Kamis, 30 Maret 2017

                                 TANGGAL 30 MARET SEBAGAI                
HARI FILM NASIONAL
Budi Sampurno
Institusi Perfilman Jawa Timur
www.budsam.budsam@gmail.com

Memang sulit untuk menentukan hari atau tanggal yang bersejarah, apabila peristiwa itu sudah berlalu cukup panjang serta melibatkan banyak orang. Meskipun dokumen pendukungnya cukup banyak. Demikian halnya dengan penentuan Hari Film Nasional yang secara resmi telah ditentukan lewat Surat Keputusan Presiden RI No.25 Th 1999, Tentang Hari Film Nasional dan ditandatangani oleh Presiden RI, Bacharudin Jusuf Habibie pada tanggal 29 Maret 1999.
Penentuan tanggal 30 Maret dalam Surat Keputusan Presiden tersebut sebagai Hari Film Nasional memerlukan penelitian dan adu pendapat yang cukup panjang. Dicari  dan dikaji dari berbagai unsur, yang pada akhirnya disepakati serta disetujui oleh masyarakat film dan Pamerintah, tanggal 30 Maret 1950 adalah merupakan tanggal pertama kali dlakukan pengambilan gambar film cerita yang secara keseluruhan dibuat dan dilaksanakan oleh perusahaan film orang Indonesia. Perusahaan tersebut adalah bernama PERFINI singkatan dari Perusahaan Film Nasional Indonesia, merupakan perusahaan film pertama di Indonesia dan serta milik orang Indonesia, yaitu Djamaluddin Malik. Tanggal 30 Maret 1950 pengambilan gambar pertama film ceritera berjudul The Long March atau Darah Dan Doa, film ceritera ini disutradarai oleh Usmar Ismail, yang sebelumnya baik Djamaluddin Malik maupun Usmar Ismail sudah lama malang melintang didunia perfilman, tetapi mereka masih bekerja pada perusahaan yang dimiliki bukan orang Indonesia serta ceritanya juga bukan cerita asli Indonesia.
Usmar Ismail berpendapat, bahwa yang bisa disebut sebagai Film Nasional Indonesia adalah film yang dibuat oleh orang dan perusahaan Indonesia serta ide cerita dan visualisasinya berpijak pada budaya Indonesia. Seperti dijelaskan Usmar Ismail ditahun 1966, ketika berbincang bincang dengan Harmoko yang waktu itu masih sebagai wartawan. Usmar Ismail memang orang film yang sangat nasionalis dengan pemikiran, bahwa film merupakan karya seni yang dapat memberikan atau membentuk jati diri pada bangsa serta dapat menjadi alat perjuangan. Idealisme terkabulkan ketika bertemu dengan Jamaluddin Malik, mereka sama sama mantan pejuang, membuat perusahaan film yang diberi nama PERFINI. Dan kemudian memproduksi film Darah Dan Doa.
Perjuangan masyarakat perfilman agar memiliki Hari Film Nasioanal sebenarnya sudah lama diperjuangkan. Dan sudah mendapat persetujuan serta kesepakatan pada tanggal 11 Oktober 1962 dalam rapat kerja Dewan Film Indonesia ( yang kemudian diubah menjadi Dewan Film Nasional ), bahwa Hari Film Nasional adalah tanggal 30 Maret 1950 berdasarkan hari syutting pertama film Darah Dan Doa. Tetapi ketika itu tidak segera mendapat ketetapan dari Pemerntah, sehingga dalam perjalanan waktu ada beberapa pihak yang kemudian tidak menyetujui tanggal 30 Maret sebagai Hari Film Nasonal. Terutama mereka yang beda garis politiknya dengan Usmar Ismail. Tokohnya adalah Bactiar Siagian, yang beraliran garis politik kiri. Kelompok mereka mengikrarkan, bahwa hari Film Nasional adalah tanggal 30 April 1964, dengan acuan tanggal tersebut adalah tanggal Aksi Pemboikotan Film Film Imperalis Amerka Serikat. Tetapi ikrar kelompok ini juga tidak bisa menghasilkan pengakuan secara luas, terutama dari pemerintah. Persoalan Hari Film Nasional kembali menghangat dengan pemikiran pada tanggal 6 Oktober1945  merupakan tanggal peristiwa studio film Nippon Eiga Sha diserahkan kepada Pemerintah Indonesia dari tangan Jepang. Dahulu sebelum Jepang masuk, Nippon Eiga Sha merupakan studio milik pemerintah Pendudukan Belanda, bernama Multi Film. Ketika direbut Jepang dari tangan Belanda, perusahaan itu diganti nama menjadi Nippon Eiga. Penyerahan dari Tentara Pendudukan Jepang kepada Pemerintah Indonesia dilaksanakan pada tanggal 6 Oktober 1945, pihak Indonesia diwakili oleh RM. Soetarto. Peristiwa ini dianggap sebagai “ perebutan kekuasaan dari pihak penjajah di bidang perfilman “, yang dijiwai oleh semangat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945. Perusahaan film tersebut kemudian diganti nama menjadi Berita Film Indonesia( BFI ). Ketika Belanda kembali mendudukki Indonesia dengan mendompleng tentara Inggris, perusahaan film dikembalikan pada nama semula yaitu Multi Film. Namun begitu tentara Belanda hengkang dari Indonesia, Multi Film kembali kepangkuan Indonesia dan oleh pemerintah diganti nama menjadi Perusahaan Perfilman Negara, disingkat PPN, kemudian berganti nama menjadi Perusahaan Film Negara ( PFN ), berdomisili pada jalan Otto Iskandardinata, Jakarta Timur. Peristiwa tanggal 6 Oktober 1945, dianggap sebagai tonggak awal perfilman Indonesia oleh kelompok Yayasan Mahasiswa Fim Indonesia ( YASMI ).
Persoalan Hari Film Nasional kembali mencuat pada Konggres Karyawan Film dan Televisi ( KFT ) kesatu pada tahun 1972 di Jakarta. Pada awalnya konggres menyuarakan Hari Film Nasional jatuh pada tanggal 6 Oktober 1945, tetapi pada akhir konggres KFT hanya dapat mengeluarkan memorandum, agar KFT mengusulkan kepada DPR RI dan Pemerintah, supaya Hari Fim Nasional segera diputuskan antara tanggal 30 Maret 1950 atau tanggal 6 Oktober 1945.
Kita semua kenal dengan nama BJ.Habibie, orang yang sangat tekun mengawal perkembangan teknologi yang dipadukan dengan budaya bangsa Indonesia. Dialah orangnya, pejabat tinggi Negara yang mau beramai ramai menonton film film Indonsia secara terang terangan. Maka tidaklah heran, ketika menjadi presiden, atas usul Masyarakat Perfilman Indonesia, segera menetapkan Hari Film Nasional dengan mengeluarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999, tanggal 29 Maret 1999, Tentang Hari Film Nasional. Dengan pertimbangan bahwa tanggal 30 Maret 1950 merupakan hari bersejarah bagi perfilman Indonesia, karena pada tanggal tersebut pertama kalinya film ceritera dibuat oleh orang dan perusahaan Indonesia. Disamping dalam upaya meningkatkan kepercayaan diri, motivasi dan kreativitas para insan film Indonesia serta untuk meningkatkan prestasi yang mampu mengangkat derajat film Indonesia secara regional, nasional dan internasional, dipandang perlu menetapkan tanggal 30 Maret sebagai Hari Film Nasional.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar