DAERAH BEBAS PENYEKIT KUSTA
Jawa Timur siap menjadi daerah percontohan penanganan dan penyembuhan penyakit kusta hingga target Jatim zero kusta akan tercapai pada 2017.
Kepala Dinas Kesehatan Jatim ,dr Harsono saat menerima tim The Nippon Foundation, kemarin, mengatakan target eliminasi kusta nasional memang pada 2019 tetapi Jatim menargetkan zero kusta pada 2017.
Hal ini juga bertepatan dengan tema Hari Kusta tahun ini yaitu,” Ayo temukan Bercak! Jadikan Keluarga Sebagai Penggerak pencegahan Penyakit, sangat tepat untuk menggugah semangat masyarakat,” katanya.
Menurut catatan sejak th 1994 hingga 2015, jumlah penderita kusta di Jatim menurun secara signifikan, ini bisa dilihat dari angka prevalensi dari 3,6/10.000 penduduk pada 1994 menjadi 1,04/10.000 penduduk pada 2015.
Menurut data, penderita kusta baru tercatat sebnyak 3.976 kasus, proporsi cacat tkt II 11% (452 kasus), proporsi anak 8% (332 kasus), penderita diobati 4.053 (prevalensi rate 1,04 per 10.000) dan RFT (Released From Treatment = berhenti minum obat kusta) rate 97,7%.
Kondisi ini menggambarkan kemajuan di beberapa indikator dibanding tahun 2014 dimana prevalensi rate, dari 1,08 (pada 2014) menjadi 1,04 (pada 2015) per 10.000 penduduk, kasus baru dari 4.116 (pada 2014) menjadi 3.976 (tahun 2015), proporsi kasus anak di antaranya kasus baru, dari 9% (pada 2014) menjadi 8% (pada 2015).
“Angka keberhasilan pengobatan dari 90% pada 2014 menjadi 90,7% pada 2015. Hasil ini menunjukkan tren positif meski indikator masih jauh dari target,” terang Harsono.
Harsono mencontohkan, proporsi kasus anak dan cacat II yang harusnya kurang dari 5%. Untuk menemukan kasus kusta, lanjut Harsono, masyarakat cukup memeriksakan dari atau orang terdekat, jika didapati ada bercak putih atau merah pada permukaan kulitnya. “Semakin cepat ditemukan maka akan semakin baik, karena bisa segera ditangani dan disembuhkan,” terangnya.
Dengan mengobatan dini, maka penularan dapat dihindari sehingga keluarga dan masyarakat di sekitar penderita tidak khawatir dan yang paling penting bisa menghindarkan penderita dari cacat permanen yang berujung pada timbulnya stigma dan diskriminasi..”Kalau sudah cacat maka kundisinya tidak akan kembali normal, meski penyakit kustanya bisa disembuhkan secara total,” ungkap Harsono.
Sementara Chairman The Nippon Foundation Yohei Sasakawa usai Audiensi mengaku siap membatu Jatim bebas kusta.”Kami telah menyiapkan sejumlah bantuan obat-obatan gratis, bagaimana cara menangani penderita kusta, hingga menyadarkan masyarakat bahwa kusta bisa disembuhkan,” katanya.
Menurut Yohei Sasakawa Jawa Timur akan dijadikan percontohan penanganan kasus kusta yang benar, sehingga keberhasilan program ini bisa dibakai di daerah lain di Indonesia. Ia pun berharap, media turut menyosialisasikan pada masyarakat mengenai program ini sehinga dapat mengurangi penderita kusta atau lepra, serta memberikan edukasi pada masyarakat sebagai tindakan prefentif.
“Kami mendukung semangat Jatim dalam memberantas penyakit kusta kami harapkan semua pihak ikut mendukung proses penyembuhan dan menanganannya salah satunya dengan tidak mendiskriminasikan penderita," katanya.
Dr. Harsono berharap pasien yang sembuh bisa bekerja atau menikah sehingga mereka bisa hidup normal dan diterima masyarakat, karena pasien yang sudah sembuh kemungkinan terjangkit kembali sangat kecil.
“Kami akan memulainya dari kawasan Madura karena jumlah penderita kusta di kawasan ini cukup banyak tercatat Sumenep ada 470 penderita, Sampang 329 penderita, Bangkalan 310 penderita dan Jember 288 penderita," tuturnya.(Budi Sampurno,Makskom, IPJT)
Jawa Timur siap menjadi daerah percontohan penanganan dan penyembuhan penyakit kusta hingga target Jatim zero kusta akan tercapai pada 2017.
Kepala Dinas Kesehatan Jatim ,dr Harsono saat menerima tim The Nippon Foundation, kemarin, mengatakan target eliminasi kusta nasional memang pada 2019 tetapi Jatim menargetkan zero kusta pada 2017.
Hal ini juga bertepatan dengan tema Hari Kusta tahun ini yaitu,” Ayo temukan Bercak! Jadikan Keluarga Sebagai Penggerak pencegahan Penyakit, sangat tepat untuk menggugah semangat masyarakat,” katanya.
Menurut catatan sejak th 1994 hingga 2015, jumlah penderita kusta di Jatim menurun secara signifikan, ini bisa dilihat dari angka prevalensi dari 3,6/10.000 penduduk pada 1994 menjadi 1,04/10.000 penduduk pada 2015.
Menurut data, penderita kusta baru tercatat sebnyak 3.976 kasus, proporsi cacat tkt II 11% (452 kasus), proporsi anak 8% (332 kasus), penderita diobati 4.053 (prevalensi rate 1,04 per 10.000) dan RFT (Released From Treatment = berhenti minum obat kusta) rate 97,7%.
Kondisi ini menggambarkan kemajuan di beberapa indikator dibanding tahun 2014 dimana prevalensi rate, dari 1,08 (pada 2014) menjadi 1,04 (pada 2015) per 10.000 penduduk, kasus baru dari 4.116 (pada 2014) menjadi 3.976 (tahun 2015), proporsi kasus anak di antaranya kasus baru, dari 9% (pada 2014) menjadi 8% (pada 2015).
“Angka keberhasilan pengobatan dari 90% pada 2014 menjadi 90,7% pada 2015. Hasil ini menunjukkan tren positif meski indikator masih jauh dari target,” terang Harsono.
Harsono mencontohkan, proporsi kasus anak dan cacat II yang harusnya kurang dari 5%. Untuk menemukan kasus kusta, lanjut Harsono, masyarakat cukup memeriksakan dari atau orang terdekat, jika didapati ada bercak putih atau merah pada permukaan kulitnya. “Semakin cepat ditemukan maka akan semakin baik, karena bisa segera ditangani dan disembuhkan,” terangnya.
Dengan mengobatan dini, maka penularan dapat dihindari sehingga keluarga dan masyarakat di sekitar penderita tidak khawatir dan yang paling penting bisa menghindarkan penderita dari cacat permanen yang berujung pada timbulnya stigma dan diskriminasi..”Kalau sudah cacat maka kundisinya tidak akan kembali normal, meski penyakit kustanya bisa disembuhkan secara total,” ungkap Harsono.
Sementara Chairman The Nippon Foundation Yohei Sasakawa usai Audiensi mengaku siap membatu Jatim bebas kusta.”Kami telah menyiapkan sejumlah bantuan obat-obatan gratis, bagaimana cara menangani penderita kusta, hingga menyadarkan masyarakat bahwa kusta bisa disembuhkan,” katanya.
Menurut Yohei Sasakawa Jawa Timur akan dijadikan percontohan penanganan kasus kusta yang benar, sehingga keberhasilan program ini bisa dibakai di daerah lain di Indonesia. Ia pun berharap, media turut menyosialisasikan pada masyarakat mengenai program ini sehinga dapat mengurangi penderita kusta atau lepra, serta memberikan edukasi pada masyarakat sebagai tindakan prefentif.
“Kami mendukung semangat Jatim dalam memberantas penyakit kusta kami harapkan semua pihak ikut mendukung proses penyembuhan dan menanganannya salah satunya dengan tidak mendiskriminasikan penderita," katanya.
Dr. Harsono berharap pasien yang sembuh bisa bekerja atau menikah sehingga mereka bisa hidup normal dan diterima masyarakat, karena pasien yang sudah sembuh kemungkinan terjangkit kembali sangat kecil.
“Kami akan memulainya dari kawasan Madura karena jumlah penderita kusta di kawasan ini cukup banyak tercatat Sumenep ada 470 penderita, Sampang 329 penderita, Bangkalan 310 penderita dan Jember 288 penderita," tuturnya.(Budi Sampurno,Makskom, IPJT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar