SDT.SASTRA.32
BUDI
SAMPURNO.JULI.1
INI
TENTANG YAN
Saya
bersemangat membaca cerpen di harian KOMPAS, Minggu, tgl 25 Juni 2023.
Ceriteranya menarik, alurnya mengalir, mudah diikuti dan dipahami. Judul cerpen
ini adalah “INI TENTANG YAN”. Di tulis oleh FARIZAL SIKUMBANG, lahir di Padang
5 April 1974. Sekarang tinggal di Banda Aceh.
FARIZAL
SIKUMBANG membuka cerpennya dengan kalimat “ Yan mengumpulkan lalu membakar
daun kering serta beberapa sampah plastik yang berserak di jalan depan rumahku.
Ketika aku sedang membersihkan kendaraan roda duaku yang kotor karena debu.
Jarak antara aku dan Yan mungkin hanya dua puluh meter. Tapi Yan tidak
memedulikanku.Yan sibuk membakar tumpukan sampah kecil itu”.
Dalam
cerpen ini dikisahkan, bahwa Yan adalah anak kecil yang sangat sering dimarahi
dan di siksa ayah tirinya. Di pukul, di tendang sampai terpelanting ke pematang
sawah, di lempar pakai kayu. Yan juga
beberapa kali di ikat tanpa baju di pohon manggis depan rumahnya. Tubuhnya di lecut
dengan sapu lidi. Tetangga-tetangga tidak ada satupun yang bisa mencegahnya.
Ibu kandungnya sendiri juga tidak bisa berkutik.
Yan
sebenarnya bukan anak yang bodoh. Di sekolah Yan tidak suka pelajaran
matematika, tetapi lebih suka dengan palajaran yang beralur ke arah seni. Yan
sebenarnya tidak nakal, hanya usil kepada teman atau orang lain. Bila usilnya berhasil,
biasanya Yan tertawa lebar. Kelakuan
usil inilah yang membuat Yan sering dimarahi ayah tirinya. Dan juga
orang lain, termasuk gurunya.
Di
Sekolah Dasar, Yan pernah di lempar sapu lidi oleh bu guru Tania. Gara-gara bu
Tania terprovokasi dengan usilnya Yan. Bu guru mendapat laporan dari teman
sekelas, bahwa pensil Wati di ambil Yan.Tetapi, Yan bersikukuh tidak mengambil
dan siap di geledah. Inilah penyebab Yan di lempar sapu lidi . Dialognya
dituturkan oleh FARIZAL sbb:
“
Jika ibu guru tidak percaya, periksalah sakuku ini”, ujar Yan penuh
akal-akalan.
“
Ayo bu guru, periksalah”, tambah Yan lagi
Guru
Tania terpancing juga oleh provokasi Yan. Ia lalu memasukkan tangan kanannya ke
saku celana Yan yang bolong. Tiba-tiba guru Tania terpekik. Ia merasa geli.
Seperti memegang hewan yang menjijikkan. Yan tertawa. Guru Tania merasa di
tipu. Yan di lempar pakai sapu. Seisi kelas riuh dan ribut setelah tahu jika
Yan berbuat usil”.
Keusilan
Yan itu terjadi ketika masih di Sekolah Dasar, namun di ulang lagi di Sekolah
Menengah Pertama. Yan usil lagi kepada guru perempuan Bahasa Inggris. Yan di
hukum berat, yaitu di jemur di lapangan dari jam sembilan sampai jam satu
siang. Orang tuanya diwajibkan datang keesokan harinya. Akibatnya, Yan di rumah
di pukul oleh ayah tirinya, di ikat di pohon mangga.
Yan
punya bakat melukis. Bila menggambar orang, bisa mirip sekali dengan aslinya.
Tapi ini pulalah yang menyebabkan Yan menjadi anak putus sekolah. Yan belajar membuat karikatur dengan memimjam
buku cara membuat kariktur dan berhasil. Yan juga suka meminjam buku ceritera
anekdot. Tapi sifat usilnya itu yang membahayakan dirinya. Dibuatnya karikatur
dengan tokoh guru di sekolah. Kepala Sekolah yang orangnya tegas digambarkan
dengan bentuk perut yang besar seperti bola, sedangkan kepalanya serta kedua
kakinya di gambar berbentuk kecil. Guru matematika justru kebalikannya,
badannya kurus kecil tetapi kepalanya besar seperti bola. Memang Yan tidak suka
dengan ke dua guru itu. Inilah polah usil yang membuat petaka pada dirinya.
Suatu hari Yan tampak termenung di sekolah.
“Aku
tidak akan sekolah lagi di sini”, kata Yan.
Mulanya
aku tidak terkejut pada ucapan Yan. Aku berpikir Yan hanya melucu.
“
Aku dikeluarkan di sekolah”, tambahnya.
Aku
mulai berpikir mungkin kali ini ia serius.
“
Ada apa?” tanyaku
“
Aku teledor. Karikatur Kepala Sekolah mungkin terjatuh dari bukuku. Dan
seseorang telah memberikannya pada beliau”.
“
Celaka dua belas,” kataku
“
Habislah aku”. kata Yan penuh penyesalan.
Anehnya,Yan
tidak sedih dan tidak berputus asa. Ternyata dengan kepandaiannya melukis, Yan
bisa mendapatkan uang. Setiap Sabtu dia pergi ke pasar ibu kota kecamatan, di
situ dia melukis wajah orang dan mendapatkan upah. Di lain waktu, Yan dapat
pesanan dengan upah yang cukup besar. Yaitu di suruh orang menggambar situasi
kampung yang kotor serta jalan dibuat seperti kolam.
Beberapa
hari kemudian, Yan dipukuli oleh beberapa pemuda di pasar Kecamatan, sampai
pingsan. Kejadian ini membuat Yan membisu meskipun di tengok temannya. Beberapa
kali di tengok, tetap saja diam. Dan setelah itu, tokoh “aku” beberapa tahun
tidak ketemu lagi dengan Yan.
Ketika
ketemu lagi, Yan sudah banyak berubah, tetapi tetap saja diam, ketika “ aku “
bertemu, Yan sibuk menyapu sampah di jalan serta membakarnya. Rambutnya panjang
sebahu dan berpakaian ala penyanyi cadas.
Membaca
cerpen ini, saya merasa terhibur, tertawa geli dengan cerita usilnya Yan ketika
di Sekolah Dasar serta di Sekolah Menengah Pertama. Imajinasi saya membayangkan
mimik, wajah serta polah kedua guru wanita itu terkejut setelah merogoh saku
bolong celana Yan. Yang terpegang bukannya pensil yang di cari, tetapi justru
burungnya Yan.
Tapi
saya juga memperoleh wawasan bagaimana seharusnya mendidik anak, meskipun anak
itu adalah anak tiri. Penulis juga memberikan informasi yang jelas kena apa
ayahnya suka marah, menghajar Yan sampai di luar batas. Karena Yan anak tiri.
Yan juga menyesal atas keteledorannya, karikatur Kepala Sekolah yang di buat
lucu, terjatuh sehingga di ambil keputusan fatal, yaitu mengeluarkan Yan dari
sekolah. (BUDI SAMPURNO. Mak’skom.IPJT.4.7.2023)