Mak’skom
SUDUT SASTRA 5
MAKAM ANTARA PAK ABDUL DAN PAK TEUNGKU
Cerpen ini di muat di Harian KOMPAS Minggu tangal 17
Mei 2020 pada halaman 11. Judulnya sangat pendek “ MAKAM “. Cerita ini di awali
permasalahan antara pak Abdul dengan rencana pengembangan daerah Kampung Lampap,
Kecamatan Bubrang, yang dikatakan oleh Kepala Kampung , bahwa daerah Lampap
sudah masuk kedalam “ blueprint” sejak periode camat yang lalu. Rumah yang
ditinggali oleh pak Abdul akan terkena gusur tapi diserta janji dengan ganti
rugi yang berlipat dan wilayah tsb segera
di bangun sebuah mall serta hotel yang mewah tujuh lantai.
Pak Abdul tetap tidak mau melepaskan rumah dan tanah
karena mendapatkan amanah dari Pak Teungku Meunasah untuk menempati tampa bayar
sewa.
“ Saya diamanahkan oleh almarhum Teungku bukan hanya
tinggal di rumah ini, tapi juga menjaga dan merawat semua yang ada di atas
lahan pak Teungku ini. Satu nasihat pak Teungku yang saya ingat, beliau masih
memiliki seorang anak laki-laki. Satu-satunya anak beliau. Saya harus
menyerahkan rumah dan seluruh tanah ini kepada anak beliau itu. Begitu pesan
pakTeungku”.
“ Tinggallah di sini, rawat dan jaga tanah berserta
rumah ini. Kelola seperti milik sendiri”
Amanah ini sangat di pegang teguh oleh pak Abdul,
karena itulah, pak Abdul tidak akan mugkin mnjual tanah dan rumah tsb. Apalagi tanah
di belakang rumah ada sebuah makam.
Cerpen yang di tulis oleh sdr. Herman RN, yang lahir
di bulan April 1983 ( masih muda ya ), sebagai penulis cerpen, puisi dan
resensi serta pernah meraih penghargaan saastra dari Balai Bahasa Aceh th 2009,
saya baca sampai habis dalam sekejab. Karena saya merasakan kelancaran jalan
ceritanya. Alurnya landai, tidak ada yang melonjak-lonjak. Sehingga ketika saya
membaca, imajinasi saya bisa meraup secara utuh dan berkira-kira hubungan
antara makam , rumah dan tanah, pasti ada kaitannya dengan Bos Investor. Hal
ini saya perkirakan dari kalimat pak Abdul yang menyatakan, bahwa ada anak satu
satunya pak Teungku yang belum di ketahui rimbanya. Bos Investor yang juga
mengatakan, bahwa dia juga berasal dari kampung Lampap tsb.
Ternyata perkiraan saya benar. Diakhir cerpen Bos
Investor berkata :” Ya. Saya anak satu itu, anak yang tidak tahu jalan pulang
”, sambil menangis.
Cerita ini temanya sederhana, lancar berceritanya.
Makanya mudah di cerna. Saya juga agak merenung, biasanya cerpen-cerpen yang di
muat harian KOMPAS agak susah di cerna dan kadang berbelit, menyulitkan untuk
menarik inti ceritanya.
Timbul pertanyaan, apakah cerita yang lancar
berceritanya dan mudah di tebak inti ceritanya itu bisa dikatakan karya sastra
yang baik ?.
Mari kita ikuti pendapat Horace yang di kutip oleh
Rachmat Djoko Pradopo dalam buku
berjudul PRINSIP-PRINSIP KRITIK SASTRA, Gadjah Mada University Press, 2003 pada hal 7-8 disebutkan,
bahwa fungsi karya sastra ialah dulce et
utile ( menyenangkan dan berguna, maka dalam membaca karya sastra yang
baik, para pembaca akan mendapatkan kesenangan dan kegunaan yang diberikan oleh
karya sastra itu, yang berupa keindahan dan pengalaman-pengalaman jiwa yang bernilai
tinggi, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Membaca “ MAKAM “, saya mendapatkan kesenangan,
karena cerpen ini juga menghadirkan moral yang baik. Pak Abdul tidak mau
melepaskan tanah dan rumah sebab mendapat amanah dari Pak Teungku dan dipegang
secara teguh, meskipun diiming-iming imbalan yang menggiurkan serta rumah itu
akan direnovasi agar layak berdiri berdampingan dengan hotel tujuh lantai. Pak
Abdul selalu mengingat baik budi pak Teungku. Dan kalau melapas rumah serta
tanah haruslah diserahkan kepada anak satu satunya pak Teungku.
Disamping itu, bos Investor juga memberikan gambaran
moral yang baik, sebab dia merasa sebagai orang yang asal usulnya juga dari kampung
Lampap. Dan dia igin kembali membangun kampung halamannya. Dan tentunya sambil
mengenang kebaikan kedua orang tuanya, meskipun sejak kecil terpisah jauh dan
tidak pernah ketemu lagi dengan kedua orang tuanya. ( Budi Sampurno,
Mak’skom,IPJT, 24.6.2020).
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar