BUDI
SAMPURNO.April.1
SDT.KOMEN.21
MAKNA MUDIK LEBARAN
Dua
tahun kita di kekang tidak bisa mudik
lebaran dengan leluasa. Di kekang karena situasi pandemi masih merajai wilayah
Indonesia dan juga di larang oleh Pemerintah demi kebaikan dan keselamatan kita
semua, agar Covid-19 dengan beberapa variannya tidak melebar menjalar tak
terkendalikan. Pemerintah dengan rasa berat terpaksa mengetrapkan peraturan
seketatketatnya. Sangat menderita rasannya, lahir maupun batin.
Di
tahun sekarang, pandemi sudah mereda serta Pemerintah sudah mengubah
peraturannya, sehingga kita bebas kembali untuk bisa mudik. Meskipun aturan
prokes tetap harus menjadi perhatian utama dari semua pihak.
Pemerintah
memperkirakan arus puncak mudik akan terjadi pada tgl 29 April. Untuk keperluan
ini, maka Pemerintah telah berusaha mempersiapkan segalanya agar perjalanan
“ritual “ mudik ini dapat berjalan dengan lancar, aman, nyaman serta minim
kecelakaan.
Bandara
udara sudah di buka untuk melayani penumpang selama dua puluh empat jam penuh.
Diperkirakan sekitar 2,3 juta para pemudik akan mempergunakan jalur udara. Demikian
pula dengan transportasi darat lainnya, kereta api, bus, kapal penyeberang laut
semua diberikan kelonggaran, tidak seketat ketika masa pandemi. Bahkan dari Pemerintah
juga menyelenggarakan Mutis, alias Mudik Gratis. PT.Kereta Api Indonesia telah
menyiapkan beberapa kereta tambahan guna mengantisipasi lonjakan penumpang. Di
beritakan, PT.KAI menyiapkan 2,4 juta kursi yang bisa dipergnakan mudik. Di
samping itu, PT.Kereta Api juga membebaskan biaya angkutan sepeda motor bagi
penumpang yang membawa sepeda motor, ketika mudik naik kereta api. Hal ini
sangat membantu nantinya para pemudik setelah sampai di daerah tujuan, bisa
lebih leluasa untuk bepergian berkunjung ke sanak saudara, berkunjung ke tempat
wisata serta untuk memenuhi keperluan ke tempat lain. Halalbihalal juga sudah
diperbolehkan dilaksanakan secara penuh.
Namun
tentunya Pemda setempat juga harus tetap waspada, tetap menjaga kedisiplinan
para pemudik, sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Dengan harapan penyebaran
virus Cocid dapat di cegah seminimal mungkin.
Sebenarnya
“ritual” mudik bukan masalah yang gampang, karena harus dipersiapkan secara
matang segalanya. Ya sangunya, ya pakaiannya, ya oleh-olehnya, transportasinya,
dll, serta perjuangan untuk memperoleh karcis sesuai dengan seleranya. Belum
lagi diperjalanan, pastilah terkena effek samping dari kerumunan. Yang mudik
dengan mempergunakan kendaraan pribadi sudah dipastikan akan mengalami
kemacetan. Itu semua menimbulkan rasa kelelahan pikiran maupun phisik.
Namun,
dibalik perjuangan yang melelahkan itu terbersit, kebanggaan, kebahagiaan yang
tak terkira maknanya.
Ada
makna spiritual, berkumpul dengan orang tua masing-masing, bertemu sanak
saudara, bertemu dengan teman-teman lama, bersilahturahmi, saling menyapa,
saling melepas rasa kangen, saling maaf-memaafkan.
Makna
berikutnya adalah, terjadinya perputaran uang di daerah setempat, karena para
pemudik pastilah membelanjakan uang untuk memenuhi kebutuhannnya. Kangen dengan
kuliner
setempat, berwisata, belanja pakaian ciri khas daerah, memberi tali asih kepada
sanak saudara mungkin dalam bentuk uang, dsb.
Sebagai
efek perputaran uang di daerah, akan menimbulkan makna ke tiga, yaitu
menggeliatkan ekonomi daerah. Sebagai
akibat perputaran uang yang cepat serta berlebih dari hari-hari biasanya, akan
memberikan nilai lebih bagi para pengusaha daerah. Keuntungan yang di peroleh
memberi effek harapan ekonomi lebih menggeliat ke arah positif. (Budi
Sampurno.Mak’skom.IPJT.28.4.2022)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar