Selasa, 29 Maret 2016

KOMISI E DPRD JATIM MINTA PEMKOT SURABAYA PATUH PADA UU

Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur meminta dan berharap kepada Walikota Surabaya untuk tunduk dan patuh terhadap UU. Ini terkait penolakan pengambilalihan pengelolaan SMA/SMK ke provinsi oleh Pemkot Surabaya.
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Suli Daim di DPRD Jatim, Selasa (29/3) mengatakan, tidak seharusnya walikota mengajak siswanya demo ke presiden, apalagi saat ini siswa lagi kosentrasi dengan pelaksanaan UN. Baginya, persoalan pendidikan tidak dapat dilakukan secara parsial, namun semua ini kebijakan pusat dan diturunkan hingga ke tingkat bawah. Tapi yang pasti pemprov menjamin sekolah gratis masih tetap berlaku.
"Seharusnya taat pada aturan, apalagi aturan tersebut dilatarbelakangi agar pelaksaaan wajib belajar 12 tahun terealisasi hingga daerah pelosok, bukan hanya perkotaan saja. Kita yakin Pemprov berusaha unuk menggratiskan untuk SMA/SMK," paparnya.
Dijelaskannya, Undang-Undang kaitannya pendidikan itu sistemnya selalu sentralistik. Jadi pendidikan kenapa ada Unas dan ada kurikulum, itu kan contoh sentralistik dari pusat ke bawah sama semua. Karena Pendidikan bukan sifatnya parsial masing-masing daerah, kecuali pelajaran muatan lokal seperti bahasa daerah.  Pemkot Surabaya tidak mungkin menggelar Unas sendiri atau kurikulum sendiri. Karena dalam regulasi pendidikan, jika ada pemerintah daerah tidak setuju, ini perlu dipertanyakan. Karena ini akan menciptakan konflik dan menganggu proses belajar mengajar.
 “Wali Murid ini terbawa arus saja. Karena tersebar isu yang tidak lengkap. Seperti diisukan kalau dikelola provinsi maka tidak ada pendidikan gratis dan kualitas pendidikan berkurang. Hal ini terjadi karena kurang informasi”. ujar Suli Daim
Sementara itu, anggota Komisi E DPRD Jatim, Agus Dono mengatakan  tidak seharusnya pemkot bersikap berbeda, karena dasarnya adalah UURR No 23 Tahun 2014. “Tidak seharusnya sikap berbeda ditunjukkan dengan menggerakkan siswa memprotes kebijakan UU 23/2014,” terang Agus.
Agus mengatakan, bahwa jika kebutuhan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota, maka tidak perlu ada kekhawatiran terkait, kebijakan bebas biaya pendidikan tingkat SMA maupun SMK.
“ Kalau toh berbeda pendapat, protes terhadap kebijakan bisa dilakukan kepala daerah ke pemerintah pusat, tetapi tidak harus dilakukan dengan memobilisasi siswa,” ujarnya. (KominfoJatim,Makskom,IPJT)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar