan ketika SMP diikutkan lomba Olimpiade Matematika di Jakarta. Setamat SMP, tidak melanjutkan ke SMA. Dia bahkan kabur, karena tak tahan digebuki bapaknya serta kakak-kakaknya yang tidak menyukai tingkah laku Wahyu seperti perempuan.

Di kota tempat pelariannya,”Wahyu “ bekerja di salon dan berganti nama dengan “Suci”.

Ketika Suci (Wahyu) meninggal dunia, di kubur dikampungnya, sesuai permintaan sebelumnya, waktu pulang kampung . Setelah di kubur dan menginjak hari ke-tujuh, mulailah banyak ceritera miring, bahwa arwah Wahyu  bergentayangan serta menakut-nakuti penduduk kampung.

GUNTUR ALAM menggambarkan gelisah dan takutnya orang kampung dengan berbagai contoh kejadian. Misalnya, ketika Bik Anmah habis wudhu di belakang rumahnya, untuk sembahyang mahgrib, melihat seorang perempuan berambut panjang berbalut handuk, berjalan melenggang-lenggok sembari menenteng ember kecil, melewati sumurnya. Bik Anmah menduga, anak gadis itu adalah seseorang yang baru saja selesai mandi. Dan ketika di sapa oleh  Bik Anmah: 

 “Pas ku panggil, menengok dia”, pada bagian ini, suara Bik Anmah mulai bergetar. “ Ya Allah ya Rabbi, terkencing-kencing di celana aku. Sampai terduduk di lantai sumur. Itu Wahyu. Aku ingat persis wajahnya. Dia menyeringai. Aku cuma bisa ngomong …ya Allah…ya…Allah…lalu dia tertawa cekikikan. Pas dengar tawa itu, aku bisa berdiri dan lari lintang pukang menabrak pintu dapur rumah”.

 GUNTUR ALAM menggambarkan lagi arwah gentayangan itu dari obrolan orang-orang yang sedang nongkrong di sebuah warung. Diceritakan ada seorang pemuda yang habis pulang dari rumah pacarnya “ Malam itu, malam ketiga kematiannya,” buka bujang (Idham) umur tujuh belas tahun itu, “Aku baru saja pulang dari rumah pacarku. Kawanku yang ikut membonceng sudah pulang, rumahnya di kampung satu, sementara kita ada di kampung empat”, dia terlihat gugup ketika mengutarakan kisah seram yang dialami. “Awalnya tak ada apa-apa, cuma langit sedikit gerimis. Tapi…” dia menelan ludah mungkin yang sudah terasa pahit. Saat sekitar tiga sampai empat rumah lagi rumahnya almarhum itu”, sejak kejadian malam itu, dia tak berani lagi menyebut nama Suci ataupun Wahyu, “Aku mencium bau jeruk purut dan kapur barus. Aku ingat, bau  macam itu bau mayit. Bulu kudukku meriap. Nah, nah, tengoklah,” dia menunjuk lengannya yang berbulu, rambut-rambut halus itu, tegak menyangkak, seperti duri landak, “Persis seperti ini. Ya Allah….” desaunya.” Menceritakan ulang saja, aku masih takut”.

“ Ketika mendekati rumahnya, aku melihat ada kain putih yang terjuntai dari dahan jambu”, dia menelan ludah. “Tentu saja aku dengan buyannya mendongak keatas. Mati maaaakk, aku kencing di celana. Motorku mendadak mati pula. Almarhum itu duduk berayun-ayun di dahan jambu”.

 Pergunjingan di warung kopi itu semakin memanas. Mereka mereka-reka, kena apa arwah Wahyu sampai gentayangan menakuti-nakuti orang kampung di mana tempat dia dilahirkan. Seseorang mengatakan, bahwa Wahyu tidak di terima di tanah bumi. Karena dia adalah banci. Ada yang berkesimpulan, ketika Wahyu di kubur diperlakukan seperti seorang perempuan, padahal dia adalah laki-laki. Dikuburkan sebagai seorang perempuan itu atas permintaan Wahyu sendiri kepada warga ketika pulang mudik ke kampung. Dan ketika meninggal orang kampung tidak banyak yang datang melayat. Yang melayat dan mengurus jenazahnya justru teman-teman bancinya dari kota. Dimungkinkan ngurusnya tidak sesuai syariat.

Yang lain menduga-duga bahwa waktu dimasukkan ke liang lahat, mereka lupa melepaskan tali pocongnya.Yang hadir di warung itu  saling berpikir, bagaimana cara mengatasinya supaya tidak ada lagi roh yang gentayangan menteror warga kampung. Seorang mengusulkan :

“ Ada dua cara”, orang yang terus menerus mencibir itu terdengar lagi berbicara.

Langkah pertama yang pasti sulit dan berat, ya minta kelurganya gali kuburan si Wahyu itu. Urus ulang jenazahnya sesuai syariat. Tapi siapa yang mau?. Baru awal mati saja, banyak yang tidak mau. Apalagi kalau sudah seminggu di dalam tanah”.Beberapa orang pasi dan menelan ludah." Langkah ke dua, yang termudah”, suaranya terdengar riang. “Katanya, kalau ada yang mati dan arwahnya gentayangan, kita siram kuburannya dengan air perasan jeruk atau arak putih. Di jamin arwahnya tidak bisa kabur lagi”.

 Suasana di warung itu menjadi sepi. Si “Aku” yang ikut duduk di warung serta mendengarkan celotehan para pengunjung warung, terdiam. Tidak bisa memberikan komentar apa-apa. Wahyu adik kelas dan dia memang anak yang cerdas ketika SD serta SMP. Kekurang dekatan hubungan dikarenakan beda kelas menyebabkan “Aku” tidak banyak tahu tentang luka-luka yang di simpan Wahyu dalam menjalani hidupnya. Wahyu terombang-ambing dalam menjalani takdir serta nasibnya. Tetapi “Aku” tetap menghargai permintaannya.

 Aku selalu ingat permintaannya saat aku menggunting rambut ditempatnya bekerja dulu.“ Jangan panggil Wahyu, Bang. Panggil aku Suci”. Aku memanggil Suci. Wajahnya terlihat senang. Aku tak tahu, apakah yang kulakukan itu sangat berarti baginya. Ada beberapa hal yang kuyakini, salah satunya setiap orang berhak di panggil dengan nama yang dia sukai. Aku tidak ingin bicara tentang benar dan salah. Sebab, setiap orang dewasa bebas memilih jalan hidupnya. Urusan dosa, itu urusan dia dengan Tuhan-nya. Aku tak berhak menghakiminya.

 Cerpen yang pada awalnya mengindikasikan horror, tetapi setelah di baca kesan horornya luntur dengan sendirinya di akhir cerita. Cerpen yang di kemas oleh GUNTUR ALAM membawa pesan moral yang pantas kita renungkan. Siapapun yang memiliki kekurangan, termasuk banci, pasti bukan atas kehendaknya. Tetapi atas kehendakNya. Dan di dalam kehidupan bermasyarakat sebaiknya jangan mereka-reka hal yang tidak pasti. Hal yang tidak pasti jangan dibicarakan dengan menduga-duga. Benarkah ada arwah yang gentayangan?. GUNTUR ALAM menutup kemasan cerpennya dengan petuah guru ngajinya. Yang tentu itu bisa lebih di percaya.

 Tentang arwah Suci yang gentayangan, aku juga tak tahu, apakah itu benar arwah Suci yang tidak diterima  tanah bumi seperti yang diucapkan orang-orang kampung kami?.

Namun aku ingat, dulu guru ngaji kami pernah mengatakan, “Tak ada hantu. Roh orang yang meninggal tidak akan bisa gentayangan. Yang kalian lihat itu jin. Jin yang menyerupai dan menakut-nakuti”Selamat buat sdr.GUNTUR.(BUDI SAMPURNO.Maks’kom.IPJT.10.12.2022)

 

 

Minggu, 27 November 2022

 

 

SDT.NGOBROL.19

BUDI SAMPURNO.NOP.2



NGOBROL PUTUSAN HAKIM

Wagiarti wajahnya tegang, ketika Wagiman kembali ke teras sambil membawa gunting dan botol lem. Wagiman heran melihat wajah isterinya tegang. Setelah duduk disampingnya Wagiman mulai melempar pertanyaan.

WAGIMAN     : “Ada apa bu?. Kok sambil mbanting koran. Salah apa koran kok di banting gitu?”

WAGIARTI    : “ Itu……!. Hakim nggak beres. Coba kalau anaknya sendiri yang digituin, apa nggak marah, apa nggak prihatin. Apa nggak sedih. Apa nggak malu?”.

WAGIMAN     : “ Lho…lho kok bawa-bawa hakim”.

WAGIARTI    : “ Itu lho pak…hakim yang mengadili pemerkosa di Jombang. Sudah bikin malu warga Jombang, yang katanya Jombang itu kota santri. Tapi kok punya warga yang bejad gitu!”.

WAGIMAN     : “ Ooooo Siapa itu…si Bechi”.

WAGIARTI    : “ Ya!. Anaknya yang punya pondok pesantren. Masa cuma di putus tujuh tahun penjara”.  

WAGIMAN     : “ Lho, hakim itu kan pasti punya alasan, dan berbagai pertimbangan yang valid dan syah, bu”.

WAGIARTI    :  “ Alasan sih alasan…… Pertimbangan sih pertimbangan, pak. Padahal sangat tidak kooperatif, waktu mau di tangkap, di jemput polisi dipondoknya kan sangat sulit. Bapaknya kan ya melindungi. Sampai Kapolsek

atau Kapolres itu dulu yang viral di medsos. polisi kok munduk-munduk pada bapaknya. Viral, rame dicemooh masyarakat di medsos.

WAGIMAN  : “ Sabar, bu…sabar… nggak usah emosi”.

WAGIARTI  : “ Ya emosi pak. Saya ini perempuan. Sama dengan santriwatinya yang jadi korban”.

WAGIMAN  : “ I…ya…isteriku. Tekanan darah tingginya naik lagi lho “.

WAGIARTI  : “ Gombal…!. Coba bapak baca alasan dan pertimbangan hakim memutuskan tujuh tahun”.

WAGIMAN  : “ Nggih, bu isteriku sayang…. Mana korannya”.

WAGIARTI : “ Nih, pak korannya. Beritanya di halaman pertama, ada fotonya si bejad lagi tuh….”.

WAGIMAN : “ Bapak baca yang beritanya tentang alasan hakim….Vonis tujuh tahun yang di terima Bechi  itu lebih ringan dari pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebelumnya jaksa meminta hakim menjatuhkan hukuman pidana 16 tahun penjara. Majelis berpendapat  bahwa Bechi  memiliki tanggungan keluarga. Pria 42 tahun itu juga di anggap masih muda sehingga masih bisa memperbaiki diri”.

WAGIARTI   : “ Nah…tuh…alasan hakim, coba kalau anaknya sendiri yang di perkosa, apa nggak penceng dia”.

WAGIMAN   : “ Sabar, bu…ini kan belum putusan akhir .Dan hakim beralasan, terdakwa itu masih muda jadi masih bisa memperbaiki diri. Harapannya menjadi orang baik-baik”.

WAGIARTI : “ Lho kok bapak itu mbelain dia si Bechi bekicot itu. Pak…Saya ini perempuan, pak! “.

WAGIMAN : “ Lah…ya tahu bu. Kalau ibu itu perempuan. Kan sudah jadi isteri bapak bertahun-tahun dan sudah menghasilkan anak-anak yang hebat-hebat. Masak bapak itu nggak tahu kalau ibu  seorang perempuan “.

WAGIARTI  : “ Gombal….saya perempuan makanya saya ngomong. Alasannya Bechi bekicot itu masih muda dan masih bisa memperbaiki diri dan menjadi orang baik”.

WAGIMAN  : “ Ya itu harapan majelis hakim….”

WAGIARTI  : “  Lalu…para santriwati yang di perkosa itu apa ya bisa balik jadi perawan lagi….Nggak bisa pak !”.

WAGIMAN  : “ Wah…wah…. Kalau itu bapak nyerahlah….Kalau bisa enak ya….Ibu bisa jadi perawan lagi, meskipun bapak tidak pernah memperkosa ibu…”.

WAGIARTI  : “ Gombal lagi bapak ini “.

WAGIMAN  : “ Ha ha ha…..Lho bu ada tamu itu. Bu siapa itu…?!”.

WAGIARTI : “ O…bu Sonny…..Ibu ini juga marah dengan putusan hakim penceng itu, pak!”.

WAGIMAN  : “ Wah…nanti ini bisa seru pembicaraan. Sudah, saya tak masuk saja…. Tidur…enak…”.

WAGIARTI : ” Gombal lagi bapak ini….! Mari bu Sonny, masuk….duduk di teras …”.

Wagiman berdiri dan buru-buru masuk rumah sambil menyaut tumpukan klipingnya. Wagiarti menyambut tamunya dengan senyum ramah.(Budi Sampurno.Mak’skom.IPJT.27.11.2022)

 

 

 

 

Selasa, 15 November 2022

 SDT.NGOBROL.18

BUDI SAMPURNO.NOP.1



NGOBROL MELAMIN

Begitu acara sosialisasi selesai, Wagiarti mendekat Ibu Direktur Akademi Pharmasi, untuk pamit. Ibu Direktur menyambut ramah dengan senyum penuh keibuan. Sosialisasi diselenggarakan di Balai RW dan materi di isi oleh Akademi Pharmasi Ketintang Surabaya dengan tema “ SOSIALISASI PEMILIHAN PERALATAN MAKAN DAN MINUM BERBAHAN MELAMIN “.

Sesampai di rumah sudah terlihat Wagiman duduk di teras sambil membaca koran, disampingnya terlihat tumpukan kliping kesayangannya. Setelah cuci tangan, cuci kaki dan menyemprot pakaiannya dengan alkohol, langsung masuk ke dalam rumah. Tak lama, Wagiarti beranjak ke teras lagi sambil membawa baki berisi segelas kopi panas. Lalu ikut duduk di dekat Wagiman. Tangannya meraih brosur sosialisasi di atas meja.

WAGIARTI    : “ Maaf ya pak. Tadi nggak sempat membuatkan kopi. Habis tadi acaranya pagi sekali. Sebelum ceramah, senam dulu”.

WAGIMAN      : “ Nggak apa-apa bu. Toh sekarang ibu sudah membuatkan kopinya. Bapak ini kan suami yang baik, penuh pengertian”.

WAGIARTI    : “ O…. Gombal”.

WAGIMAN     : “ Tadi sosialisasi apa bu , kok kelihatannya serius dan penting, gitu…Kok pulang bawa brosur?”.

WAGIARTI    : “ Penting pak, itu…pemakaian alat masak-memasak yang bahannya terbuat dari melamin. Ternyata bisa berbahaya kalau salah pilih alat yang bermelamin. Ya boleh sih pakai, tetapi harus di pilih betul”.

WAGIMAN   : “ Maksudnya ? Kan kita juga punya piring yang bahannya dari melamin. Ada piring, ada gelas.”

WAGIARTI   : “ Ya, untungnya piring dan gelas melamin yang kita beli itu sudah betul pak. Sesuai dengan syarat untuk kesehatan. Karena ternyata yang di produksi dan di jual di toko-toko itu ada yang sudah memenuhi syarat, tetapi ada pula yang  belum dan tidak memenuhi syarat kesehatan”.

WAGIMAN   : “ Lah kok…?. Bapak yakin masyarakat pasti banyak yang tidak tahu!. Untung ibu tadi datang memenuhi undangan acara di Balai RW”.

WAGIARTI  : “  Ya itulah pak “.

WAGIMAN  : “ Lalu bagaimana caranya kita tahu, peralatan itu memenuhi sysrat apa tidak, bu ?”.

WAGIARTI  : “ Nih pak. Di brosur disebutkan, melamin asli itu. Lebih mengkilat; harga lebih mahal; tidak mengeluarkan bau menyengat bila di rebus; permukaan piring licin dan lebih berkilau serta lebih berat,  lebih tebal”.

WAGIMAN   : “ Itu ciri-ciri yang asli. Lha yang palsu ?. Pasti harga lebih murah…he he he…”.

WAGIARTI   : “ Pak ini serius pak!. Kalau salah pilih bisa terkena penyakit kanker lho…!. Nah ini ciri-ciri melamin yang palsu pak.  Warnanya lebih kusam: harga lebih murah; mengeluarkan bau menyengat bila di rebus yang merupakan bau formalin; permukaan piring melamin palsu mudah ternoda oleh makanan atau bahan yang berwarna seperti kopi, teh. Dan warnanya akan berubah lebih gelap dalam waktu yang singkat. Melamin palsu itu lebih terkesan seperti piring plastik”.

WAGIMAN   : “ Kalau begitu acara tadi amat bermanfaat ya bu..”.

WAGIARTI  : “ I ya  pak. Ibu-ibu tadi juga manggut-manggut, ketika Bu Direktur….siapa tadi namanya….Bu Nunik…atau Ninik gitu lho. Nah…katanya, melamin yang aman itu, ketika membeli harus di pilih yang ciri-cirinya ada logo SNI; ada stiker Food Grade Melamine; terdapat merek dan nama produsen yang jelas; pilih yang berlogo PP—Polyprophylene.

WAGIMAN   : “ Apa itu bu,  polyprophylene…?”

WAGIARTI   : “ Lha ini pak….yang tadi saya nggak nangkap artinya. Ah… besuk kalau ketemu bu Direktur…bu Ninik mau saya tanyakan lagi ah. Biar saya lebih mudeng dan nantinya nggak salah pilih”.

WAGIMAN   : “ Bu Direktur tadi memberi penjelasan apa lagi?. Misalnya, peralatan itu melamin itu jangan digunakan lagi…apa bila……”.

WAGIARTI   : “ O…I ya pak. Seperti, kalau sudah tergores jangan di pakai lagi; jangan mengukus atau meng-oven peralatan melamin, jangan digunakan untuk masakan yang asem, apa lagi dalam keadaan panas; jangan menggunakan detergen yang keras untuk membersihkan karena permukaannya cepat rusak”.

WAGIMAN   : “ Nah itu bu. Ikuti petunjuknya tadi”.

WAGIARTI  : “ Pasti pak !. Kalau nggak…bisa terserang kanker dan radang ginjal. Ngeri pak!.

Wagiarti mendongak arah langit. Langsung berdiri lari ke belakang sambil berteriak : “ Gerimis pak. Ibu angkat jemuran dulu. Itu…kopinya dihabisin…kalau nggak habis, nggak mau bikini lagi lho…!”.

Wagiman berdiri, tersenyum sambil mereguk habis wedang kopinya. (BUDI SAMPURNO. Mak’skom.IPJT.15.11.2022)

 

 

 

Kamis, 10 November 2022

 

 

SDT.SASTRA.27

BUDI SAMPURNO.NOP.2


MBAH DIMAN TERBANG BERSAYAP MALAM.

Hari Minggu ini tgl. 6 Nopember 2022, Harian KOMPAS membuat saya tergelitik, karena memuat sebuah cerpen yang berbau kejawen. Di tulis oleh AHIMSA MARGA. Dia adalah wartawan senior yang sebenarnya bernama MARIA HARTININGSIH. Di masanya di kenal sebagai sosok yang gigih memperjuangkan hak-hak azasi manusia, terutama bagi anak, perempuan,  dan kelompok yang dimarjinalkan. Pernah mendapat penghargaan YAP THIAM HIEN di bidang edukasi HAM di tahun 2003. Judul cerpennya terdengar sangat puitis “MBAH DIMAN TERBANG BERSAYAP MALAM”

Cerpen ini juga dilengkapi illustrasi oleh LAKSMI SHITARESMI . Sudah sering dia mengadakan pameran tunggal di dalam negeri dan di luar negeri. Antara lain di Jepang dan di Chile.

Dalam cerpen ini, tokoh “Aku” mendapat tugas dari keluarga untuk ngopeni rumah warisan dari Ibu. Tapi “Aku” tinggal di luar kota, maka yang dipasrahi atau dititipi menjaga serta merawat rumah almarhumah Ibu adalah Pardi dan keluarganya. Suatu ketika “Aku” menengok rumah Ibu, Pardi melapor dan meminta ijin dan ini yang menjadi pembuka cerpen AHIMSA MARGA :

 

“Bude, ini mbah Diman”, ujar Pardi, anak tetangga yang di anggap mendiang ibuku sebagai cucunya. Aku menitipkan rumah ibu kepada Pardi dan keluarganya, untuk dijaga dan dirawat.” Saya minta maaf, lancang, tidak bilang sama bude dulu. Tapi boleh, ya Mbah Diman tinggal disini sekalian jaga rumah”.

Tubuh tua itu sedikit membungkuk, lalu kedua telapak tangannya ditangkupkan, memandangku dengan tatapan teduh.

Menurut Pardi, diizinkan tinggal di tumah itu adalah berkah bagi Mbah Diman setelah beberapa tahun harus pindah dari tempat ke satu ke tampat lain di rumah-rumah mereka yang katanya kerabat. Ketika tak ada lagi yang mau menampungnya, Mbah Diman tidur di pos-pos ronda. Tapi bagiku, kehadirannnya adalah berkah. Kuyakini tidak ada kebetulan di dunia ini.

Kehadiran Mbah Diman di rumah almarhumah Ibu membawa kesan tersendiri terhadap “Aku” dan pada suatu saat, Mbah Diman berbicara :

“ Nduk, Mbah sering membersihkan kamar ibumu. Boleh kan…”

“ Mbah berani masuk kamar itu karena ibumu yang minta kamarnya dibersihkan”, sambungnya sebelum sempat kujawab.

Aku tertegun. Kupandang wajahnya dengan mata berkaca-kaca, bukan karena urusan kamar ibu, tetapi dari wajah itu aku melihat kilasan gambar tentang hidupnya.

Dia seperti membaca pikiranku

“ Mbah tidak apa-apa, Ndhuk. Terima kasih sekali sudah boleh numpang di sini”. Dia melanjutkan, “Hidup ini cuma harus dijalani, tidak usah banyak tanya karena banyak hal tidak butuh jawaban”.

Aaah….aku seperti mendengar suara ibuku.

Tapi, aku bergeming, malah terus berusaha memenuhi rasa ingin tahuku.

Mbah tidak marah pada nasib?. Tidak benci pada mereka yang jahat pada Mbah?.

 “ Lha buat apa, Nduk…” jawabnya, terkesan ringan dengan nada suara rendah. “ Wong nandur, ngundhuh, utang , mbayar”. Yang nenanam, menuai, yang utang harus bayar, katanya. “ Mungkin, entah kapan, Mbah juga pernah nandur barang jelek, pernah utang tapi ngemplang, nggak pernah bayar…. Semua harus di bayar, Ndhuk, kapanpun waktunya”.

“Aku” mendengarkan terus apa yang dibicarakan Mbah Diman, ini benar-benar memberi makna yang dalam tentang kehidupan manusia. Pemahaman kehidupan disampaikan :

“ Senang susah itu hanya istilah Ndhuk. Seperti pagi dan sore, fajar dan senja, panas dingin…semua itu kelengkapan hidup, terus berputar, tidak ada yang tetap. Semua hanya ada pada satu kedipan mata. Jadi, mau direndahkan, di hina, di cerca, ibaratnya di lempar kotoran, ya wis, tak tampa wae, saya terima saja. Mbah hanya  menjalani yang harus dijalani. Tidak kurang, tidak lebih”.

Tokoh si “Aku” merasa menjadi lebih dekat dengan sosok Mbah Diman : Entah mulai kapan terbersit keinginan untuk selalu menjumpainya. Secara perlahan, aku merasa menemukan ibuku dalam sosok renta ini.

Meski dadaku selalu berpasir setiap kali menyimaknya, mata batinku semakin terang benderang.

Penulis AHIMSA MARGA memberi kesan, bahwa ternyata Mbah Diman itu punya selera yang cukup tinggi dalam hal menikmati musik, karena “Aku” pernah memergoki :

Pernah suatu saat, tanpa memberi tahu, aku datang begitu saja. Ketika wajah sejuk itu muncul dari balik pintu, kudengar denting piano dari sepotong “Spring Waltz” nya Chopin, sebelum dia buru-buru minta izin untuk kekamarnya, dan musik lembut segera di sapu denyut sepi di ruang tamu.

“ Kok dimatikan, Mbah?. Saya suka…”

Mbah Diman hanya tersenyum

Dalam memenuhi kebutuhan hidup phisiknya Mbah Diman juga amat sederhana :

Mbah Diman hanya makan umbi-umbian dan dedaunan tanpa garam. Dia tidak merokok, tidak minum kopi, teh, gula, hanya air panas. Dia jengah ketika kusebut pilihan itu sebagai “puasa” atau “tirakat”.

“ Cuma kebiasaan, Ndhuk. Ngleremaken ingkang wonten ngriki, ujarnya sambil menaruh ke dua telapak tangannya ke dada. Menenangkan yang di dalam ini, katanya.

Saya sebagai pembaca memberanikan diri untuk mengatakan, bahwa sosok Mbah Diman adalah sosok yang menjabarkan dengan jelas gamblang arti kehidupan manusia. Kedekatan batin tokoh “Aku” menjadi lebih gamblang lagi diceriterakan oleh AHIMSA MARGA  dalam penutup cerpennya:

Semalam aku bermimpi, menjumpainya di suatu padang yang sangat lapang. Dia tampak segar. Wajahnya bersih, berseri. Aku lupa dia bicara apa, kecuali “Nduk, gaman hidup ini hanyalah tekad untuk terus berjalan ke depan, menempatkan yang sudah lewat, dibelakang. Ilmunya pasrah, berserah. Mantranya keadilan dari Sang Pemberi Hidup. Pangeran Ingkang Paring Gesang.

Sebuah kereta sudah menunggunya.

“ Terima kasih sekali sudah bersedia menampung Simbah. Simbah berangkat ya. Andum slamet, Nduk….”.

Kereta melesat. Aku tergagap bangun, subuh. Mataku basah.

Selama beberapa pekan ini tak kudengar kabar Mbah Diman. Semoga dia baik-baik saja. “ Bulan depan aku datang Mbah…., “ bisikku.

Pagi itu seperti biasa, ku buka Whasapp.

Dari Pardi, “ Bude, Mbah Diman sampun kondur, semalam, pukul 23.55”.

Bagi saya cerpen AHIMSA MARGA  ini memberikan pesan moral yang kuat. Sering kita dengar dalam piwulang manusia Jawa. Manusia hidup di dunia ini memang tidak selamanya. Hanya sebentar, ” Mampir ngombe”. Oleh karenanya, untuk sangu hidup di alam “sana”, harus punya bekal. Makanya hidup ini harus dijalani dengan sabar, ikhlas dan mensyukuri apa adanya yang diberikan oleh Sang Maha Pencipta. Kita harus pasrah, tetapi juga harus selalu berusaha untuk kesempurnaan hidup.

Dalam usaha mencapai kesempurnaan hidup, pasti pernah punya salah, oleh karenanya pasti pada suatu saat akan memperoleh seperti yang dikatakan oleh Mbah Diman. Wong nandur, ngunduh, utang mbayar. Yang menanam, menuai, yang utang harus bayar. Mungkin entah kapan Mbah juga pernah nandur barang jelek, pernah utang tapi ngemplang, nggak pernah bayar. Namun itu semua harus di bayar, kapanpun waktunya. Hidup ini cuma harus dijalani, tidak usah banyak tanya karena banyak hal tidak butuh jawaban.

Dan memang manusia itu hanyalah “wayang”. Jadi kesemuanya tergantung pada Sang Pencipta. Kita tidak bisa membantah. (BUDI SAMPURNO.Mak’skom.IPJT.10.11.2022)

 

 

Sabtu, 05 November 2022

 

SDT.SASTRA.26

BUDI SAMPURNO.Nop.1


PILIHAN BAPAK : KELUARGA RUWET

Seperti biasa harian KOMPAS di hari Minggu pasti memuat cerita pendek. Kali ini karya ATTA VERIN yang di pilih, berjudul PILIHAN BAPAK. Di muat tgl 4 September 2022.  Penulis tinggal di Ponggok, Klaten, Jawa Tengah. Dan dibuatkan ilustrasi oleh THOMAS ARI KRISTIANTO, pengajar desain di ITS.

Cerpen di buka dengan pendahuluan: “ Kamu punya pilihan untuk membenciku seumur hidupmu atau tetap mencintaiku seperti saat kamu kecil dulu. Pesan singkat itu menjadi alasan aku memutuskan untuk mengunjunginya di penjara dua hari menjelang dia dieksekusi. Sebelumnya, aku tak mau bertemu dengannya meskipun dia mengiba-iba ingin memandangi wajah cucu-cucunya untuk terakhir kalinya “.

     Cerpen ini menjabarkan suatu keadaan satu keluarga yang ruwet. Ada bapak, ibu, dan empat orang anaknya. Paskal anak pertama, Sidik anak kedua, Widi anak ke tiga dan Jenar anak ke empat. Ibu dan ke empat anaknya digambarkan sangat membenci bapaknya dengan kadar kebencian yang berbeda-beda. Bapaknya di anggap sebagai pembunuh ibunya. Tercermin dalam kalimat yang disusun dengan apik oleh ATTA VERIN :

     Aku tak bisa memaafkan malam terkutuk  ketika Bapak membiarkan ibu merangkak ke dapur. Ibu sakit parah sehingga tak mampu berjalan sendiri dan waktu itu di rumah hanya ada Bapak. Rekaman CCTV rumah memperlihatkan Ibu memanggil-manggil Bapak di kamarnya—mungkin berteriak, tapi tentu saja CCTV tidak memunculkan suara apapun—dan Bapak tak juga keluar. Ibu lalu merangkak sendiri dari ranjangnya menuju dapur, mungkin untuk mengambil air minum. Sebelum sampai ke dapur, salah satu kakinya menabrak kaki penyangga TV di ruang tengah. Kotak pelantang yang besar dan berat itu jatuh tepat di kepala  Ibu.

     Di ruang gawat darurat Bapak menghampiri Ibu untuk membacakan Surat Yasin, tetapi Ibu hanya menatap wajah Bapak dengan sorot kebencian, lalu memalingkan wajah. Sampai akhir hayatnya, Ibu tak pernah memaafkan Bapak.

    Tiga bulan setelah kami menguburkan Ibu, Bapak di tangkap polisi karena membunuh seorang janda kaya. Berita di media massa menyebut Bapak sebagai pembunuh keji berdarah dingin. Bapak kemudian dijatuhi hukuman mati.

ATTA VERIN mempertunjukkan kebencian dengan kadar yang berbeda satu persatu anaknya kepada bapaknya sbb:

       Abang sulungku itu yang paling memusuhi Bapak setelah Ibu wafat. Dia berpikir Bapak sengaja tidak keluar kamar, sehingga ibu terpaksa merangkak dan kejatuhan pelantang suara yang menyebabkan kematiannya. Diantara kami berempat, hanya mas Pakal yang secara frontal menunjukkan kemarahannya.

“Bapak sudah lama tidak cinta lagi sama ibu. Bapak pasti punya simpanan. Gelagatnya jelas begitu. Bapak pasti sengaja membiarkan ibu merangkak”

Ketika mendengar Bapaknya mau di hukum tembak mati, Paskal pun berkata: “ Semoga tak langsung mati. Kuharap dia merasakan dulu kesakitan yang lebih sakit dari rasa sakit yang di derita ibu!”.

     Anak kedua, Sidik, melihat situasi dan kondisi orang tuanya hanya berkomentar : Kalau soal pisah kamar itu karena keduanya saling  tidak nyaman.  Bapak tidak nyaman tidur di kamar dekat pintu gerbang masuk yang menurutnya berisik. Sementara Ibu tak nyaman tidur di kamar yang gelap dan sunyi. Jadi bukan karena keduanya saling berkhianat.

     Anak terakhir, Jenar lain lagi. Dia pernah berkata:” Mbak tahu apa artinya lahir dari dua orang yang tak saling mencintai?. Artinya kita lahir hanya karena nafsu kebinatangan”. Lalu Jenar merobek foto Bapak dan Ibu yang di simpan dalam dompetnya. Dia lalu memasukkan potongan foto Ibu kembali ke dalam dompetnya. “ Aku tak akan pernah memaafkan Bapak!, katanya lagi.

    Widi anak perempuan yang ke tiga, ketika mendapat pesan singkat dari bapaknya kalau akan segera di hukum tembak mati, melalui HP petugas lapas, menyempatkan berkunjung ke lapas.

     Widi, anak perempuan yang ditokohkan dalam cerpen ini, menunggu di ruang tunggu lapas, dan keluarlah lelaki tua menghampirinya dengan kedua tangan terentang akan memeluk. Widi tidak meladeni, menghindar pelukan lelaki tua yang juga bapaknya.

Pembicaraan antara bapak dan anak, membuat saya sebagai pembaca, cukup terkejut. ATTA VERIN membuat puncak drama ceritera ini dengan menuliskan, sbb:

        “Bapak akan mati dua hari lagi. Ini kesempatan terakhir Bapak untuk berbicara kepadamu. Sampaikan apa yang bapak katakan ini kepada saudara-saudaramu, Nak…”.

Lelaki tua itu meneteskan air mata, tetapi tak terdengar isakan.

“ Ketika Paskal berusia tiga tahun, Bapak dan Ibu sempat berpisah. Kami tinggal di dua kota yang berbeda. Ibumu meninggalkan Bapak karena Bapak tidak  mau menjadi pegawai negeri seperti yang dia inginkan. Bapak malah ikut pertunjukkan keliling, menikmati kehidupan sebagai pemain kendang. Bapak menyukainya meskipun uangnya sedikit. Ibumu bertemu mantan kekasihnya, lalu mengandung Sidik. Tetapi, tiga bulan setelah kelahiran Sidik, mantan pacar ibumu itu meninggal karena kecelakaan…”.

     Aku tercekat. Ternyata Mas Sidik dan mas Paskal berbeda bapak. Tak ada yang mengetahuinya selama ini. Tiada satu gunjingan pun.

Ibumu kembali kepadaku, lalu aku bekerja di pabrik dan memawarisi kebun jeruk dari kakekmu. Tetapi, aku sulit memaafkan pengkhianatannya. Aku jadi sering bertengkar dengan ibumu. Kami berusaha memperbaiki keadaan. Kami berpikir mengadopsimu sejak bayi dari panti asuhan adalah salah satu cara untuk memperbaiki  hubungan kami. Aku selalu menginginkan anak perempuan.

     Kini aku merasa dunia disekitarku runtuh. Aku tak mampu mencerna semuanya dengan baik selain menelan kenyataaan bahwa aku sesungguhnya anak pungut di keluarga ini.

    “ Namun, Tuhan Maha Baik, Widi. Setelah kamu berumur dua tahun, ibumu mengandung adikmu. Aku mulai memaafkan ibumu dan merasa bahagia dengan ke empat anakku. Tetapi, ibumu berpikir lain. Dia mengira aku tak setia dan mencurigai perubahan sikapku. Dia berpikir aku mesra lagi karena aku telah membalas dendam dengan berselingkuh. Kami sering bertengkar lagi. Ibumu di sandera perasaan bersalahnya sendiri. Itu tak saja menghukum dirinya, tetapi juga menghukumku….”.

     Setelah dilaksanakan hukuman mati dengan di tembak, ke tiga anaknya tidak ada yang mau mengurusi pemakamannya. Jadi, Widi yang mengurusui semuanya.

Dipenutup cerpen ini, barulah ATTA VARIN membuka siapakah atau kena apa ibu mereka meninggal setelah tertimpa pelantang tv yang jatuh persis dikepalanya. Inilah penutup yang sekaligus menjawab kematian itu.

       Petugas lapas menyerahkan barang-barang pribadi Bapak di dalam kantong plastik hitam. Di dalamnya ada head-phone putih besar kado ulang tahun dariku sembilan tahun lalu. Aku memberi Bapak benda itu agar dia bisa mendengarkan musik kesukaannya tanpa membuat orang disekitarnya terganggu. Ibu tak menyukai musik jazz.

Di bagian dalam lengkungan putih headphone itu terbaca tulisan “Bapak sedang mendengarkan Chick Corea waktu ibumu memanggilku pada hari naas itu. Maafkan Bapak karena tak mendengar teriakan ibumu”.(BUDI SAMPURNO.Mak’skom.IPJT.5.11.2022)