Kamis, 23 Februari 2017


INDONESIA JADI PEMIMPIN REFORMASI KEBIJAKAN PERIKANAN.

Peneliti University of California Santa Barbara(UCSB) Amerika Serikat, Prof. Dr. Chris Costello menyampaikan, Indonesia bisa menjadi pemimpin dalam reformasi kebijakan perikanan dunia. Sebagai satu di antara negara perikanan terbesar dunia, kebijakan perikanan Indonesia sangat inovatif dan memiliki komitmen untuk menerapkan kebijakan reformasi berlandaskan ilmu pengetahuan yang kuat.
Hal tersebut disampaikan, Costello pada hasil penelitiannya kerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan UCSB,tentang tata kelola berkelanjutan di Indonesia melalui program Anti Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUUF) dan reformasi kebijakan dalam negeri, Kamis hari ini.
Menurut Costello, larangan penggunaan pukat jaring (trawl), kebijakan anti IUUF, larangan transshipment di tengah laut, penenggelaman kapal asing dan berbagai inisiatif KKP lainnya telah mendatangkan hasil yang baik.
Dalam penelitiannya, UCSB memilih komoditas yang berbeda yang dilakukan untuk menemukan berbagai cara terbaik dalam pengelolaan produk perikanan yang berbeda-beda di Indonesia. Dari hasil penelitian, bahwa kebijakan Menteri Susi benar, tepat, dan harus tetap dilakukan. Menurutnya, apa yang dilakukan Indonesia itu menjadi model pengelolaan perikanan di negara lain.
Untuk itu, ia mengimbau masyarakat terutama para stakeholders inti untuk mendukung kebijakan KKP, karena kebijakan-kebijakan tersebut sudah teruji secara keilmuwan dan dikonfirmasi langsung oleh orang-orang yang mempunyai kepakaran kelas dunia. Hasil kebijakan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Penelitian menunjukkan adanya reformasi kebijakan dalam negeri dan kebijakan anti IUUF telah membuat peningkatan biomass laut Indonesia hingga 224%, peningkatan hasil tangkapan 100%, dan peningkatan keuntungan hingga USD3,7 miliar. Tanpa kebijakan anti IUUF, terjadi penurunan perikanan tangkap 52% dan penurunan keuntungan 66%.
Penerapan kebijakan anti IUUF tanpa reformasi kebijakan dalam negeri menunjukkan tren penurunan perikanan tangkap sebesar 29% dan penurunan keuntungan 47%. Sebaliknya penerapan kebijakan anti IUUF berbarengan dengan reformasi kebijakan dalam negeri menunjukkan peningkatan perikanan tangkap sebanyak 25% dan peningkatan keuntungan hingga 22%.
Peneliti Balitbang KP KKP, Sonny Koeshendrajana mengatakan, dalam penelitian ini dilakukan pada dua komoditas laut yaitu skipjack tuna dan blue swimming crab. Kerjasama akan dilanjutkan dengan meneliti komoditas red snapper. Skipjack tuna dipilih untuk mewakili spesies highly mandatory atau spesies yang bermigrasi luas di banyak negara. Skipjack tuna juga merupakan produk ekspor perikanan andalan Indonesia, terutama untuk pengalengan, sehingga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Blue swimming crabmerupakan produk perikanan yang 80% hasil tangkapannya diekspor ke luar negeri. Blue swimming crab itu juga merupakan komoditas andalan utama nelayan skala kecil Indonesia, sehingga perlu dilakukan konservasi. Adapun, red snapper dipilih karena komoditas ini adalah ikan karang yang beruaya lebih dari satu negara dan berada di wilayah yang rawan dengan upaya illegal fishing.
Umi Mu’awanah, Peneliti Balitbang KP KKP berharap agar data yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan demi pembangunan ekonomi berkelanjutan ke depannya. “Kita sudah melakukan reformasi perikanan khususnya untuk Eradication of IUU Fishing,”katanya.
Pemerintah sudah menurunkan langkah-langkah mengatasi komoditas tuna, maka selanjutnya adalah bagaimana me-manage perikanan tuna tersebut, untuk keberlanjutan stok dan ekonomi tuna tersebut. “Kebijakan kita terbukti secara theoretical dan menggunakan data yang ada, cukup memberikan dampak terhadap profit maupun biomass maupun sustainability dari  catch atau production. (kominfojatim,Mak’skom,IPJT 23.2.2017)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar