Jumat, 20 Januari 2017

                                PRODUKSI UDANG WINDU DI GENJOT

Memenuhi peluang pasar global yang masih terbuka lebar dan mengembangkan produk lokal, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) fokus mengembangkan komoditas udang windu dengan menerapkan prinsip pengelolaan budidaya perikanan berkelanjutan. Udang windu merupakan udang asli Indonesia dan harus tetap dikembangkan,demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto. Komoditas udang windu merupakan produk lokal asli Indonesiadan pasar udang windu masih memiliki potensi besar.
Saat ini yang perlu ditekankan adalah budidaya udang windu dengan memperhatikan keberlanjutan, baik keberlanjutan lingkungan maupun keberlanjutan usaha. Pemerintah mendukung dengan penyiapan induk unggul dan benih bermutu, yang diproduksi oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) seperti di BBPBAP Jepara dan juga BPBAP Takalar.
Produksi udang windu sebagian besar di sumbang dari budidaya dengan sistem tradisional hingga tradisional plus. Cara budidaya dengan sistem ini lebih baik karena selaras dengan keberlanjutan.
Ke depan, KKP akan memberikan dukungan dengan  membenahi saluran irigasi di tambak-tambak tradisional tersebut sehingga keberlanjutan produksi udang windu di wilayah petambak dapat terwujud‎.
Keberhasilan pemuliaan dan pembenihan udang windu merupakan jalan terang untuk mengembalikan keemasan udang windu. Budidaya udang pernah menorehkan masa keemasan pada era 1980-an, ditandai dengan komoditas udang windu menjadi primadona ekspor yang menyumbang 15 persen dari total ekspor nonmigas. Pada periode 1985-1988, misalnya, terjadi kenaikan ekspor udang dari 30.800 ton senilai 202,3 juta dollar AS menjadi 56.552 ton senilai 499,85 juta dollar AS.
Tahun 2002, produksi udang windu mencapai puncaknya, yang digambarkan sebagai "serba 70". Harga benur Rp 70 per ekor dengan kemampuan menghasilkan udang ukuran 70 per kg hanya dalam waktu 70 hari. Namun, puncak dari produksi udang itu tidak diikuti dengan upaya mempertahankan mutu induk, perbaikan kualitas tambak, dan daya dukung lingkungan. Akibatnya, hanya selang setahun, udang windu terserang penyakit yang mematikan. Sekitar 60 persen dari 410.000 tambak tradisional hancur.
Produksi udang windu adalah momentum kebangkitan bagi usaha tambak rakyat. Sebanyak 70 persen dari areal tambak udang di Indonesia merupakan tambak tradisional. Tambak ini umumnya belum tertata dan terbatas aliran listrik serta saluran air.(Kominfojatim,Mak’skom,IPJT,20.1.2017)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar