KEMENTRIAN
KELAUTAN PERKETAT PERIJINAN IMPORT.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (Ditjen PDSPKP) memperketat kebijakan perizinan impor hasil perikanan atau IPHP. Izin yang dikeluarkan tidak bersifat luas dan selalu diawasi secara ketat. Demikian dijelaskan oleh Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Nilanto Perbowo, pada Kamis 9 Juni 20016.
Dalam hal izin impor ini, KKP melakukan pengendalian dengan pengawasan yang sangat ketat dan memperhatikan asas pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. ”KKP juga mempertimbangkan ketahanan pangan dan gizi, jaminan mutu dan keamanan pangan serta keberlanjutan industri ekspor atau tradisional,” katanya.
Dikatakan, pemasukan hasil perikanan ini didasarkan pada beberapa prinsip mengutamakan kedaulatan pangan dan kepentingan nasional. Prinsip pertama adalah ketentuan jenis ikan yang diimpor, dimana kondisi ikan yang sejenis di Indonesia tidak mencukupi, digunakan untuk industri berorientasi ekspor, hingga untuk keperluan pengalengan maupun industri pengolahan tradisional (pemindangan).
Kedua, impor ikan yang dilakukan hanya solusi jangka pendek dalam memenuhi kontinuitas ketersediaan bahan baku. Prinsip ketiga adalah tidak membahayakan kesehatan konsumen, kesehatan ikan dan lingkungan perairan. Sedangkan prinsip keempat yang paling penting adalah memberikan ruang yang cukup bagi tumbuh kembangnya usaha pengolahan hasil perikanan baik tradisional maupun skala indstri, serta terkendalinya nilai impor hasil perikanan terhadap ekspor kurang dari 20 persen.
Penerbitan IPHP ini dapat diberikan apabila perusahaan yang bersangkutan memenuhi persyaratan teknis dan adminsitratif, izin yang diusulkan sesuai peruntukannya, melaporkan realisasi impor sebelumnya, menyampaikan rencana bisnis tahunan, dan rekomendasi pemerintah daerah. Adapun peruntukkannya, antara lain bagi industri orientasi ekspor, industri pengalengan, pengolahan tradisional (pemindangan), fortifikasi (pengayaan makanan) dan umpan.
Tahun 2015, IPHP diberikan kepada 167 perusahaan dengan rincian industri pengalengan (37,21%), re-ekspor (36,71%) dan pemindangan (18,74%), fortifikasi (0,59%), horeka dan pasar modern (2,28%) dan umpan (4,47%). Sedangkan pada tahun 2016 hingga April IPHP diberikan kepada 167 perusahaan importir yang didomiasi untuk industri pengalengan (27,25%), re-ekspor (45,33%) dan pemindangan (17,66%), fortifikasi (0,41%), horeka dan pasar mdern (6,46%) dan umpan (2,90%). Adapun berdasarkan data impor tahun 2015, volume impor mencapai 290.072 ton. Angka ini hanya 2,1% dari total produksi ikan nasional yang mencapai 13,7 juta ton.Demikian penjelasan Nilanto Perbowo.(KominfoJatim,Makskom,IPJT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar